Chereads / Miss Ting Ting & Crazy Duda / Chapter 18 - Penyakit Hati Wanita

Chapter 18 - Penyakit Hati Wanita

Sesuai dengan pesan yang semalam Adiyaksa kirimkan pada Cintia bahwa pukul setengah enam pagi, laki-laki itu akan menjemput Cintia ke rumahnya. Untuk apa lagi kalau bukan pergi ke tempat gym, sesuai keinginan Cintia. 

Meski Cintia malas sebenarnya kalau untuk pergi berolahraga, tapi sekali lagi, dia ingin menjaga berat badannya agar selalu ideal. Jadilah dia tetap berangkat ke tempat gym dengan hati yang terpaksa.

Cintia terus bergerak untuk menyiapkan perlengkapan yang akan dia bawa. tidak banyak memang, hanya dua botol air mineral, handuk kecil serta pakaian untuk berolahraga. Wanita itu juga sekarang sedang berjalan ke arah ruang tamu dan menunggu Adiyaksa di sana.

"Hah … Gini amat mau olahraga aja," keluh Cintia sambil sesekali menguap karena tidak bisa berbohong bahwa dia memang masih mengantuk.

"Mau kemana nih? Adek mas yang cantik mau kemana?" goda Bagas yang baru saja keluar dari kamarnya. Laki-laki itu masih menggunakan kaos oversize dengan boxer hitam khas laki-laki.

"Apa sih mas? Mau olahraga aku," sinis Cintia sambil sesekali melirik jam yang melingkar pada pergelangan tangannya.

"Idih! Gaya banget ini anaknya ibu." Bagas masih tetap berteriak meski dia sudah berada di dapur untuk mengisi gelasnya yang sudah kosong sejak semalam.

Cintia hanya mendengus malas dengan kakak laki-lakinya itu. Kakaknya itu memang definisi kakak yang tidak tahu diri. Sejak awal yang memintanya dekat dengan Adiyaksa juga kakaknya, tapi sekarang justru menggodanya seperti itu. Awas saja kalau kakaknya itu mendapat seorang kekasih. Cintia jamin akan membalas menggoda pasangan itu nanti.

Cintia segara beranjak berdiri saat mendengar ketukan pada pintu rumah. Dia harus bergerak cepat sebelum orang tuanya yang membukakan pintu, bisa-bisa acara olahraga paginya akan gagal tergantikan dengan bincang-bincang hangat pagi hari.

Adiyaksa yang sejak tadi sudah menyiapkan hatinya untuk bertemu dengan Cintia, kini runtuh sudah pertahananya. Kenapa Cintia pagi hari setelah bangun tidur saja sudah secantik ini? Bahkan Adiyaksa juga berpikir apa wanita tercintanya ini sudah mandi, karena wangi tubuhnya sudah menyeruak masuk ke dalam hidung Adiyaksa seolah meminta laki-laki itu untuk memeluk wanita tercintanya.

"Sabar, sabar! Belum waktunya peluk dengan penuh cinta!" batin Adiyaksa mengingatkan.

pasalnya segala perlakuan yang sudah dia bayangkan seakan hilang seketika. Tubuh Adiyaksa seolah tidak bisa bergerak, tubuhnya ini hanya mau berdiri di hadapan Cintia lalu menatap wanita itu sampai ia lelah. Tapi sayangnya, Adiyaksa sadar kalau memandang Cintia tak akan pernah membuat laki-laki itu lelah. 

"Kalau udah nikah gimana ya? Aduh! Manis banget pasti!"

"Dibangunin pagi-pagi, dibuatin sarapan, dibuatin kopi! Aduh adek manis!" gumam Adiyaksa sangat lirih hingga Cintia yang berada di hadapan Adiyaksa tak bisa mendengarnya. Cintia hanya melihat saat bibir Adiyaksa bergumam.

"Mas! Kenapa?" tanya Cintia dengan suara keras. Cintia pikir, hanya dia yang merasa terpesona dengan ketampanan Adiyaksa, tapi apa yang dia dapat sekarang? Adiyaksa justru masih menatapnya dengan bibir tersenyum tipis.

Beruntung Cintia sadar lebih dulu, jadi tidak akan membuatnya malu. Lagipula siapa yang bisa menahan ketampanan Adiyaksa pada pagi hari? Menggunakan celana training hitam serta kaos hitam, tidak lupa dengan jaket berwarna abu-abu. Sungguh tampan.

Cintia juga sama dengan wanita di luar sana yang akan lemah saat melihat seorang laki-laki menggunakan pakaian berwarna hitam, kecuali pakaian untuk melayat, tentu saja tidak akan tergoda disaat seperti itu. Gila namanya.

Tapi … Kalau seperti Adiyaksa seperti ini? Bahkan Cintia juga tidak bisa menahan jantungnya yang berdetak lebih cepat. 

"Eh! Iya apa dek?" Adiyaksa terlonjak kaget saat kesadarannya tiba-tiba saja kembali. 

"Yuk yuk berangkat, biar mas pamit dulu ke ibu sama ayah." Adiyaksa segera mengalihkan pembicaraan. Jujur saja dia tidak tahu ekspresi apa yang sudah dia tunjukan ke hadapan Cintia. Hanya berjaga-jaga saja, takut ekspresinya adalah ekspresi jelek yang bisa membuat Cintia ilfeel.

Susana di dalam mobil juga sangat canggung saat dua anak manusia itu berada dalam perjalanan. Cintia yang masih mencoba menenangkan jantungnya karena masih tersipu karena tampannya Adiyaksa, serta Adiyaksa yang mencoba menahan diri untuk tidak memberikan kecupan serta pelukan penuh cinta pada Cintia.

"Kita ke tempat gym mana mas?" tanya Cintia setelah jantungnya merasa lebih tenang. Bahkan wanita itu menarik napas pelan sudah berkali-kali.

"Eh! Di tempat biasa mas olahraga dek, gak apa-apa kan?" Adiyaksa memastikan saja bawa wanita tercintanya dengan senang hati pergi ke tempat yang biasa ia gunakan olahraga. Dia tidak ingin membuat suasana hati Cintia menjadi buruk, karena bagaimanapun juga dia bisa terkena imbasnya.

Terlebih Cintia bisa berubah menjadi singa betina saat berada dalam suasana hati yang buruk.

Cintia mengikuti langkah Adiyaksa yang memasuki tempat gym dengan santai, hanya menunjukkan kartu membernya lalu mengatakan bahwa dia mengajak seseorang bersamanya. Tapi … Satu yang membuat Cintia bingung disini, kenapa dia langsung saja diberikan kartu member? Apa karena dia bersama Adiyaksa makanya bisa semudah dan secepat in? 

"Ckck … Adiyaksa dan privilege-nya sungguh mengesankan," gumam Cintia.

Keduanya berpisah untuk berganti pakaian, Adiyaksa juga mengatakan akan menunggu Cintia pada bagian kanan ruangan dekat cermin besar. Cintia hanya menganggukan kepalanya saja lalu bergegas mengganti pakaiannya. 

Cintia melangkah pelan dengan setelan pakaian olahraganya yang memperlihatkan paha putih mulusnya, bahkan lengan tangannya juga terlihat. Bukan bermaksud menggunakan pakaian seksi, tapi tidak mungkin 'kan dia menggunakan pakaian panjang saat olahraga seperti ini.

Cintia mengerutkan dahinya saat mendengar suara Adiyaksa yang tertawa cukup keras. Hanya saja batang hidung laki-laki itu belum terlihat. Kepala Cintia juga mencoba menoleh ke kanan dan kiri sambil berjalan, siapa tahu bisa menemukan Adiyaksa yang tengah tertawa itu.

"Mas," panggil Cintia dengan raut muka yang sama sekali tidak bisa dijelaskan oleh Adiyaksa. 

Laki-laki itu sempat terlonjak kaget saat mendengar panggilan Cintia yang cukup keras, terlebih saat dia berbalik, Cintia sudah berada di belakangnya. Siapa Yang tidak kaget kalau posisinya seperti itu.

"Asik banget kayanya." Adiyaksa mendadak tidak suka dengan perubahan raut muka Cintia, tapi Adiyaksa juga hanya bisa menganggukan kepala setuju. Karena dia memang masih asik berbicara bersama temannya. 

"Iya, ini mas ketemu temen mas waktu SMA namanya Diana."

"Kenalin dek, ini Diana. Di, ini Cintia, tadi datang kesini sama aku." Cintia pun sontak menatap wanita yang bernama Diana itu dengan tatapan tajam. Cintia sungguh ingin tahu siapa sebenarnya Diana ini.

Tidak mungkin kalau hanya teman sekolah tapi sedekat itu interaksinya. Cintia jadi sedikti curiga dengan dua orang di hadapannya ini.

"Ayo mas, pindah." Cintia menarik tangan Adiyaksa ke arah lain yang dianggap lebih sepi. Cintia pun sama sekali tidak melirik Diana, karena tidak penting juga menurutnya.