Kedua orang tua Dreena pun panik, terutama sang Mama. Ia begitu mencemaskan keadaan putri semata wayangnya itu. Ia takut jikalau Dreena mengalami penyakit yang berbahaya. Setelah memberikan surat rujukan, dokter pribadi keluarga itu pun mohon pamit.
Tanpa menunggu lama lagi, tubuh Dreena digendong oleh Papanya menuju mobil. Melihat keadaan Dreena yang digendong oleh Andres, asisten rumah tangga mereka pun ikutan panik. "Non Dreena kenapa, Tuan?"
"Tidak tahu, tolong cepat panggilkan Pak Arya, Bi. Kita harus ke rumah sakit sekarang!" perintah Andres yang terus berjalan ke luar rumah.
Kalau pagi seperti ini, biasanya sopir itu masih bersantai di kamarnya. Sementara menunggu pak Arya, Sekar bergegas menyiapkan segala keperluan untuk membawa Dreena ke rumah sakit. Sekar hanya menyiapkan segala keperluan administrasi. Ia berharap jika anaknya tidak mengalami hal yang serius.
Pak Arya pun sudah siap, dan bergegas masuk ke dalam mobil. Sebelumnya ia membukakan pintu mobil penumpang untuk majikannya yang sedang menggendong putrinya yang sedang sakit. Dari arah dalam rumah, Sekar menghampiri mobil itu dan masuk ke dalam mobil.
"Cepat ya, Pak!" tutur Sekar yang mulai menitikkan air mata.
Sesuai arahan sang majikan, sopir pribadi keluarga Leandro pun tanpa berpikir panjang segera menginjak pedal gas. Security rumah itu juga sudah bersiap-siap dengan membuka pintu gerbang. Semua penghuni rumah itu tampak panik dan mencemaskan keadaan Dreena.
Sejurus kemudian, mobil sedan mewah berwarna hitam metalic melaju meninggalkan kediaman keluarga Leandro. Berapa kali baik Sekar ataupun Andres menyuruh pak Arya agar mempercepat laju mobil yang ia kemudikan.
Kondisi Dreena semakin parah, darah terus mengalir di rongga hidung dan telinganya. Dreena pun hanya dapat berkata dengan suara paraunya. "Ma, Pa, kepalaku sakit sekali. Aku juga merasa mual. Kenapa aku mimisan tidak berhenti-henti? Lalu kenapa telingaku juga berdarah?" Suara parau Dreena terdengar lirih. Ia berbicara dengan kedua mata yang terpejam.
"Sabar, Dree kamu tidak apa-apa kok. Kamu pasti baik-baik saja. Mama dan Papa akan membawamu ke dokter sekarang. Pasti kamu cuma kecapekan saja, kamu tenang ya Sayang." Sekar berusaha menenangkan putrinya.
"Ya Sayang, kamu harus kuat. Pak, tolong lebih cepat lagi ya!" tambah Andres dengan raut wajah paniknya.
Sedari tadi Sekar juga hanya dapat menitikkan air mata. Berapa kali ia menyeka air matanya dengan tissue. Sembari dirinya menghapus aliran darah dari hidung dan juga telinga putrinya itu.
"Baik, Tuan. Saya sudah dengan kecepatan maksimal," tukas pak Arya yang juga ikutan panik. Ia sudah lama bekerja bersama keluarga Leandro. Jadi apabila terjadi sesuatu kepada keluarga ini, ia pun turut merasakan dukanya.
***
Tidak sampai setengah jam, mobil sedan mewah hitam metalic pun memasuki kawasan rumah sakit. Segera saja berhenti tepat di pintu masuk Instalasi Gawat Darurat. Pak Arya bergegas keluar dari dalam mobil dan memanggil petugas medis untuk segera membawa Dreena ke ruang IGD.
Andres pun keluar dari mobil sembari mengendong Dreena. Di susul oleh Sekar yang membawa beberapa keperluan untuk Dreena. Tidak lama sebuah brankar yang didorong oleh beberapa petugas medis menghampiri Andres dan Sekar.
Dengan bantuan paramedis Dreena dibaringkan di atas brankar tersebut. Lalu paramedis dan semua orang yang membawa Dreena ke rumah sakit ini berlari mendorong brankar Dreena menuju ruang IGD.
"Maaf, Pak, Bu silahkan tunggu di sini! Biar kami petugas medis yang akan menangani kondisi pasien," ucap salah satu petugas medis itu.
"Tapi ... baiklah, tolong sembuhkan anak kami ya! Kami tidak tahu apa yang terjadi olehnya," tukas Andres yang terlihat putus asa.
"Insya Allah, Pak. Kami akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Pihak keluarga harap tenang dan sabar ya. Berdoa saja agar anak Bapak dan Ibu tidak mengalami hal yang serius." Petugas medis itu berpesan sebelum akhirnya memasuki ruang IGD dan menutup rapat pintu ruangan itu.
Mereka bertiga tampak panik, terlihat wajah-wajah penuh kekhawatiran terlukis jelas di antara mereka. Sekar dan Andres tampak terpukul sekali. Mereka duduk di kursi tunggu persis di depan ruang IGD itu. Sekar memikirkan tentang liburan yang diinginkan oleh putrinya batal saat ini.
"Maafkan, Mama. Kali ini permintaan kamu belum bisa terpenuhi." Sekar berkata pada dirinya sendiri. Matanya pun semakin berkaca-kaca dan sembap.
Di sisinya sang suami menguatkan. Dengan bersandar pada bahu Andres membuat Sekar setidaknya lebih tenang. Ia bersyukur karena ada suami yang selalu menemaninya di kala suka maupun duka.
Meski banyak di luar sana yang mungkin iri dengan Sekar. Seorang perempuan kampung berkulit kuning langsat yang beruntung dapat memiliki suami seorang bule Eropa. Bisa dipastikan wajah Dreena blasteran ala bule-bule Eropa perpaduan manisnya perempuan tanah jawa.
Bahkan Sekar tidak pernah menyangka jika Andres yang asli dari negara Spanyol bisa terpikat olehnya yang asli orang Jepara. Karena menikah dengan Andres kehidupannya jadi berubah. Kini ia menjadi nyonya Leandro dan pemilik butik rajut bernama Sekar Rajut Collection di bilangan Jakarta.
Ketika kedua majikannya tampak berduka tenggelam dalam pikiran masing-masing. Sopir mereka pun mohon izin untuk memarkirkan kendaraan mereka pada tempat yang seharusnya.
"Maaf, Tuan, Nya saya izin parkirkan mobil dulu ya," izin pak Arya.
"Iya, Pak silahkan!" sahut Andres dengan mata yang memerah menahan isak.
Pak Arya hanya mengangguk sekali seraya membungkukkan tubuhnya memberi ungkapan rasa hormat kepada kedua majikannya.
Selepas pak Arya pergi, keluarlah sang dokter memberikan kabar kondisi keadaan Dreena. Baru saja pintu terbuka, kedua orang tua Dreena langsung berdiri dan bertanya berbarengan.
"Bagaimana keadaan anak kami, Dok?"
"Baiklah Pak, Bu silahkan ikuti saya ke ruangan saya," tukas pria berjas putih itu.
Mereka bertiga sudah sampai di sebuah ruangan. Dokter itu mempersilahkan mereka duduk dan mulai membacakan hasil diagnosis pemeriksaannya. "Jadi menurut hasil pemeriksaan kami, para tim medis mendiagnosis jika sebenarnya putri Bapak dan Ibu mengalami ... kondisi penyakit yang sangat langka, yakni sebuah penyakit bernama Porfiria," papar sang dokter.
"Apa Porfiria itu, Dok?" tanya Andres menautkan kedua alisnya penuh tanda tanya di sekitar kepalanya.
***