Chereads / The Devil's Revenge / Chapter 21 - Wedding

Chapter 21 - Wedding

Tidak perlu waktu lama untuk mempersiapkan segalanya. Hal seperti ini, sungguh tidaklah sulit bagi mereka yang terpandang seperti Regan, karena semuanya bisa teratasi dengan mudah. Sangat tidak mungkin sang pemilik perusahaan besar itu membuat sembarangan pesta, apalagi ini adalah sebuah pesta sakral yang akan dijalaninya sendiri.

Buktinya, semua kemewahan yang bertemakan pernikahan kini benar-benar terpampang sempurna di dalam gedung hotel megah dan besar itu.

Para undangan yang hadir tidak sembarangan. Mereka adalah orang-orang terpandang yang sedang sederajat dengan Regan. Para wartawan pun tak luput dari penglihatan, mereka tampak begitu antusias untuk mengambil gambar atau video di acara sakral sang pengusaha yang masih terbilang muda itu.

Ini benar-benar membuat para wanita lain merasa iri dengan wanita yang akan menjadi pasangan Regan sebentar lagi.

Siapa yang tidak akan menikah, apalagi menikah dengan seorang pria mapan seperti Regan?

Semua wanita pasti akan berlomba-lomba untuk mendapatkan seorang Regan dan menjadikan suaminya bagaimana tidak, pria itu memiliki kesuksesan yang sangat besar dan sudah dipastikan siapapun yang hidup bersamanya pasti hidupnya akan nyaman dan terlindungi.

Tentu saja menikah adalah impian semua orang.

Sebagai seorang perempuan dewasa, Rachelia pun selalu bermimpi tentang pernikahan. Menikah dengan kekasih yang sangat dicintai, mengucapkan janji suci di hadapan Tuhan, menyematkan cincin pada jari manis mereka, lalu melempar buket bunga. Oh ... bahkan mungkin saling mengecup bibir mesra di hadapan para tamu undangan sebagai tanda bukti bahwa mereka telah resmi menjadi sepasang suami-istri.

Bukankah itu benar-benar manis?

Manis sekali memang. Dan mimpi itu akhirnya tercapai. Rachelia benar-benar cantik memakai gaun putih yang panjang itu. Pesta pernikahan yang mewah dan meriah. Menjadi calon istri seorang pengusaha kaya. Namun, pernikahan yang ia jalani hari ini benar-benar berbeda dengan yang selama ini diharapkan. Perasaan bahagia yang juga disertai kekecewaan, sungguh membuat pikirannya berkabut. Perasaannya menjadi tak menentu. Tak bisa dipungkiri saat perasaan bahagia itu menghampiri hatinya dengan mudah.

Bahagia karena sebentar lagi dia akan menjadi seorang istri.

Lalu perasaan kecewa saat ia mengetahui bahwa laki-laki yang akan menjadi calon suaminya itu telah berbeda.

Regan bukan lagi sosok pria ramah dengan senyuman hangat yang selalu dilihatnya ketika dia tengah bersama Valerie. Pria itu benar-benar sudah berbeda. Ia bahkan tidak percaya bahwa pria itu adalah Regan yang dulu. Lelaki itu berubah bak binatang buas yang mempermainkan mangsanya terlebih dahulu, setelah merasa puas, barulah dimakan hidup-hidup. Pria itu seperti predator yang menakutkan.

Apalagi setelah kejadian kemarin di mana Regan menyerang perempuan itu dengan brutal. Memperlakukan dirinya seperti wanita murahan bahkan mungkin bisa dibilang lebih dari itu, membuat hatinya menciut.

Mengingat hal itu, perutnya terasa dikoyak sehingga ingin memuntahkan sesuatu tepat di wajah pria pencabut nyawa itu.

Gadis itu, ah bukan lagi ….

Wanita itu hanya bisa pasrah menerima semua kenyataan pahit yang menyerangnya. Matanya berkaca-kaca. Tidak ada lagi yang bisa ia lakukan selain meneteskan liquid bening itu. Dia hanya bisa merenungi nasib kehidupannya yang entah akan menjadi apa setelah ini.

Dengan langkah pelan dan bergetar, Rachelia menuju altar, menghampiri sang pengantin pria yang tampil gagah dengan setelan broken white-nya. Membiarkan air mata yang sudah menetes di pipinya, tidak memperdulikan orang-orang yang berada di sisi kiri dan kanan yang tengah memandang kagum akan kecantikannya hari ini.

Pikirannya yang benar-benar kosong itu membuatnya tanpa sadar bahwa dia sudah mencapai titik tujuan. Ia tersadar ketika merasakan tangannya digenggam erat oleh Regan yang sejak tadi melemparkan tatapan sinis ke arahnya.

Setelah hampir lima belas menit berdiri di tempat itu, perjanjian suci tersebut akhirnya terlaksana dan berakhir dengan moment di mana kedua mempelai dipersilakan untuk berciuman.

Regan menangkup kedua pipi Rachelia dan mengecup pelan bibir itu. Hanya sebuah kecupan biasa. Tanpa tindakan melumat sedikit pun. Matanya terpejam, seakan menikmati kecupan sayang itu sehingga terkesan lembut dan penuh perasaan ketika orang lain melihatnya.

Damn!

Regan kemudian kembali menarik kepalanya dan menatap wajah Rachelia lekat. Wajah mereka masih sangat dekat, pria itu lalu berujar dengan suara setengah berbisik, "Selamat datang di nerakamu, Sayangku."

Mendengar kalimat tenang namun penuh dengan ancaman itu membuat air mata Rachelia tak dapat dibendung lagi, air matanya mengalir deras dengan tatapan bencinya yang ia lemparkan pada iris biru Regan. Tidak ada satu pun kalimat yang dia ucapkan. Bibir bergetarnya hanya bisa terkatup rapat.

"Para tamu akan menyapa kita sebentar lagi. Air mata ini tidak boleh terlihat oleh mereka. Mengerti?" lanjutnya lagi sembari menyeka air mata Rachelia dengan seringaian bengisnya. "Good girl … kau benar-benar terlihat rendah di bawah kekuasaanku, jalang."

"Hei … apa yang sedang mengganggu pikiranmu?"

Suara wanita itu berhasil membuat Rachelia tersadar dari lamunannya lalu menoleh dan menggeleng ringan. Saat ini Rachelia berada dalam ruangan untuk memperbaiki riasannya untuk melakukan resepsi satu jam lagi, dia juga diminta untuk beristirahat sebentar.

Wanita yang baru saja mengajaknya mengobrol itu kemudian menghampirinya dan terlihat tampak tidak puas dengan gelengan yang dapat diartikan sebagai 'tidak apa-apa' darinya itu. Sehingga membuatnya kembali meyakinkannya dengan kata-kata.

"Aku sungguh tidak apa-apa, Grace."

Grace adalah seorang wanita cantik yang tampak berusia tiga puluh enam tahun, saudara sepupu Regan. Ia berdiri tepat di samping Rachelia sembari mengusap sayang punggung kecilnya. Entah kenapa, sejak tadi, ia bisa melihat seperti ada sesuatu yang disembunyikan oleh wanita itu. Maka dari itu, Grace memutuskan untuk menghampiri wanita yang tengah menatap kosong ke arah seseorang yang berada di luar ruangan tak jauh dari mereka.

"Kau tahu Regan sudah seperti adik kandungku sendiri. Ia selalu menceritakan apa saja yang terjadi kepadaku. Dan kau yang sekarang sudah menjadi istrinya pun bisa bercerita apa pun itu. Kau juga adikku, sama seperti Regan," ujar Grace sembari menangkup pipi Rachelia dan menatapnya lembut.

Mata Rachelia berkaca-kaca mendengar penuturan Grace. Sungguh, dia merasa beruntung karena masih ada orang yang rupanya mempedulikan dirinya di saat seperti ini.

"Bolehkah aku memelukmu?" tanya Rachelia meminta persetujuan.

Namun tanpa perlu memberikan jawaban, Grace langsung mendekap tubuh mungilnya erat. Dia pun membalas pelukan wanita itu tak kalah erat. Menumpahkan air mata di bahu wanita itu. Ia tidak sanggup lagi menahan isakan yang memang sejak tadi ia tahan. Sungguh, wanita yang tengah mendekapnya ini benar-benar baik dan tulus.

"Terima kasih, Grace," lirihnya yang membuat Grace tersenyum hangat lalu melepas pelukannya. Tangannya terulur menyeka air mata Rachelia dengan lembut.

"Hari ini kau benar-benar cantik, Rachelia. Jangan merusak kecantikanmu hanya karena air mata ini."

Rachelia hanya terkekeh ringan mendengar pujian Grace.

Setelah terdiam beberapa menit, Grace mulai mengalihkan pembicaraan lain. "Kau mau mendengar sesuatu tentang Regan?"

Rachelia menoleh seketika saat Grace menanyakan hal itu. Alisnya sedikit berkerut samar seraya mengangguk ringan.

"Pria itu benar-benar dingin. Dan karena sikapnya yang seperti itu, orang-orang jadi enggan untuk berdekatan dengannya. Dia bahkan tidak memiliki teman, aku tahu itu," kata Grace panjang lebar.

Wanita itu benar-benar antusias untuk membuat Rachelia sedikit terhibur. Namun apa yang terjadi?

Raut wajah gadis itu tidak berubah sama sekali. Tetap datar dan tenang. Grace berdeham singkat, lalu kembali bersuara. "Ah, ya. Aku baru ingat. Dia ternyata memiliki satu tekan. Namun pria itu tidak bisa hadir saat ini."

Hanya itu? Lalu apa lagi?

Rachelia tersenyum tulus menanggapi. Sebenarnya, tanpa diberitahu pun, dia sudah tahu, bahkan mungkin lebih buruk dari apa yang wanita itu ketahui. Namun apalah uang ada dalam benak Grace? Wanita itu tidak mengetahui keburukan sepupunya yang lebih parah dari itu.

Regan adalah pria yang menyayangi seorang gadis, dan memilih gadis itu sebagai pasangan terakhir hidupnya.

Yeah. Mungkin seperti itu kalimat yang tepat untuk menyimpulkan pemikiran yang ada di kepala Grace saat ini