Gadis itu melangkah dengan langkah pelan, koridor demi koridor sekolah yang sudah lengang itu ia lewati, matanya bergerak seolah mencari seseorang. Seorang gadis lebih tepatnya. Gadis cantik yang siang tadi mendapat perlakuan kurang baik dari anak-anak perempuan lain.
Gadis tersebut terkena perundungan atau bullying dari gadis-gadis yang sepertinya iri pada gadis berparas cantik itu.
Langkah pelan itu akhirnya terhenti ketika bola matanya menangkap sosok gadis yang tengah terduduk di bangku taman belakang sekolah. Dari arah belakang, ia dapat melihat baju gadis itu yang lusuh dan kotor, tidak sebersih pagi tadi ketika ia baru saja memasuki ruangan kelas.
"Hai!" sapanya ragu setelah ia mendekati sosok itu. Membuat Gadis itu terlonjak kaget dan langsung menoleh ke arahnya.
Ia dapat melihat ekspresi takut yang tercetak jelas dari wajah gadis itu ketika melihat dirinya.
"Hai … tidak apa-apa. Aku tidak akan menyakitimu," katanya menenangkan seraya mengusap bahu itu dengan hati-hati.
"Kau murid baru?" tanyanya lagi hanya sekedar berbasa-basi, tentu saja dia anak baru. Toh, hari ini adalah hari pertamanya masuk sekolah dan memperkenalkan diri.
Melihat gadis itu tampak gelagapan Rachelia tersenyum tulus ke arah gadis itu yang tampak pias. "Perkenalkan namaku Rachelia, tetapi teman-teman lebih sering memanggilku Rachel. Oh iya, aku teman sekelasmu. Apa tadi kau tidak melihatku?"
Dengan sedikit ragu, gadis itu menjawab masih dengan suara tergagap dan nada pelan. "Va—Valerie. Namaku Valerie."
Tangannya terulur untuk membalas uluran tangan milik gadis yang bernama Rachelia itu, lalu tangan keduanya berjabat dengan erat. Membuat sang empunya tersenyum manis.
"Hai, Vale … senang bertemu denganmu."
Gadis yang sejak tadi terlihat pucat dan sedikit murung itu kini perlahan-lahan balas tersenyum. "Ya, aku juga. Terima kasih, Chel."
Mata Rachelia membola. "Chel?"
Gadis itu tampak bingung. "Iya, Chel … Rachel. Atau kamu tidak menyukainya?"
Rachelia kembali menggeleng cepat. "Tidak … bukan seperti itu. Tentu saja aku menyukainya, hanya saja baru kamu yang memanggilku dengan 'Chel'" ujarnya seraya terkekeh.
Valerie balas terkekeh. Untuk hari ini baru sekarang dia bisa tertawa bebas. Sejak tadi dia hanya dipenuhi rasa takut, terlebih lagi saat beberapa gadis di kelasnya mulai menatapnya tidak suka.
"Aku juga suka kau memanggilku dengan Vale," ucapnya dengan nada mencicit.
Setelah mengatakan kalimat itu, dia pun turut tersenyum manis pada Rachelia. Matanya benar-benar tidak bisa teralihkan pada wajah gadis cantik di hadapannya. Tidak hanya cantik, gadis itu benar-benar baik dan memiliki hati yang tulus. Entah kenapa murid perempuan lain seakan tak suka dengan kehadirannya sebagai murid baru di sekolah ini.
Namun, gadis ini berbeda ….
****
Jantung Rachelia seakan direnggut paksa ketika Regan melangkah ke arahnya. Tidak cepat. Sungguh, langkah pria itu sangat santai, namun bukan itu yang membuat Rachelia juga turut melangkah mundur, tetapi wajah dan sorot matanya. Wajah pria itu menggelap, sorot matanya memancarkan kebencian yang sangat mendalam, belum lagi seringai licik yang melengkung sangat jelas di salah satu bibirnya.
Benar-benar menyeramkan.
Dengan cepat, pria itu menangkap salah satu pergelangan tangan Rachelia, membawa gadis itu mendekat lalu menarik kasar segenggam rambutnya hingga membuatnya terdongak dan langsung meraup bibir gadis itu melumatnya dengan rakus dan kasar. Tangannya dengan cepat bergerak meninggalkan pergelangan tangan lalu berpindah ke pinggang kecil gadis itu. Memeluk erat sembari memperdalam kecupannya..
Mata Rachelia terpejam erat, menahan rasa sakit yang ada pada bibir dan rambutnya. Sungguh, Rachelia benar-benar tidak menyangka ini akan terjadi. Terlalu cepat, sangat cepat. Sehingga ia tidak sempat menghindar. Bibirnya yang sebelumnya memang sedikit terbuka membuat Regan dengan mudah menyelusupkan lidahnya. Kedua tangan kecilnya berusaha memukul serta mendorong dada dan perut Regan agar menjauh.
Namun, semua perlawanannya sia-sia, ia sama sekali tidak bisa melawan kekuatan besar yang dimiliki oleh Regan, dan hanya bisa pasrah menerima apa pun yang akan dilakukan pria itu pada tubuhnya. Meskipun begitu, dia tetap berusaha melawan dan mencoba melepaskan diri.
"Kau benar-benar akan hancur malam ini, Rachel!"
Regan berkata demikian yang langsung membuat gadis itu meronta hebat. Dengan tangan tangannya yang masih mencengkeram rambut gadis itu, ia mendorongnya hingga gadis itu terjatuh dengan punggung yang mendarat tepat di atas tempat tidur, membuat gadis itu meringis kesakitan akibat punggung yang yang terbanting kuat. Bibir Regan kembali menyeringai ketika melihat posisi Rachelia dengan paha mulusnya yang nyaris terlihat keseluruhan akibat gaunnya yang sedikit tersingkap.
Perempuan itu berusaha menyeret tubuhnya, bergerak mundur dengan kedua siku yang menopang tubuh bergetarnya, berusaha menjauh dari pria iblis yang sudah mulai bergerak merangkak naik di atasnya itu.
"Jangan lakukan itu. Please …." Penglihatannya sudah buram akibat air mata yang sebentar lagi akan mengalir turun melewati pipi tirusnya. Namun, Regan tidak mengindahkan permintaannya.
"Bukankah sudah aku bilang? Permainanku belum selesai dan akan aku tuntaskan malam ini."
Gadis lemah itu semakin memberontak ketika ia merasakan beban tubuh Regan yang sekarang sudah berhasil menindihnya. Tangannya bergerak memukul kuat lengan kekar laki-laki itu, mendorong dadanya agar menjauh. Tetapi semua yang ia lakukan benar-benar tidak menghasilkan apa-apa. Pria itu bahkan tidak bergeser barang sedikit pun.
Hati Regan memanas ketika merasakan pukulan dan dorongan tangan kecil gadis itu. Sungguh, usaha Rachelia itu tidak ada artinya sebenarnya, hanya saja Regan merasa bahwa gadis sialan itu menolak keinginannya.
Gadis murahan itu menolaknya? Berani sekali.
Regan mengubah posisinya, menduduki paha gadis itu lalu menampar Rachelia dengan kekuatan yang sangat kuat. Begitu sangat kuat, sehingga hanya sekali tamparan pun sudah berhasil membuat sudut bibir itu sedikit mengeluarkan bercak darah. Demi Tuhan, Regan benar-benar tidak bisa menahan diri lagi.
Persetan dengan emosinya yang selama ini tertahan. Pria itu akan benar-benar melakukannya. Ia akan membuat kehidupan Rachelia berubah. Ia akan mematahkan apa pun yang ada dalam diri perempuan itu, malam ini juga.
Regan melepas dasi yang masih bertengger di kerah kemeja yang dia kenakan, sementara tangannya yang lain menahan kedua pergelangan tangan Rachelia yang sejak tadi memukulnya dengan brutal.
"Menjauh dariku. Aku mohon!"
"Kau akan menjadi pelacurku mulai malam ini. Oh, bukan, bahkan setiap menit jika aku mau," ucapnya kasar sembari mengikat kedua pergelangan tangan gadis itu dengan dasi.
"Kau pria gila, tidak punya perasaan! Sungguh, kau iblis kejam!"
Rachelia terus melontarkan umpatan-umpatan kasar yang sekiranya bisa menyadarkan pria brengsek itu agar menghentikan niatannya untuk tidak melecehkan dirinya.
Regan hanya terkekeh. "Aku bahkan sudah mendengar yang lebih kasar dari itu."
Gadis itu menjerit keras. "Oh tidak, apa yang kau lakukan? Jangan!"
Jeritan frustrasi itu keluar begitu saja dari bibir Rachelia saat ia merasakan dinginnya udara kamar yang langsung menyapa pahanya yang terbuka. Regan baru saja menyingkap dress yang dikenakannya. Tidak, bukan hanya itu, pria itu bahkan sudah berhasil melepaskan sesuatu yang menutupi pusat tubuhnya dengan mudah.
Oh Tuhan! Biarkan aku mati saja kalau pria itu benar-benar berhasil menyentuhku. Aku mohon!