Chereads / The Devil's Revenge / Chapter 20 - Phobia

Chapter 20 - Phobia

Setelah malam itu, di mana Regan memperkosanya dengan brutal, Rachelia tidak pernah merasa tenang. Rachelia takut kalau Regan akan datang dan kembali memperkosanya dengan kejam.

Seperti sebelumnya, jam tidurnya tidak bisa dikatakan normal, terbangun walau hanya suara-suara kecil. Nyalinya menciut mengingat perlakuan Regan, takut kalau pria itu kembali menyerangnya. Demi tuhan! Itu benar-benar menjijikkan.

Wanita itu menarik napas dalam-dalam, lalu kembali menghembuskannya pelan. Matanya terpejam, menikmati hembusan angin yang menerpa wajahnya yang cantik. Kedua lengannya diletakkan di atas terali besi itu. Tempat ini telah menjadi tempat favoritnya. Di sini dia akan merasa bebas, bebas mengekspresikan segalanya. Bersedih dan memohon agar Tuhan bisa menolong dan membebaskannya dari neraka yang diciptakan oleh Regan.

Bunyi kunci dan pintu yang dibuka membuat matanya perlahan terbuka, suara decitan itu terdengar dari luar membuatnya waspada dan memilih bersembunyi dibalik pintu balkon.

Regan yang masuk dan tidak menemukan Rachelia didalam kamar kembali menyulut emosinya.

"Rachelia?" panggilnya dengan nada berteriak. Di balik pintu Rachelia menggigil ketakutan mendengar suara Regan yang menggelegar memanggil namanya.

"Kau di mana, huh? Berhenti bermain-main atau kau ingin kembali merasakan apa yang kita lakukan malam itu?" Regan berjalan ke arah balkon bak predator mengintai mangsanya tak lupa bibirnya membentuk seringai licik saat melihat pergerakan di balik pintu.

"Hup ... kau tertangkap, Sayang."

Tubuh Rachelia bergetar. Entah mengapa perasaannya semakin tidak enak dengan penampilan Regan. Apalagi saat melihat tatapan tajam milik pria itu yang bergerak dari ujung kaki hingga kepalanya, lalu kembali menatap matanya. Lelaki terkutuk itu seolah mengamati tubuhnya.

"Jadi kau ingin bermain-main, Rachel? Kenapa kita tidak bermain saja di atas tempat tidur, itu lebih enak dan seru. Bukannya bermain petak umpet seperti anak kecil." Tubuh Rachelia mundur ketakutan melihat Regan semakin mendekatinya.

"Aku merindukan tubuh seksi ini, Rachelia." Regan lebih mendekat. Langkah Rachelia seketika terhenti di pinggiran balkon, tubuhnya berhenti kala melihat ke bawah, tidak ada lagi cara untuk menjauh karena Regan semakin mendekat.

"Berhenti! Jangan mendekat ...." Jantungnya seakan direnggut paksa ketika Regan melangkah ke arahnya.

Tidak cepat. Sungguh, langkah lelaki itu terlihat santai. Namun, bukan itu yang membuat Rachelia turut melangkah mundur ketakutan, tetapi wajahnya. Wajah Regan menggelap, sorot matanya memancarkan kebencian yang sangat mendalam, belum lagi seringai licik yang melengkung sempurna sangat jelas di bibirnya. Benar-benar sangat menyeramkan.

Rachelia bergantian melihat ke arah balkon dan Regan, tubuhnya semakin menggigil ketakutan melihat seringaian menakutkan itu. Tidak ada pilihan lain atau Regan akan kembali melecehkannya. Demi tuhan, lebih baik dia mati daripada malam itu kembali terulang lagi.

Tanpa sadar Rachelia berteriak, "Aku akan lompat, Regan!"

Namun, Regan seolah tidak peduli. Justru dia semakin mendekati Rachelia dengan langkah pelan namun pasti.

Rachelia dibuat kelimpungan. "Aku serius, Regan. Aku akan lompat, jangan mendekat!"

Rachelia kini menangis, sebenarnya ia sangat takut dengan ketinggian. Dia phobia ketinggian sejak kecil, dan sekarang ia tengah bermain-main dengan phobianya—ketinggian. Terlihat lucu, bukan?

Regan terkekeh. "Silakan, dan kita lihat bagaimana tubuhmu akan jatuh dan hancur berkeping-keping—pyaarrrrrr ...." Regan menirukan suara jatuh dan kembali tertawa keras. "Dan aku akan sangat bahagia menyaksikan itu," ucapnya puas.

Sedetik kemudian hati Regan mencelos, tanpa sadar tangannya terulur menarik Rachelia yang benar-benar melompat, ancaman yang baru saja dilontarkan bukan sekedar ancaman belaka. Sedetik saja Regan kalah cepat, wanita itu pasti benar-benar hancur menyentuh lantai.

Regan menarik Rachelia ke atas, ia sangat marah kepada wanita itu tetapi lebih marah kepada dirinya sendiri. Entah apa yang merasukinya sehingga menyelamatkan wanita itu, belum satu menit ia berkoar-koar dengan sombongnya akan sangat bahagia kalau Rachelia benar-benar mati. Namun, lihatlah dirinya sekarang malah menyelamatkan musuhnya dengan perasaan takut. Regan merasa sangat munafik, sialan!

"Sialan! Apa yang kau lakukan, huh?" Regan membentak Rachelia setelah ia berhasil menyelamatkan wanita itu.

Tubuh Rachelia semakin menggigil, ia baru saja selamat dari kematian. Rachelia tidak tahu dapat keberanian dari mana untuk mencoba bunuh diri, padahal ia phobia ketinggian. Ia sudah membayangkan kalau tubuhnya akan hancur berkeping-keping setelah mendarat di lantai. Tetapi, ternyata ia masih selamat. Dan lucunya, pria iblis itu yang menyelamatkannya. Entah karena alasan apa?

"Jawab aku, sialan!" Regan maju mencengkram pundak Rachelia.

Wanita itu meringis, ketakutannya semakin bertambah. Rachelia masih syok, tetapi Regan seperti tidak mengerti akan perasaannya. Demi tuhan, ia baru saja selamat dari kematian, bahkan mengeluarkan satu kata pun ia tidak sanggup. Saat ini yang dibutuhkan Rachelia, Regan pergi dan membiarkannya sendiri. Sesuatu yang sama sekali tidak akan dikabulkan oleh Regan.

"Kenapa kau masih menolongku?" Hanya suara cicitan yang bisa dikeluarkan oleh Rachelia.

Regan terdiam, pertanyaan dari Rachelia pun tidak bisa dijawabnya. Ia saja tidak mengerti kenapa menyelamatkan musuhnya yang sangat ingin dibunuhnya, tetapi melihat wanita itu benar-benar akan meregang nyawa di depannya membuatnya ketakutan. Entah karena apa?

"Aku hanya tidak ingin ada yang mati di rumahku." Regan menjawab dengan suara datar setelah lama terdiam.

Rachelia mendongak dengan tatapan marah. "Kau seharusnya tidak menolongku. Aku lebih baik mati daripada tetap tinggal bersama monster seperti dirimu," ucap Rachelia berteriak marah.

Bohong, kalau Rachelia menginginkan mati dengan cara bunuh diri. Ia juga sangat ketakutan, tetapi ia sengaja memberi ancaman terhadap Regan.

Rahang Regan kembali mengetat. "Tidak secepat itu, Rachelia. Kematianmu belum untuk sekarang, ini belum seberapa dibanding apa yang kau lakukan kepada Valerie."

"Regan, tetapi aku tidak tahu apa-apa tentang Valerie—"

Dengan kasar Regan menarik rambut Rachelia hingga mendongak. "Jangan ucapkan nama adikku dengan mulut kotormu itu, Rachel! Sialan kau!"

"Bunuh aku, Regan!"

Regan kembali gelap mata, ia semakin mencengkeram rambut Rachelia bahkan mendorong tubuh Rachelia kembali mendekati terali besi penghalang balkon.

Rachelia kembali meringis, merasakan rasa perih di kulit kepalanya seakan rambutnya tercabut semua. Terlebih lagi kini Regan mendorong kepalanya mengarah ke bawah.

Tanpa sadar ia memohon kepada pria iblis itu. "Regan ... please!"

Regan sudah gila, apakah pria itu benar-benar akan membunuhnya? Jadi apa maksud dari menyelamatkannya tadi?

Namun, Regan semakin mendorong kepala Rachelia, pria itu dapat merasakan tubuh Rachelia bergetar ketakutan.

"Aku takut, please. Aku mohon lepaskan aku, Regan!"

Rachelia kembali menjatuhkan harga dirinya dengan memohon kepada pria monster itu. Tetapi sungguh, ia sangat takut melihat secara langsung betapa tingginya tempat mereka sekarang. Rachelia tidak yakin kalau ia masih bisa selamat kalau tubuhnya menghempas lantai di bawahnya.

"Jangan pernah lagi menyebut nama Valerie, sialan!" Gerald mendesis di dekat telinga Rachelia.

"Ya ... iya, Regan." Rachelia kembali menangis, sangat membenci dirinya yang kembali tunduk kepada pria itu.

Pria itu menarik dan mendorong tubuh Rachelia dengan keras membentur tembok di belakang mereka.

Rachelia terduduk sambil memegangi punggung belakangnya dengan air mata yang terus mengucur, seluruh tubuhnya sakit terlebih dengan hatinya. Ah ... punggungnya pasti akan kembali memar.

"Ingat dua hari lagi kita akan menikah!"

"Aku membencimu! Kau pria biadab yang tak pantas hidup."

"Siap tidak siap kau akan menjadi istriku dan memasuki neraka ciptaanku," desis Regan dengan nada suara yang datar.

"Biadab, aku tidak akan pernah memaafkanmu, Regan." Rachelia berteriak putus asa melihat langkah pria itu yang semakin menjauh meninggalkannya setelah kembali menorehkan luka pada dirinya secara fisik maupun batin.

Rachelia menunduk menghapus air mata yang sedari tadi tidak berhenti mengalir dengan kasar. Ia membenci dirinya sendiri tetapi lebih membenci pria monster itu.