Chereads / The Devil's Revenge / Chapter 9 - Trapped

Chapter 9 - Trapped

Rachelia terbangun dengan rasa pusing yang begitu menderanya, semalam dia tidak bisa tertidur dengan nyenyak, kilasan-kilasan yang terjadi padanya begitu mengganggu. Rentetan-rentetan masalah silih berganti menghampirinya, membuatnya benar-benar diuji.

Alhasil, Rachelia hanya bisa tertidur sekitar dua jam dan dengan terpaksa terbangun untuk segera bersiap ke kantor. Meskipun David sudah memintanya untuk tidak perlu datang ke kantor, dan mengambil cuti untuk beristirahat. Tetapi, tetap saja Rachelia merasa tak enak hati, dia harus bertanggung jawab dengan pekerjaannya.

Sudah cukup dia mendengar desas-desus kalau dia itu memiliki affair dengan David sehingga di anak emaskan. Selama ini memang Rachelia diam saja, toh dia tidak terlalu mempermasalahkan selama perkataan mereka itu tidak benar. Dan ya, Rachelia tidak punya waktu untuk menjalin hubungan dengan seorang pria, terlebih lagi dengan David, yang punya kehidupan yang begitu sempurna.

Bukannya terlalu percaya diri, tetapi Rachelia sangat tahu kalau selama beberapa bulan ini David melakukan pendekatan padanya. Tetapi, sekali lagi Rachelia sadar diri, dia tidak ada apa-apanya dibanding David. Pria baik hati itu bisa mendapatkan wanita yang jauh lebih baik darinya. Hidupnya begitu hancur, dan tidak terarah tidak bisa disandingkan dengan kehidupan sempurna milik David. Rachelia sama sekali tidak pantas dengan pria sesempurna David.

"Lagi mikiran apa, Chel?" Audrey menarik kursinya untuk mendekat ke arah Rachelia.

Rachelia yang sejak tadi melamun segera menoleh. "Ya, ada apa, Audrey?"

Wanita itu tidak menanggapinya. Tangan Audrey kemudian terulur menyentuh kening Rachelia. "Kamu sakit ya, Rachel? Wajah kamu pucat banget."

Rachelia segera menyentuh keningnya, dan memang benar, di sana serasa hangat.

"Aku tidak apa-apa, Audrey. Cuman sedikit pusing, dibawa kerja juga sakitnya pasti akan teralihkan."

Audrey menggeleng, sama sekali tidak setuju dengan perkataan Rachelia. "Tidak bisa seperti itu, Chel, yang ada kamu akan semakin sakit kalau tidak dibarengi dengan istirahat." Audrey kemudian menatap Rachelia dengan tatapan hangat. "Kamu izin hari ini dan pulang istirahat, ya. Nanti aku izinin sama Ibu Cindy untuk menyampaikan izin kamu pada Pak David."

Kali ini, Rachelia yang menggeleng tidak setuju. "Tidak perlu, Audrey. Aku masih bisa menahannya dan aku tidak apa-apa. Aku tidak ingin merepotkan siapa-siapa," jawab Rachelia dengan nada lemah.

Audrey meringis. "Maaf, Chel. Kamu pasti sakit karena gara-gara semalam. Harusnya aku tidak nekat dan memintamu mendatangi tempat itu. Sekali lagi maaf, Rachel!"

Rachelia menatap Audrey dengan lekat dan mendapati tatapan menyesal yang ditampakkan wanita itu. Sejujurnya ada sedikit perasaan marah yang menyelimuti Rachelia, tetapi ini bukan kesalahan Audrey sepenuhnya. Tetapi kesalahan pria brengsek itu. Ya, semua ini karena pria iblis itu.

"Sumpah, Audrey, ini sama sekali bukan salah kamu." Rachelia kemudian tersenyum lembut. "Aku hanya kurang istirahat, dan akhir-akhir ini memang cuaca kurang mendukung, hal itu yang mungkin mempengaruhi kesehatanku."

Audrey masih menatap Rachelia dengan tatapan menyesal. "Serius?"

Rachelia mengangguk. "Aku serius, Audrey," ucapnya lalu mendorong kursi Audrey dengan pelan. "Sudah sana, lanjut kerja. Nanti pekerjaanku tidak selesai-selesai karena kebanyakan ngobrol."

Wanita itu kelihatan masih tidak puas dengan reaksi yang ditunjukkan oleh Rachelia. "Kamu tidak marah lagi, 'kan?"

Mata Rachelia menajam. "Aku marah benaran, mau?"

Audrey segera menggeleng. "Tidak! Jangan marah-marah, cantik."

"Ya sudah, jangan banyak bicara kalau tidak mau aku marah."

Audrey terkekeh. "Siap, bos!"

Keduanya kembali pada kesibukan mereka masing-masing. Keadaan Rachelia berangsur-angsur pulih kembali, sepertinya memang benar rasa sakit akan terlupakan dengan kesibukan bekerja. Sewaktu-waktu cara ini bisa dilakukan kembali, jika Rachelia merasakan sakit dan sebagai bentuk protes terhadap takdir hidupnya.

Sore hari, Rachelia kembali bertandang ke makam Valerie dan Mike. Di sana dia bisa curhat dan berkeluh-kesah dalam keheningan. Tanpa ada yang menyela terlebih lagi menatapnya dengan tatapan kasihan. Rachelia paling benci dengan tatapan itu. Karena itu benar-benar memuakkan.

****

Hari sudah gelap ketika Rachelia memutuskan untuk pulang selepas ia kembali menghampiri kedai bunga milik Mia setelah dari makam sore tadi. Mengunjungi makam Mike dan Valerie memang sudah menjadi kegiatan sehari-harinya sejak sebulan lalu saat Mike meninggalkannya untuk selama-lamanya.

Setibanya di apartemen kecilnya, Rachelia langsung mengempaskan punggungnya ke sofa. Membiarkan tubuhnya berbaring sebentar, tanpa mengganti pakaian yang sejak tadi ia kenakan. Tubuhnya benar-benar lelah hari ini.

Dengan perlahan, gadis itu memejamkan matanya. Namun, tidak cukup sepuluh menit, desahan lolos itu kembali terdengar ketika dentingan bel berupaya mengusiknya.

Dengan langkah gontai, ia akhirnya berderap menuju pintu walau seluruh tubuhnya yang lelah sempat menjerit protes ketika gadis itu mencoba bangkit untuk berdiri.

Rachelia mengernyit bingung saat melihat dua orang lelaki berpakaian hitam tengah berdiri di depan pintu yang baru saja dibuka olehnya.

"Ada apa?"

Pertanyaan polos itu terlontar begitu saja dari bibirnya. ia baru ingin membuka mulut untuk kembali bertanya, namun tiba-tba saja tubuhnya sedikit terhempas ke belakang akibat pintu di depannya yang dibuka setengah itu, terdorong kuat dari luar.

"Hallo, Sweety. Bagaimana kabarmu hari ini?" tanya seorang pria yang baru saja berdiri di ambang pintu.

"R—regan? Ada apa?" tanya Rachelia sekali lagi.

Perasaannya semakin tidak enak ketika Rachelia melihat tatapan tajam milik pria itu. Dia pikir mereka tidak akan bertemu lagi setelah pertemuan terakhir mereka yang bisa dikatakan baik-baik saja saat di klub malam kemarin. Tetapi, kenapa pria itu kembali mendatanginya dan terlihat membawa kemarahan yang begitu besar.

"Aku merindukanmu. Setelah kemarin malam, aku benar-benar tidak bisa melupakanmu. Kau membuatku ketagihan atas dirimu," katanya sembari menampilkan senyuman licik yang membuat nyali Rachelia semakin menciut.

Sialan pria ini! Dia merasa begitu dilecehkan dengan kalimat yang dilontarkannya. Tetapi meskipun kemarahan besar menumpuk di dalam dadanya, sebisa mungkin dia tidak menunjukkannya. Dia tidak ingin menyulut kemarahan pria itu, dan Rachelia sama sekali tidak ingin berurusan dengan pria itu—lagi.

"Maaf. Aku sedang beristirahat."

Dengan cepat tangan Rachelia terulur menutup pintu. Namun, usahanya gagal.

"Tidak bisa! Kau harus ikut denganku."

Gerakan Regan rupanya kalah cepat darinya. Tangan kekar pria itu menahan pintu yang nyaris saja tertutup, lalu mendorongnya kuat sehingga membuat tubuh Rachelia terpelanting jauh ke belakang.

"A—apa yang kau lakukan?" Gadis itu beringsut mundur ketika Regan melangkah cepat ke arahnya, dengan tatapan penuh emosi yang benar-benar mengerikan.

"Kau akan ke mana, sialan?"

Perempuan itu memberontak saat merasa pinggangnya ditarik kasar ketika ia baru saja berbalik untuk menghindar. Kepalan kecilnya memukul tangan Regan yang melingkar sempurna di perutnya. Pria itu dengan gerakan yang cukup kasar mencengkeramnya dan membuat Rachelia mengaduh kesakitan.

"Jangan! Menjauh dariku, jangan sentuh aku!"

"Terlambat! Saat ini kebebasanmu telah usai, saatnya kau menerima hukuman atas segala perbuatan jahat Mike padaku dan Valerie."

Dan setelah itu, entah apa yang dilakukan Regan hingga membuat perempuan itu tidak sadarkan diri dan terjatuh tepat di lengannya.

"Biarkan aku yang membawanya," tegasnya pada dua orang yang berpakaian hitam ketika keduanya mendekat hendak mengangkat tubuh Rachelia yang sudah terkulai lemas tak sadarkan diri.