Tidak ada yang dapat menggambarkan perasaan Rachelia sekarang, selain rasa takut yang sejak tadi begitu setia menohok hatinya. Membuat ia terus menerus memikirkan kata-kata ancaman yang dilontarkan oleh Regan tadi malam.
Ada apa dengan Regan? Mengapa ia berubah menjadi bengis layaknya monster seperti itu? Mengapa pria itu justru menyalahkan dirinya atas kematian itu? Dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang masih saja bersarang di benaknya.
Demi Tuhan! Rachelia benar-benar tidak tahu apa yang sebelumnya terjadi pada Mike dan Valerie. Ia bahkan tidak tahu bahwa kakaknya ternyata memiliki hubungan yang serius dengan sahabat baiknya itu. Dan pada saat Mike meminta bantuannya, gadis itu pun akhirnya membantu tanpa mengetahui bahwa ada masalah besar yang tengah menghampiri keduanya. Sungguh, Rachelia sama sekali tidak tahu apa-apa, tidak tahu masalah yang menimpa Mike dan Valerie.
Rachelia memejamkan mata sejenak. Kilasan-kilasan ketika pertemuan tak terduga mereka dengan Regan, yang dimulai pertemuan di sebuah klub malam yang kemudian melecehkannya dengan kasar, dan terakhir saat pria itu mendatangi apartemennya kembali membayangi benaknya. Setelah pria itu menarik tubuhnya dengan kasar, ia sudah tidak mengingat apa pun yang terjadi, dan ketika terbangun, gadis itu sudah berada di dalam kamar yang luas ini. Entah milik siapa dan di mana, Rachelia sama sekali tidak tahu.
Begitu banyak masalah yang membebani pikirannya. Kehidupan tenangnya sudah mulai musnah, kini kehancuran yang akan menghampirinya. Apalagi ketika mengingat ancaman yang dilontarkan oleh Regan tadi malam, membuatnya semakin frustasi.
Menikah dengan Regan.
Jika boleh jujur, menikah adalah salah satu mimpi terindah bagi Rachelia. Namun, sepertinya sekarang sudah bukan lagi. Bagaimana tidak? Laki-laki itu menikahinya bukan karena cinta. Tanpa perlu dijelaskan lagi, Rachelia sudah tahu alasan dari semua rencana Regan yang sudah disusunnya dengan begitu apik.
Namun, pantaskah dia menerima semua dendam itu?
Suara kunci yang diputar dari luar mengenyahkan pikiran-pikiran itu, membuat Rachelia menatap was-was ke arah pintu. Dan pada saat itu juga pekikan kaget dari bibirnya terdengar ketika pintu itu terhempas secara kasar.
"Apa yang kau lakukan?"
Suara berat milik Regan membuat nyalinya tiba-tiba saja menciut. Tatapan matanya menusuk dan penuh kebencian itu jatuh tepat di manik jernih miliknya, membuatnya mengalihkan pandangan, tak kuasa membalas tatapan itu. Dengan gerakan refleksnya, Rachelia beringsut mundur semakin rapat pada kepala ranjang ketika melihat Regan berjalan ke arahnya, bersamaan dengan tatapan seolah mampu menusuknya kapan saja, kemudian melemparkan gaun kepadanya.
"Bangun! Dan bersihkan dirimu lalu gunakan dress itu!"
Rachelia memang belum membersihkan diri. Terakhir kali ia melakukannya sebelum berangkat kerja kemarin pagi. Bahkan kemeja biru muda dan rok hitam selutut yang digunakannya untuk bekerja pun masih melekat di tubuhnya hingga saat ini.
"Apa yang kau pikirkan, huh? Bersihkan dirimu sekarang juga, atau kau ingin aku yang menyeretmu lalu memandikanmu?"
Rachelia yang mendengar lontaran kalimat aneh yang baru saja diucapkan Regan, langsung terkesiap, kaget. Lalu dengan cepat, ia bangkit berdiri dan mulai melangkah ke kamar mandi dengan kaki bergetarnya, melewati pria mengerikan itu yang masih setia berdiri dengan tegaknya. Melalui ujung mata, gadis itu sempat melihat Regan yang tengah mengamati gerakannya.
"Regan ..." panggilnya lirih setelah berbalik, namun tidak memandangi pria itu. Ia memilih menatap lantai dari pada harus menatap wajah keras milik Regan.
"K—kenapa aku haru memakai gaun itu? Aku masih memiliki banyak baju di apartemen—"
Regan mendengkus kasar. "Apa kau lupa? Semalam aku sudah mengatakan kau akan menikah denganku. Jadi, kau tidak akan lagi bisa kembali ke apartemen itu."
"Tetapi aku—"
"Tidak!" sergah Regan dengan cepat. "Jangan membuatku kehilangan kesabaran, wanita murahan! Mandilah sekarang!"
Dan kalimat yang baru saja terdengar itu sukses membuat Rachelia terkesiap. Ia mendongak dengan mata yang sedikit membola saat mendengar ucapan pria itu lagi. Pria itu mengatakan 'wanita murahan', dan itu bukan untuk pertama kalinya, sejak kemarin sampai sekarang kalimat itu sering kali terlontar dari mulutnya. Jadi, pria itu menganggapnya wanita murahan?
Rachelia menatap lelaki itu dengan pandangan tidak percaya. Matanya memanas, pandangannya semakin buram akibat air matanya yang sebentar lagi akan terjatuh. Napasnya tersengal, berusaha menahan sesak di dalam dadanya. Hingga setetes cairan bening mengalir cepat di salah satu pipinya.
Regan yang melihat air mata itu pun melangkah dengan cepat ke arah gadis itu. Dengan cekatan, ia mengulurkan salah satu tangannya dan meraih pipi gadis itu lalu mencengkeramnya kuat sembari mendorong tubuh Rachelia hingga punggungnya membentur pintu kamar mandi.
"Sungguh, aku sangat benci melihat air mata sialanmu itu!" katanya dengan jemari besarnya yang masih meremas kedua pipi gadis itu dengan cengkraman kuat.
"S—sakit, Regan ...."
Rachelia berusaha mengeluarkan suara, memberitahukan kepada Regan bahwa apa yang ia terima benar-benar menyakitkan. Berharap bahwa pria itu akan melepaskan Rachelia jika ia mengatakan demikian. Tangannya pun tak tinggal diam, ia berusaha menjauhkan tangan besar itu. Namun, Regan sama sekali tidak mengindahkan. Pria itu bahkan semakin mengeratkan jemarinya, lebih erat dari sebelumnya hingga membuat Rachelia merasa bahwa sebentar lagi kedua rahang beserta pipinya akan hancur.
"Sakit kau bilang? Sakit yang kau rasakan ini tidak sebanding yang Valerie rasakan." Regan dengan kasar mengatakan kalimat itu tepat di atas wajah Rachelia. Wajah mereka sangat dekat, bahkan hidung mancung kedua orang tersebut saling bersentuhan.
"Ini tidak seberapa, sialan. Aku bahkan bisa membunuhmu kapan saja jika aku mau." Pria itu kembali berucap dengan suara pelan namun terkesan mengintimidasi. "Tetapi, belum saatnya. Itu terlalu mudah untukmu mati sekarang. Kau ingat seberapa menderitanya Valerie sebelum ia pergi, bukan? Maka kau juga akan merasakan hal yang sama, bahkan lebih dari itu!"
Sinar matanya menunjukkan kemarahan yang luar biasa. Ia tersenyum kecil sembari melanjutkan. "Jadi, sebelum kau mati, aku akan bermain-main denganmu terlebih dahulu. Kau akan merasakan neraka yang sesungguhnya."
Regan mengecup singkat bibir pucat Rachelia sebelum mendorong wanita itu dengan kasar. Ia berbalik dan melangkah ke arah pintu. Namun, langkahnya kembali terhenti ketika ia hampir mencapainya.
"Mandilah ... kita sarapan. Aku akan menunggu di bawah. Berdoalah agar aku tidak menaburkan racun ke dalam makananmu." Regan berkata dingin, tanpa menoleh sedikit pun kepada Rachelia, lalu berderap keluar kamar dan meninggalkan debuman pintu di belakangnya.
Sepeninggal Regan, gadis lemah itu kembali terisak. Seluruh tubuhnya bergetar. Rachelia tak dapat membendung tangisannya lagi. Ia takut, marah, serta kecewa. Kenapa harus dirinya yang menanggung semua masalah ini? Kenapa Mike meninggalkannya dengan segudang permasalahan bersama pria kejam yang baru saja mengancam ingin membunuhnya? Sebrengsek itukah ternyata Mike selama ini?
Demi Tuhan! Dirinya sangat takut akan kematian. Akan tetapi, dengan santainya pria iblis itu terus mengatakan bahwa ia akan membunuhnya kapan saja. Bayangkan seberapa kalutnya perasaan Rachelia saat ini.