"Permisi, Miss Rachelia" ucap seseorang di belakang mengagetkannya, membuat Rachelia seketika terperanjat kaget dan berbalik seketika.
"Maaf ...."
"Nama saya Jeane, aku pelayan yang diutus tuan Regan untuk melayani dan membantu Anda selama di sini." Wanita itu memperkenalkan dirinya dengan sopan.
Rachelia terlihat berpikir. "Kalau begitu bantu aku keluar dari rumah ini!" Bibirnya membentuk senyuman sinis, ketika menyadari kalau perkataannya membuat wanita itu terkejut. "Ya, kau pasti tidak bisa. Jadi tidak perlu mengatakan untuk 'membantu' karena yang kuinginkan sekarang ini adalah keluar dari tempat ini." Seraya menekankan kata 'membantu' dengan suara sinis.
"Maaf, saya tidak punya keberanian untuk membantu Anda keluar dari sini. Karena saya hanyalah pelayan di rumah ini yang juga hidup di bawah kekuasaan tuan Regan." Wanita itu berkata sambil menunduk ketakutan.
Ya, seharusnya Rachelia sadar kalau perkataannya telah menyakiti wanita yang terlihat lebih tua darinya. Ia mengerti kalau pekerja yang hanya hidup di bawah kekuasaan Regan sama sekali tidak bisa melawan, begitupun juga dengan dirinya yang juga tengah menggantungkan hidup di tangan Regan. Ia hanya perlu bersabar sampai pria itu benar-benar membunuhnya, entah hari itu kapan terjadi.
Rachelia kemudian mengubah nada suaranya, menjadi sedikit lebih lembut. "Ada apa?" tanyanya dengan nada pelan.
Jeane berdeham. "Tuan Regan sedang menunggu di ruang makan. Dia meminta Anda untuk turun sarapan bersamanya, Miss."
"Katakan padanya aku tidak lapar!"
Perasaan Rachelia kembali memburuk setelah mendengar nama itu.
Sudah cukup ia mengikuti perintah pria brengsek itu, kini dia tidak ingin membuat semuanya mudah bagi Regan. Rachelia akan memperlihatkan kalau dia bukanlah seseorang yang akan terus tunduk dan mengikuti perintah-perintah tidak masuk akalnya.
Demi menghilangkan rasa kesalnya, Rachelia kembali berbalik menikmati pemandangan indah di depannya, dia sama sekali tidak mengindahkan Jeane yang sudah memasang wajah penuh permohonan ke arahnya.
"Tapi—"
"Keluarlah, Jeane!"
****
Regan melangkah menaiki tangga dengan nampan berisi makanan di tangannya. Ia baru saja mendapat kabar bahwa Rachelia menolak ajakan sarapannya lagi. Ya, lagi. Karena sejak hari pertama pria itu mengajaknya sarapan atau makan bersama, perempuan sialan itu itu selalu menolak.
Kali ini, Rachelia benar-benar benar-benar membuatnya tidak bisa berdiam diri lagi. Gadis bodoh itu mungkin ingin merasakan sesuatu yang berbeda, dipaksa dan dikasari. Dan Regan akan melakukannya dengan senang hati jika Rachelia benar benar menginginkan hal itu.
Dan, di sinilah dia sekarang, tengah menaiki tangga dengan langkah lebarnya, dengan nampan berisi makanan di tangannya. Sekilas kalau ada yang melihatnya akan berpikiran bahwa Regan sangat baik karena repot-repot membawa makanan untuk musuhnya. Namun semua itu salah, bahkan Regan saat ini sedang berusaha mati-matian menahan emosi yang sebentar lagi meledak. Wanita keras kepala itu kembali menolaknya setelah kejadian malam itu. Entah, bagaimana wanita itu masih hidup sampai sekarang setelah ia tidak pernah menyentuh makanan yang dibawa pelayan untuknya.
Sepertinya wanita itu benar-benar suka mengujinya. Baiklah, Regan akan menunjukkan bagaimana kebejatan seorang Regan Antonio Chadwell.
"Apa harus aku sendiri yang datang untuk menyeret rambutmu?"
Suara terkesiap itu menyambut kedatangannya. Ia melihat gadis itu yang tengah memunggunginya kini berbalik dan menatapnya dengan panik, sebelum akhirnya jawaban itu mengalun tenang.
"Aku tidak lapar."
Pria itu terkekeh remeh. "Dan siapa yang peduli? Tetapi tubuhmu itu yang semakin kurus membuatku tidak bernafsu saja untuk melihatnya." Lalu tatapannya terus terarah ke seluruh tubuh Rachelia, membuat wanita itu mulai jengah. "Kau tahu, aku sama sekali tidak peduli denganmu. Aku hanya tidak ingin menemukan mayat di kediamanku."
"Aku bahkan sudah berbaik hati membawa makanan untukmu, jadi makanlah!" tekannya sekali lagi.
"Apakah aku pernah memintamu berbaik hati? Apakah aku pernah memintamu untuk membawakanku sarapan? Tidak kan? Aku tidak lapar, jadi lebih baik bawa kembali makanan itu." Rachelia tidak tahu dari mana keberaniannya muncul, tetapi ia cukup puas melihat wajah Regan yang ketar-ketir.
Emosi Regan tersulut, ternyata gadis itu berani menantangnya. Rahangnya mengetat kala ia melemparkan nampan yang berisi makanan dengan isi piring yang berhamburan mengotori lantai.
Regan merasakan emosi membuncah kala gadis itu melawannya. Rahangnya mengetat tajam seketika setelah melempar nampan berisi makanan itu dan melangkah mendekat tanpa sekali pun beralih pandang. Ia mencondongkan tubuhnya ke arah Rachelia yang langsung membuat gadis itu beringsut mundur.
Memenjarakan tubuh mungil tersebut, Regan menggenggam teralis besi itu dengan telapak tangan kanan besarnya yang nyaris menutupi seluruh punggung tangan kiri Rachelia. Kemenangan menghantamnya ketika gadis itu menatapnya penuh rasa takut.
"Aku tidak main-main, sialan! Jangan pernah sekali pun berpikir aku adalah Regan yang dulu. Regan yang dulu sudah tidak ada sejak beberapa bulan yang lalu, dan kau ...." Regan sedikit memberi jeda. "Kau hanya perempuan sialan, juga kakak brengsekmu yang menciptakan iblis untukku. Jangan pernah mencoba menantangku dengan menyulut emosiku, jika kau tidak ingin nyawamu melayang sekarang juga. Aku bisa saja melemparmu dari atas balkon ini kalau aku mau. Jadi jangan coba-coba mengujiku, Rachel!"
Lontaran kalimat yang panjang lebar dan mengerikan itu berhasil membuat Rachelia menahan napas. Ia bahkan tidak berkedip ketika Regan mengatakan itu. Bahkan semuanya terlalu tiba-tiba dikala dengan kasar Regan mendorong dengan kuat tubuh Rachelia sehingga terhempas dengan keras ke lantai yang dipenuhi makanan berserakan dan pecahan beling dari piring pecah.
"Makanlah, Rachelia! Kau tidak ingin makan di meja makan, jadi kau pasti menginginkan makan seperti ini, makan dengan cara seperti Anjing. Orang murahan sepertimu tidak ada ubahnya dengan seekor Anjing," ucap Regan dengan kasar.
Air mata Rachelia berjatuhan, tidak ada yang pernah memperlakukannya seperti ini. Meskipun dia hidup pas-pasan, tetapi tetap saja dalam keluarganya menjunjung kesopanan, bahkan setelah dia hanya hidup berdua dengan Mike, pria itu begitu sopan terhadapnya. Tidak ada yang pernah memperlakukannya sehina ini, tetapi sekarang ia disamakan dengan anjing? Tidak mungkin.
Dan tidak ada yang lebih menyakitkan dari semua itu, saat Regan menjumput rambutnya dan mendorong kepalanya ke lantai menyentuh makanan itu dengan mulut. Sungguh, Rachelia benar-benar merasa terhina.
"Nikmat, Sayang?" tanya Regan dengan senyum devilnya. "Aku beritahu sekali lagi jangan berani menantangku, karena kau tidak tahu apa yang bisa aku lakukan."
Rachelia berusaha bangkit, namun dengan kejamnya Regan kembali mendorong tubuhnya. Tubuh lemah Rachelia kembali menghantam lantai, tangannya berusaha menjaga keseimbangan namun malah mengenai salah satu pecahan piring menimbulkan luka menganga di telapak tangannya, yang seketika saja mengeluarkan darah segar.
"Auhh ...."
Jeritnya tertahan dengan ringisan kesakitan, luka menganga itu terus mengeluarkan darah. Namun Regan hanya melihatnya dan seakan tidak peduli lalu meninggalkan wanita itu yang terus menangis kesakitan.
Ancaman Regan bukan hanya sekedar ancaman belaka. Rachelia sudah melihat kekejaman pria itu. Air matanya seketika mengucur dengan deras belum lagi jeritan tertahan keluar dari bibirnya. Menambah rasa kasihan siapa pun yang melihatnya. Hidup indahnya telah berakhir, takdir kejam kini telah mempermainkan hidupnya.