Jeritan frustasi itu keluar begitu saja dari bibir Rachelia saat ia merasakan dinginnya udara kamar yang langsung menyapa pahanya yang terbuka. Regan baru saja menyingkap dress yang dikenakannya. Tidak, bukan hanya itu, pria itu bahkan sudah berhasil melepaskan sesuatu yang menutupi pusat tubuhnya dengan mudah.
Bagaimanapun kerasnya Rachelia meronta tetap saja dia tidak bisa melawan kekuatan pria iblis itu, dia tetap benar-benar dilecehkan sedemikian rupa.
Pria itu benar-benar gelap mata. Ia tidak akan pernah peduli lagi terhadap apa pun yang terjadi pada gadis itu setelah ini. Keputusannya untuk menghancurkan Rachelia sudah bulat. Regan kini telah berkutat dengan ikat pinggang dan juga celananya lalu mengeluarkan miliknya dari dalam sana sembari berlutut, mengambil posisi yang pas di sela paha Rachelia. Sesekali menahan pundak gadis itu, memaksanya agar tetap berbaring ketika gadis itu mencoba bangkit.
"Tidak … jangan lakukan itu! Jangan sentuh aku. Please … aku mohon!"
Rachelia terus merintih memohon, berharap sedikit saja pria itu memiliki hati nurani dan rasa kasihan sehingga mau melepaskannya dan tidak melanjutkan kegiatan menjijikkannya. Sungguh, Rachelia benar-benar ketakutan pada pria itu.
Regan tidak lagi memperdulikan jeritan frustasi itu. Ia tetap membuka paha Rachelia lebar-lebar, tangan-tangannya yang besar dan kuat sungguh tidak mampu membuat Rachelia untuk menggerakkan kakinya. Pria itu lalu mengarahkan miliknya yang sudah terlihat menegang dan mengacung tegak ke pintu gerbang kenikmatan milik gadis yang tengah mencoba melawannya itu walaupun terkesan sia-sia. Regan mulai mendorong masuk tubuhnya, mengabaikan Rachelia yang sudah siap atau tidak.
Gadis malang itu semakin menjerit ketika ia merasakan benda besar yang tengah berusaha menerobos masuk ke dalam dirinya. Suara jeritan kesakitannya menggema di dalam kamar luas itu, begitu sangat memekakkan telinga bagi siapa saja yang mendengarnya. Namun, tidak dengan Regan. Baginya suara itu bagaikan alunan musik merdu, terdengar menggairahkan. Dan itulah yang diinginkan Regan membuat Rachelia gila akan perlakuannya.
Sungguh, Rachelia tidak bisa lagi berbuat apa-apa selain berteriak memohon kepada Regan untuk berhenti, walau ia tahu bahwa pria bengis itu tak akan dengan mudah memenuhi permintaannya. Kedua tangannya yang terikat membuat ia tidak mampu melawan atau meremas sesuatu sebagai pelampiasan kesakitannya. Rachelia hanya bisa menekuk kuat jari jari kakinya ketika ia merasakan tubuh besar Regan yang masih berusaha menghancurkannya.
"Oh, sial. Kau benar-benar nikmat."
Pria itu terus mengumpat kasar seraya terus mendorong tubuhnya. Napasnya terasa berat. Miliknya memang masih setengah masuk, namun kenikmatan yang mencengkeramnya membuatnya tak mampu menahan serangan nikmat yang ia rasakan. Gadis itu terlalu kecil dan sempit untuk tubuhnya yang membengkak.
Tidak ingin berlama-lama lagi. Dengan cepat ia mengangkat kedua kaki Rachelia dan membukanya lebar-lebar lalu menekuk kaki itu, menekannya ke atas dadanya.
"Sakit … ini benar-benar menyakitkan, Regan. Hentikan, jangan lakukan itu!"
Dengan usahanya yang kesekian kali, Regan akhirnya berhasil membenamkan seluruh tubuhnya jauh ke dalam dan menghancurkan pintu penghalang itu. Dan di saat yang bersamaan mata Rachelia membola sempurna. Bibirnya terbuka, seraya berteriak bahwa apa yang dilakukan Regan itu benar-benar menyakitinya tubuhnya seakan terbelah dua. Hal itu benar-benar menyakitinya.
"Oh Tuhan! Please … jangan lanjutkan lagi." Rachelia berteriak lemah dan tersedak air ludahnya sendiri.
Desahan dan erangan kesakitan itu justru semakin membangkitkan gairah Regan. Laki-laki itu kemudian melirik ke bawah, melihat tubuhnya yang terbenam sempurna di dalam sana. Ia mulai bergerak dengan kedua tangannya yang menekan kaki Rachelia untuk membantu menopang tubuhnya sendiri, lalu kembali menghujam dalam dan kasar. Mengabaikan cairan kental berwarna merah yang mulai mengalir dari tubuh gadis itu. Ia masih terus melakukannya tanpa kelembutan. Sama sekali tidak memikirkan keadaan Rachelia.
Wanita murahan itu benar-benar ketat, membuatnya harus bekerja keras di setiap gerakannya. Napasnya semakin berat, matanya terpejam menikmati cengkraman itu.
Gerungan kasar dari mulutnya bahkan tak mampu menggambarkan perasaannya tubuhnya benar-benar membengkak.
"Kau benar-benar akan menjadi wanita murahan ku mulai malam ini," ucap Regan di sela gerakannya.
Pria itu kemudian menggerakkan tubuhnya lebih cepat dan tak terkendali, menekan kaki Rachelia semakin kuat sehingga gadis yang tengah menangis putus asa di bawahnya itu semakin sulit mengambil pasokan udara untuk dia bernapas. Tubuhnya tersentak hebat akibat gerakan Regan yang semakin brutal.
"Shit!"
Regan menggerung keras ketika puncak kenikmatan itu menjemputnya dengan cepat. Ia mengejang, matanya semakin terpejam erat, lalu tubuhnya yang bersimbah keringat ambruk begitu saja di atas tubuh lemah milik Rachelia. Kedua tangannya diletakkan di sisi kiri dan kanan kepala gadis itu. Napas panasnya yang memburu menyapu leher jenjang tersebut.
Setelah cukup lama menikmati klimaks dahsyat itu, ia menarik tubuhnya dengan kasar, membuat gadis itu terkesiap dan sedikit mengerang. Regan kemudian bangkit berdiri dan kembali menggunakan celananya, ia melirik gadis berantakan itu yang tengah berusaha bangkit untuk mendudukkan tubuh ringkihnya.
Gadis itu menatap matanya tanpa rasa takut, wajahnya benar-benar terlihat berantakan. Air matanya sudah merembes kemana-mana.
"Kau pria monster! Kau …." suara gadis itu tercekat di tenggorokannya. "Kau sungguh laki-laki kejam yang pernah aku temui!"
Rachelia terisak. Napasnya tersengal akibat tangisan yang tak bisa ditahannya lagi. Ia benar-benar merasa frustasi.
Laki-laki yang dijulukinya 'monster' itu hanya bungkam dan mendekat, membuat gadis itu kembali beringsut menjauh. Namun percuma, Regan sudah kembali menggenggam pergelangan tangannya, lalu membuka ikatan dasi itu sebelum akhirnya kembali berbalik dan melangkah ke arah pintu.
"Kau laki-laki gila! Biadab. Aku membencimu. Aku sungguh membencimu, sialan!" Rachelia berteriak putus asa, melempar beberapa bantal ke arah Regan yang tengah berjalan memunggunginya, namun laki-laki itu tetap melangkah dan keluar dari kamar itu, meninggalkan gadis itu sendirian tanpa sepatah kata pun.
Rachelia memberingsutkan dirinya hingga ke kepala ranjang. Merapikan kembali dress yang dikenakannya dan menatap setitik darah di sprei putih itu yang kemudian membuatnya terisak semakin pilu.
Sungguh, Regan membuatnya frustasi. Ancaman yang dilontarkan laki-laki itu beberapa hari yang lalu benar adanya, dan dia membuktikannya hari ini, benar-benar membuat Rachelia hidup seperti di neraka, padahal ini masih awal permainannya.
Ia merasa semuanya hilang hanya dalam sekejap. Regan telah merenggut kehidupannya. Pria itu merusaknya layaknya perempuan rendahan. Hatinya tak henti-hentinya menghardik perbuatan Regan padanya. Mereka bahkan belum menikah ketika melakukan perbuatan dosa tak terhitung itu.
Menikah. Ya, menikah.
Mengingat satu kata itu membuatnya semakin terdesak. Bahunya bergetar hebat. Ia memeluk tubuh bergetarnya sendiri, memikirkan nasibnya yang entah akan jadi seperti apa jika Regan benar-benar melaksanakan pernikahan itu. Rachelia yakin, pria itu sudah pasti akan melakukan hal yang lebih buruk lagi.