Regan membuka pintu kamarnya. Suara gemericik air terdengar dari arah kamar mandi menandakan keberadaan Rachelia. Segera ia berjalan menuju kamar mandi menyusul Rachelia yang tidak mengunci pintu kamar mandi tersebut.
Rachelia yang menyadari kedatangan Regan tentu saja kaget, namun itu tidak bertahan lama, ia memilih mengacuhkan kedatangan pria itu yang datang menyusulnya. Ia sempat mengira kalau pria itu akan menemani Audrey di bawah, melihat kekhawatiran pria itu terhadap Audrey, sangat mustahil kalau ia tidak menemaninya di bawah sana.
"Apa sebenarnya yang terjadi, Rachelia?"
Regan sebenarnya masih berada di kantor, tetapi mendapat telepon dari Jeane bahwa Audrey datang menemuinya dan sekarang sedang bersama Rachelia. Ia sangat tahu kalau Audrey pasti sengaja datang untuk bertemu Rachelia, bertemu dengannya hanyalah salah satu alasan. Audrey sudah lama terobsesi dengannya, dan menjadi kekasihnya one night standnya. Hanya saja sebatas itu, dan Regan selama ini sudah berbaik hati semenjak wanita itu mau membantunya mendekati Rachelia. Tetapi hanya sebatas itu, harusnya Audrey tahu batasan terhadap hubungan mereka.
Tetapi apa yang dilihatnya baru saja berbeda dari perkiraannya. Audrey tidak menyakiti Rachelia. Melainkan Rachelia-lah yang dengan sengaja mendorong Audrey ke kolam renang, untung saja ia datang cepat dan menyelamatkan wanita itu. Tetapi yang membuatnya kembali bertanya-tanya kenapa Rachelia juga sampai terluka?
"Apa pedulimu?" tanya Rachelia balik, lalu kembali membersihkan luka di telapak tangannya dan berusaha menghentikan darah yang masih mengucur dengan air.
Hembusan napas berat Regan semakin dalam dan berat. Kekesalan melanda setiap Rachelia menantangnya dengan keras kepala.
Regan membalikkan tubuh Rachelia dengan kasar. Dengan gusar ia bertanya, "Kenapa tanganmu sampai terluka?"
"Bukan urusanmu, Regan," jawab Rachelia. Membuang muka ke arah cermin, menghapus air mata yang tidak tahu malu kembali mengalir.
"Ini menjadi urusanku, Rachel. Karena aku tidak menyukai ada luka di tubuh kamu itu." Regan tanpa sadar meninggikan suaranya di depan wajah Rachelia. Kekhawatiran Regan terlihat jelas di wajahnya.
Rachelia sampai tersenyum sinis karenanya. "Kau khawatir?"
Regan dibuat gelagapan oleh pertanyaan yang dilayangkan oleh istrinya itu. Apakah dia khawatir dengan keadaan wanita itu? Apakah itu terlihat jelas? Tetapi kenapa dia harus khawatir?
"Aku ...."
"Kau lucu Regan, kenapa kau baru mempertanyakan luka kecil ini tanganku. Apa kabar dengan luka yang selama ini kau torehkan kepadaku, itu bahkan lebih menyakitkan dari ini. Jadi bersikaplah seperti biasanya. Tidak peduli. Karena dengan kau bersikap seperti ini, aku merasa aneh."
Lama Regan mencerna perkataan Rachelia, ia kemudian menyugar rambutnya dengan kasar. Rachelia memang ahlinya menjungkir balikkan emosinya, sampai di level tertinggi.
"Sial!" umpatnya kasar. "Harusnya aku memang tidak mempertanyakan hal sia-sia itu. Kau pembunuh dan selamanya akan jadi pembunuh, harusnya aku tidak heran kalau kau akan kembali melakukan hal itu terhadap Audrey."
Rachelia mendongak, menggeleng-gelengkan kepala tidak percaya akan perkataan Regan. Ia tidak menyangka kalau pria itu akan berpikiran jelek seperti itu terhadapnya. Ia memang sengaja mendorong Audrey, tetapi itu semua punya alasan. Audrey yang memulai semuanya, ia hanya mencoba membela diri. Tetapi sudahlah, sampai kapan pun Regan akan selalu menyalahkannya, Regan tidak akan pernah mempercayainya. Jadi, biarlah berjalan seperti biasanya.
"Sudahlah, aku sudah lelah dengan urusan kantor. Aku butuh mandi dan istirahat," ucapnya, membuka satu persatu kancing kemejanya memperlihatkan tubuhnya yang terpahat indah.
Sadar kalau Regan akan mandi, Rachelia membalikkan badannya untuk keluar. Namun tertahan karena tangannya dicekal oleh pria itu.
"Apa?" tanya Rachelia kasar. Berusaha menyentak lengannya yang kembali dicekal dengan kuat oleh pria itu, yang kembali menimbulkan rasa sakit di pergelangan tangannya. Tidak lama lagi, tangannya itu akan berubah kemerahan.
"Aku mau mandi."
"Lalu?" Rachelia mengangkat alis tidak mengerti.
Regan tersenyum menyeringai. "Bantu aku mandi."
Regan mendorong tubuh Rachelia ke pancuran, membiarkan air hangat membasahi tubuh mereka berdua. Ketika Rachelia sekali lagi mencoba memberontak, Regan mencengkram kedua tangannya erat-erat ke dinding.
"Jangan menentangku, Sayang. Kalau kau tidak ingin aku memperkosamu sekarang juga," ucap Regan dengan kasar.
Rachelia terdiam. Kata 'perkosa' sudah banyak mempengaruhinya dan membuatnya ketakutan. Alhasil ia kembali tunduk akan perintah pria yang suka mengancam itu.
Regan terkekeh. Melihat keterdiaman Rachelia, memberikan arti kepada Regan kalau wanita itu takut kepadanya. "Ayo gosok punggungku dengan sabun." Regan melepaskan pakaiannya, lalu melepaskan celananya, terkekeh ketika Rachelia langsung memalingkan wajahnya, tak mau melihat.
Rachelia seketika terpana dengan pemandangan di depannya. Tidak munafik, tubuh Regan benar-benar indah. Tetapi dengan cepat ia mengerjapkan mata saat menyadari bahwa matanya terpaku pada keindahan tubuh Regan yang berotot dan keras. Kau benar-benar menjijikkan, Rachel!
"Apa yang kau lakukan? Cepat ke sini!" perintah Regan, saat menyadari kalau Rachelia terlalu lama berdiri di belakang punggungnya. "Atau kau ingin aku langsung menyetubuhimu saja?" lanjutnya kembali dengan menyeringai.
Rachelia terlonjak kaget, perkataan Regan bukan main-main. Dengan kembali menyulut emosi pria itu, bisa saja ia kembali diperkosa. Dan itu bukan pilihan yang baik untuknya.
Saat tangan halus Rachelia menyentuh punggung keras Regan, tiba-tiba pria itu mengerang seperti kesakitan.
Regan benar-benar butuh pelepasan untuk saat ini. Apalagi di depannya terpampang tubuh yang tercetak indah dari pakaian basah yang masih dikenakan Rachelia itu ... sangat-sangat menggoda.
Dan akhirnya Regan tidak bisa menahan gairahnya yang meluap-luap dan butuh pelepasan. Dengan cepat ia berdiri dengan kasar, berbalik menghadap tubuh Rachelia.
"A–paa yang ...."
"Kau sangat indah," bisik Regan. Pria itu lalu menarik tengkuk Rachelia menciumnya dengan kasar dan dalam, membawa wanita itu ke dalam ciuman yang hebat.
"Regan!" Rachelia mengerang di sela-sela ciuman Regan.
"Aku membutuhkanmu, Sayang." Entah Regan sadar atau tidak, kata 'sayang' itu terucap dari bibirnya. Tetapi itu hanyalah euforia dari gairah yang tidak bisa ditahannya lagi.
Tangan besar Regan mulai merayap dari pinggul ke perutnya, kemudian merabanya dan terus merayap sampai ke dadanya yang masih terbungkus bra dan meremasnya dengan kuat. Membuat wanita itu mengerang dan melengkungkan tubuhnya ke belakang. Regan merunduk dan menciumi rahang juga leher Rachelia dengan sensual.
"Aku membencimu, Regan," bisik Rachelia dengan bibir terbuka dan mata tertutup.
Regan menyeringai mendengar perkataan Rachelia. "Kau memang mungkin membenciku, tetapi tidak dengan tubuh ini Bahkan kau merasa puas hanya dengan ciumanku."
"Sialan!" Dan benar, erangan terlontar dari bibir Rachelia.
Erangan lembut keluar dari bibir Rachelia, saat Regan menggigit puncak dadanya yang sudah menegang tak tahu malu. Membuatnya sekali lagi sangat rendah di depan pria itu.
Regan semakin menekan tubuh Rachelia ke dinding, dan mendekatkan bukti gairahnya. Pria itu kembali mencium Rachelia dengan dalam dan kasar, seakan bibir itu telah menjadi candunya.
Regan kemudian melepaskan tubuh Rachelia dan membalikkannya hingga wanita itu menghadap dinding dan tubuh depannya menempel dengan dinding. Sedangkan Regan merengkuhnya dari belakang, pria itu juga melepaskan pakaian yang masih melekat di tubuh Rachelia dengan kasar. Lalu bergerak menaikkan sebelah kaki Rachelia dan mulai menyatukan tubuh keduanya.
Rachelia berusaha mati-matian untuk menahan desahannya keluar, ia tidak ingin terlihat menikmatinya. Namun pada akhirnya desahan itu tetap keluar, wajahnya mendongak dengan mata terpejam dan bibir terbuka.
Regan menggerakkan tubuhnya, dengan kuat dan keras hingga tubuhnya terlonjak ke depan, menahan sebelah tangannya agar kepalanya tidak terbentur ke dinding. Regan masih menghujam tubuh Rachelia dengan keras, dia membalikkan tubuh wanita itu hingga berhadapan kemudian menyatukan kembali tubuh mereka.
Rachelia sendiri sudah terkulai lemas di bahunya dengan kedua tangan yang mencengkram kuat, sampai dia merasakan sesuatu hendak meledak dalam tubuhnya dan erangan panjangnya keluar.
"Oh fuck!" Regan mengumpat kasar saat merasakan pelepasannya.
Mereka sama-sama terengah-engah, mengatur napas dan keadaan berubah menjadi panas meski air dari shower masih mengalir. Gerald melepas tubuhnya dari Rachelia, dan mengangkat tubuh wanita itu yang sudah terkulai lemas itu kembali ke dalam kamar.
Dan, sore itu sekali lagi mereka melanjutkan dan melakukannya dengan panas di atas ranjang. Regan seakan menggila dengan terus menghujam tubuhnya kembali. Pria itu tidak memiliki rasa puas. Kamar itu kini berubah menjadi panas dengan matahari terbenam di cakrawala menjadi penutup percintaan panas mereka di sore ini.
****
Di balik pintu kamar itu, seorang wanita mengepalkan tangannya dengan kuat. Sangat terlihat kalau saat ini ia sangat marah mendengar desahan dua orang manusia yang saling sahut menyahut. Regan dan Rachelia tengah bergulat di dalam kamar itu, membuat Audrey cemburu setengah mati.
Ya, Audrey masih berada di rumah ini. Dan sangat marah karena Regan berjanji untuk menemuinya, tetapi lihat sekarang pria itu tengah bercinta gila-gilaan dengan istrinya, sialan!
Bahkan pria itu tidak menanyakan kabarnya hanya untuk memastikannya baik-baik saja, padahal ia sudah berakting di depan pria itu, bahkan memojokkan Rachelia. Semua itu dilakukannya supaya Regan berpaling darinya, tetapi nyatanya itu sangat susah, keduanya tidak bisa dipisahkan segampang itu.
Tetapi bukan Audrey namanya kalau akan menyerah secepat itu.
Karena Regan adalah miliknya!