Chereads / The Adventure of Detective Karl / Chapter 19 - Side Story Part Five: Move Forward

Chapter 19 - Side Story Part Five: Move Forward

______________________________________________

Author Note:

Hati Karl yang hancur, kini mulai terisi kembali. Tapi mampukah dia menerima seorang, Rin?

______________________________________________

"Eh. Karl…. Kenapa?" Herman heran dengan sikap Karl.

Penasaran, dia mencoba menghampiri Karl yang masih berlutut di balkon. Ketika sampai di jendela yang membatasi ruangan utama dan balkon, Karl berbicara.

"Cukup sampai disitu Herman. Dan jawaban untuk pertanyaan lo. Enggak" Kata Karl sambil mengusap air matanya dan berdiri. Namun masih membelakangi Herman.

"Eh. Tapikan gue belum nanya" Protes Herman.

"Terserah. Tapi jawaban gue tetep. Enggak. Gue gak kenapa-napa. Mending lo buat sarapan."

"Eh, tap…."

"Tetep enggak! Sana!" Bentak Karl.

"Ah elah. Terserah. Cape gue debat sama lo. Yaudah, gue siapin sarapan." Herman akhirnya menyerah.

Sementara itu, Nami, Rin, dan Rika sedang bersantai di apartemennya. Namun suasana santai itu berubah ketika Nami mengusulkan sesuatu.

"YA! Aku punya ide! Rika. Bagaimana kalau kita membantu Rin mendekati Karl? Yah. Kau tau. Rin sangat menyukai Karl kan?"

"Ehh! Nami… Yakin? Bukanya kamu juga suka sama…."

"Rika! Lupakan. Kita harus membantu Rin!" Kata Nami semangat.

"Ya, tapi bagaimana caranya?" Tanya Rika.

"Hmm…. Ano… Bukanya Karl sudah mengatakan kalau sebaiknya aku tidak menyukainya?" Tambah Rin

"Omong Kosong! Kita akan membuat Karl jatuh cinta kepada mu, Rin! Caranya, mudah! Mulai besok, kamu yang menggantikan aku menemani Karl menganalisis kasus. Kan selama ini selalu aku yang menemani Karl. Kini giliran mu, Rin! Lalu, kalau makan siang, temani dia. Terus, kalau pulang, kamu duduk di bangku depan barengan Karl. Terus terus...."

Nami dengan penuh semangat terus menerus mengeluarkan idenya. Rin hanya bisa tersenyum. Sementara Rika hanya bisa menepuk jidatnya.

"Haduh. Kita mulai lagi.." Kata Rika

4 March 2013.

Karl dan Herman kembali ke sekolah seperti biasanya. Tapi hari itu ada yang aneh. Di jam istirahat yang biasanya Karl di temani Nami menganalisis kasus, kini dia bersama dengan Rin. Awalnya Rin malu-malu dan Karl menanggapinya dingin.

Rin gugup setengah mati. Dia hanya bisa mencubit-cubit jempol sebelah kanannya dengan jari di tangan kirinya

"Ano… Karl… aku… aku…"

"Apa? Mau nemenin nganalisis kasus?" Tanya Karl dengan dingin.

"Ano… Iya…"

"Lebih baik jangan." Karl lalu berdiri dan pergi.

Nami dan Rika yang mengintip dari jauh merasa heran. Tapi dengan sekejap, Nami berlari kepada Karl. Dia membisikan sesuatu. Ajaibnya, Karl berbalik badan dan duduk bareng Rin.

"Mau nemenin nganalisis kasus kan?" Tanya Karl

"Ano…. I… Iya…"

"Ck. Yaudah. Lagi pula Herman di kantin barengan Cleo. Nami dan Rika entah kemana. Kita disini aja. Di kelas." Kata Karl

Kejadian itu berlangsung selama 2 minggu. Semua saran Nami di turuti oleh Rin dan setiap kali Karl mau kabur dari Rin, Nami dengan sigap muncul di depan Karl dan memohon agar mau menemani Rin. Sampai suatu hari. Saat itu Karl sedang menangani sebuah kasus pencurian. Dia ditemani Rin, Rika, Nami Herman dan Cleo. Ketika Karl tiba pada analisis terakhirnya, tiba-tiba saja si tersangka keluar dari TKP, dia masuk ke dalam mobil dan menginjak pedal gas dalam-dalam. Karl yang pada saat itu mencoba menangkap si tersangka, kaget. Kini nyawanya dalam bahaya. Mobil itu melaju kencang dan menabrak Karl. Membuat Karl terpental cukup jauh dan tidak sadarkan diri. Namun, ketika dia terbangun….

"Ah.. ini.. Ini dimana?" Tanya Karl kebingungan.

Karl melihat sekelilingnya. Ruang sekelas VIP. Jendela besar, infus, kaki dan tangan kanan yang di perban.

"Oke. Gue di rumah sakit." Katanya.

Ketika Karl menoleh ke sebelah kirinya, dia mendapati Rin yang tertidur. Dia duduk tapi tangannya digunakan sebagai bantal dan di baringkan di atas kasur yang Karl tiduri.

"Rin…. Jadi…." Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, dua orang masuk melalui pintu yang ada di sebelah kanan.

"Hey! Pagi Karl!" Sapa Cleo.

"Oh udah bangun toh." Tambah Herman.

"Pagi, Cleo, Herman. Baru dateng?" Tanya Karl.

"Iya! Kita baru dateng kok. Ini, tadi gue dan Herman nyempetin beli buah apel buat lo. Kata Herman, lo suka buah apel."

"Tuh.. Kurang baik apa gue sama lo? Eh. Tapi tetep lah kebaikan gue sama Cleo masih kalah sama itu tuh" Herman menunjuk ke rah Rin.

"Apa deh."

"Serius gue Karl. Kemaren, entah karena lo terlalu jenius atau polos, lo ngejar si manusia sialan itu sampe di parkiran. Udah tau dia nyalain mobil, bukannya lo pergi malah lo diem. Yaudah lo ketabrak. Jadi, si Rin ini yang paling histeris. Dia langsung minta bantuan terus jagain lo semaleman di rumah sakit." Jelas Herman.

"Jadi, kemaren lo pulang?" Tanya Karl.

"Iyalah gue pulang. Ngapain gue jagain lo? Udah kayak homo aja."

"Eh, si Rin gak tidur semaleman tuh kayaknya. Waktu lo ngigau dia yang elus kepala lo biar lo tenang. Dia yang panggil suster waktu infus lo abis. Dia yang siap banget deh buat jagain lo." Tambah Cleo.

Karl hanya bisa terdiam.

"Eh. By the way. Gue belum sarapan nih, jadi gue kebawah dulu ya. Cari makan sama Cleo. Ntar balik lagi. Gapapa kan?" Tanya Herman.

"Iya Gapapa." Jawab Karl.

Sementara Cleo dan Herman pergi, Karl menatap Rin. Tidak butuh lama untuk menyadari perkataan Bevery di akhir hidupnya. Move on. Tapi di sisi lain, otaknya Karl bergejolak. 'Lo gak bisa! Lo gak bisa! Bukan. Bukan maksud gue dia akan menjadi penghambat dalam setiap kasus. Tapi lo inget Beverly? Apa yang terjadi sama orang yang lo sayangin, Karl?! MATI! Lo gak bisa!' Pikirnya.

Karl mengulurkan tangan kirinya. Menggapai kepala Rin dan mengelusnya.

Rin terbangun dari tidur. Orang pertama yang dia lihat adalah Karl.

"Ano… Sudah… bangun? Selamat pagi." Kata Rin sambil tersenyum manis.

Senyuman Rin mengingatkan Karl akan Beverly.

"Selamat pagi, Rin." Karl tersenyum.

"Ano…. Karena….. Karena kamu sudah bangun. Akan ku panggilkan perawat. Biar mereka mengambil sarapan mu. Tunggu sebentar ya."

"Hahh… Seandainya gue bukan detektif…" Gumamnya.

Setelah makanan datang, Karl meminta Rin untuk menyuapinya.

"Ano…. Apa itu tidak apa-apa?" Tanya Rin.

"Iya. Gapapa kok."

Selagi Rin menyuapi Karl, otak Karl mulai bergemuruh. Sisi lainnya mengatakan kalau ia tidak bisa mencintai Rin. Tapi sisi yang lainnya lagi mengatakan, dia lah yang pantas menggantikan Beverly.

"Rin…"

"Iya Karl?"

"Terima kasih. Maaf selama ini gue cuek sama lo."

"Iya. Tidak apa-apa.."

"Masih… suka padaku?" Tanya Karl serius.

"Ano…. Soal itu… iya…" Jawab Rin yang gugup setengah mati.

"Walaupun gue detektif dan nyawa lo terancam bahaya karena gue, lo bakalan tetep sayang sama gue?"

"Ano…. I… Iya. Karena rasa sayang itu, maka aku akan melindungi kamu. Aku tidak mau melihat orang yang aku sayang tersakiti."

Karl kaget dengan jawaban Rin. Dia hanya bisa tersenyum.

"Kenapa Karl?"

"Gapapa. Tapi baguslah. Lebih baik begitu. Karena…. Karena…."

"Karena apa Karl?" Tanya Rin penasaran.

"Karena aku juga suka padamu. Maukah kamu jadi pacar ku?"

Rin cukup kaget dengan perkataan Karl. Dia tidak menyangka Karl akan mengucapkan kalimat itu secepat ini.

"Tapi… Tapi.. Aku hanya akan jadi penghalang mu nantinya." Kata Rin.

"Tidak. Justru seharusnya, karena ada orang yang aku sayangi aku tahu harus bagaimana. Tanpa kamu, aku gak mungkin bisa melangkah sendirian. Bahkan seorang detektif juga butuh orang yang mengerti dia kan? Dan itu cuman kamu Rin."

Wajah Rin kini memerah. Kini Rin tau. Dia mengerti kalau Karl serius terhadapnya.

"Kalau begitu… Jawaban ku… Iya… Terima kasih, Karl" Kata Rin sambil tersenyum.

"Tidak. Seharusnya aku yang mengucapkan terima kasih. Karena kamu, sudah menyadarkan ku betapa berharga dan pentingnya seseorang yang mengerti diri kita. Terima kasih. Rin."