Chereads / AKARSHA / Chapter 14 - 14. Teringat Tujuan Utama

Chapter 14 - 14. Teringat Tujuan Utama

Menyadari bahwa Zakiel tidak akan terpengaruh sama sekali dengan ucapannya, akhirnya dengan sedikit kesal Cakra menyerahkan buku absensi serta pulpen kepada adik kelasnya itu. "Tulis nama kamu di absensi sekarang, kalo udah kamu langsung pergi dari sini, karena kamu tadi masuk duluan kan?"

Alih-alih menjawab pertanyaan Cakra, Zakiel justru mulai menuliskan nama serta informasi lain di buku absensi tersebut— seperti kelompok dan juga waktu kedatangan, ketika sudah selesai diberikannya lagi kertas tersebut kepada sang kakak kelas dan setelah itu Zakiel hanya diam. Jangankan menjalankan perintah yang diberikan oleh Cakra, yang ada Zakiel hanya diam saja di tempatnya.

Cakra yang melihat itu tentu saja merasa geram. "Kamu mau apa lagi?" tanyanya kali ini dengan nada yang sedikit naik, dia sudah kepalang kesal.

"Saya nunggu Arsha, Kak," jawab Zakiel jujur.

Tak punya pilihan lain, akhirnya Cakra kembali menatap Arsha yang masih saja tertunduk, tak berani melakukan apapun. "Akarsha Jagadhita," panggilnya.

Gadis itu segera mendongak dengan cepat. "I-iya Kak?"

"Kamu mau lanjutin jurit malam ini sendirian atau sama dia?" Cakra menunjuk Zakiel yang berada di samping Arsha.

Arsha melirik Zakiel sekilas yang kini juga tengah menatapnya dengan tatapan memohon, lalu Arsha kembali menoleh pada Cakra sekilas sebelum kemudian dia kembali tertunduk.

Maaf, Zakiel. Tapi gue nggak mau ngebuat poin lo semakin dikurangin cuma karena lo mau bantuin gue. Kalo kayak gitu terus nanti gue bakal makin merasa bersalah sama lo— "Saya sendirian aja, Kak," jawab Arsha akhirnya.

Cakra kembali memandang Zakiel, kali ini dengan senyum miring yang sangat kentara, tapi sayang sekali Arsha tidak bisa melihatnya karena dia sedang menunduk sekarang. "Kamu bisa dengar dengan jelas 'kan, Arsha barusan bilang apa?"

Zakiel mengembuskan napas pasrah, jika sudah Arsha yang bicara maka Zakiel pun tidak bisa melakukan apa-apa. "Dengar Kak," jawabnya tidak bersemangat.

"Silahkan."

Cakra menunjuk jalur selanjutnya yang harus Zakiel lalui. Cakra bisa melihat dengan jelas bahwa sebelum adik kelasnya itu pergi, dia sempat mengacak rambut Arsha sekilas dan mengatakan hati-hati ya kepada gadis itu. Cakra mendengus melihatnya, entah mengapa hatinya langsung terasa aneh ketika melihat adegan itu secara langsung apalagi tepat di depan matanya sendiri.

Setelah memastikan bahwa Zakiel sudah benar-benar pergi, Cakra kembali fokus kepada Arsha yang masih saja menunduk. Apakah barusan dia memang semenyeramkan itu sampai membuat adik kelasnya ini takut?

"Akarsha."

"I-iya Kak?"

Cakra tersenyum geli melihat mimik wajah Arsha yang ketakutan ketika menatapnya, Cakra kembali menyerahkan buku absensi kepada gadis itu karena tadi dia belum selesai menulis. Sebentar lagi pasti akan ada peserta didik lain yang datang, jadi dia tidak bisa berlama-lama menahan gadis itu di sini.

Selagi Arha menulis, Cakra memperhatikannya dalam keheningan. Bagaimana cara gadis itu menggoreskan tinta di atas kertas untuk menuliskan namanya sendiri, Cakra akui di tengah ketakutan dan juga tangannya yang gemetaran, Arsha masih tetap bisa menuliskan namanya dengan bagus dan juga rapi. Memang sih biasanya perempuan pasti memiliki tulisan tangan yang bagus, tapi entah kenapa tulisan Arsha terlihat beda dan unik saja bagi Cakra.

"Tulisan tangan lo bagus," puji Cakra tiba-tiba.

"Hah?" Arsha tersentak kaget, dia tidak begitu mendengar apa yang Cakra katakan sehingga gadis itu memilih untuk mendongak.

Namun, mendongak ternyata bukan sebuah pilihan bagus. Karena baru saja mengangkat kepala, Arsha langsung dibuat menahan napas karena ternyata jarak wajahnya dengan wajah Cakra terlampau dekat. Cakra tadi memang sempat mendekat ketika memperhatikan tulisan gadis itu, namun Arsha tidak menyadarinya karena dia hanya fokus menulis saja.

Sadar akan wajah mereka yang bisa terbilang dekat, akhirnya Cakra mundur ke tempatnya semula untuk membuat jarak. Bahkan laki-laki itu sudah mengusap tengkuknya dengan gerakan canggung.

Kemana perginya sifat dingin Cakra tadi?

"Maaf," kata Cakra cepat dan Arsha refleks langsung menggeleng cepat.

"Akarsha jagaditha bukan?"

Arsha dan Cakra langsung menoleh ke arah sumber suara, ada seorang laki-laki yang juga salah satu siswa baru, jika Arsha tidak salah ingat laki-laki ini berasal dari kelompok Hiu yang memberikan hukuman kepada kelompok perempuan untuk berjoget, namun Arsha lupa namanya.

"Nama gue Zidan Kusuma." Seolah menyadari kebingungan Arsha, akhirnya laki-laki itu berinisiatif untuk memperkenalkan dirinya sendiri.

"Kamu baru dateng?" tanya Cakra kepada adik kelasnya itu.

Zidan langsung nyengir ke arahnya. "Sebenernya udah dari tadi sih Kak, bahkan saya juga sempat lihat Kakak sama Arsha tadi waktu lagi tatap-tatapan." Jawaban Zidan barusan langsung membuat kedua pipi Arsha menghangat.

"Kak, saya udah selesai absennya. Saya udah bisa jalan lagi kan ya?" Arsha buru-buru menyerahkan buku absen kepada Cakra, kemudian dengan cepat berdiri sebelum Cakra sempat menjawab pertanyaannya. "Duluan Kak! Duluan Zidan!"

Melihat Arsha yang langsung pergi begitu saja membuat Cakra langsung mengulum senyum, lalu ketika Zidan sudah berjongkok di sebelahnya Cakra langsung memukul kepala laki-laki itu.

"Lo tuh jadi adek rese banget tau nggak, pake segala godain Arsha sama gue kayak tadi."

Iya, Zidan memang adik kandung Cakra, namun belum ada yang mengetahui fakta tersebut. Zidan yang mendapatkan pukulan tersebut hanya bisa mengaduh kesakitan namun juga merasa senang karena bisa menggoda Arsha dan juga kakaknya seperti tadi.

**

Arsha menghela napas lega ketika pada akhirnya dia berhasil menemukan cahaya yang berasal dari tempat pemberhentian terakhirnya, tempat itu adalah pantai utama— tempat pertama mereka berkumpul di tengah malam tadi. Setelah kejadian di pos pertama tadi, Arsha sempat tidak fokus menjalani jurit malam karena terlalu sibuk membenahi jantungnya yang berdetak tak normal setiap kali dia mengingat Cakra.

Namun, ketika sampai di pos kedua dan seterusnya sampai akhirnya dia hampir sampai di pos empat saat ini, Arsha berhasil menjalani jurit malam tanpa pingsan. Ketakutannya sudah tidak sebesar tadi walaupun nyatanya dia berjalan sendirian selama sisa-sisa perjalanannya.

Arsha sempat berpikir bahwa kemungkinan besar Zakiel sudah sampai di pos terakhir dan sekarang sudah beristirahat dengan nyaman, namun begitu netranya menangkap sosok Zakiel yang sedang berdiri tak jauh darinya dari pintu hutan terakhir, refleks Arsha melebarkan senyumnya dan berjalan lebih cepat untuk menghampiri laki-laki itu.

Ternyata Zakiel masih menunggunya.

"Zakiel!" panggil Arsha sambil berlari menghampirinya. Tanpa Arsha sadari, efek panggilannya barusan menimbulkan perasaan senang di hati laki-laki itu.

"Nungguin gue?" tanya Arsha begitu sampai di depan teman seangkatannya itu.

Zakiel mengangguk. "Lama banget lo," ujarnya seraya cemberut.

Arsha nyengir, dia masih punya hutang permintaan maaf kepada laki-laki ini, karena niat baiknya tadi sudah menyelamatkan Arsha dari banyak hal, termasuk juga dari rasa marah Kak Cakra.

"Zakiel, gue mau minta maaf buat yang tadi. Maaf banget ya, gara-gara gue poin lo jadi dikurangin dan lo jadi dimarahin sama Kak Cakra."

Mereka berdua kini tengah berjalan bersama untuk menyebrang jalan, pantai ini berada di daerah yang masih terjangkau oleh kendaraan dan tak jarang ada kendaraan yang tiba-tiba lewat di sini, jadi mereka tetap harus waspada ketika menyebrang.

"Lo minta maaf buat alasan itu?" tanya Zakiel sambil menggenggam sebelah tangan Arsha, dia menuntun gadis itu untuk menyebrang jalan walaupun tidak ada satu kendaraan pun yang lewat.

Dasar modus.

Arsha segera melepaskan genggaman tangan Zakiel ketika mereka sudah berhasil menyebrang, dia hanya tidak mau ada kakak kelas yang memergokinya lalu kembali memarahi atau membuat gosip tentang mereka berdua, contohnya seperti Kak Cakra tadi.

Kenapa jadi kepikiran Kak Cakra lagi sih?!

"Akarsha." Zakiel menepuk pelan pundak gadis itu. "Jangan bengong."

"Hah? Enggak kok, gue enggak bengong."

Zakiel menggeleng kecil melihat respon Arsha, padahal jelas-jelas tadi Zakiel sempat memanggilnya beberapa kali dan gadis itu tidak memberikan jawaban, sudah jelas kalau dia bengong kan berarti? Tapi karena Zakiel baik hati dan tidak mau terlalu mempermasalahkan hal tersebut, akhirnya dia hanya menarik Arsha untuk kembali berjalan menghampiri pos terakhir, di mana sudah ada Kak Sayi yang berjaga di pos tersebut.

"Akarsha Jagaditha, Kak." Arsha yang pertama kali melakukan absen, karena Zakiel berdiri di belakangnya.

"Satunya?" tanya Sayi selagi fokus ke buku absen miliknya untuk memberikan ceklis pada nama Arsha.

"Zakiel Tanubrata, Kak."

Sayi dengan segera mendongak setelah mendengar suara Zakiel. "Bian! Sini geh." Lalu tanpa di duga kakak kelas perempuannya itu memanggil Kak Bian yang merupakan pembimbing kelompok Arsha. Arsha melempar senyum sekilas begitu Bian melihat ke arahnya.

"Mereka berdua pacaran ya, Bi?"

Arsha kontan membulatkan kedua matanya ketika mendengar pertanyaan yang dilontarkan Sayi kepada Bian. Tak mau menimbulkan gosip lebih jauh Arsha langsung cepat-cepat mengibaskan tangannya untuk menyangkal pertanyaan tersebut. "Enggak Kak! Ih, gosip dari siapa itu kalo aku pacaran sama Zakiel? Enggak kok Kak, serius banget ini," ujar Arsha panik.

Zakiel pun turut bersuara karena menyadari Arsha memang 'sepanik' itu. "Iya, Kak. Kita berdua enggak pacaran kok." Jawaban Zakiel tentu saja membuat Arsha langsung menoleh ke arahnya yang laki-laki itu balas dengan senyum tipis.

Arsha pikir Zakiel malah akan membenarkan ucapan tersebut, tapi ternyata dia juga menyangkalnya? Wah, Arsha jadi bingung dengan jalan pikiran Zakiel.

"Oh, enggak pacaran ternyata." Arsha langsung mengangguk mendengar perkataan Sayi. "Wah, kalo enggak pacaran sih berarti masih ada kesempatan dong buat yang lain kalo mau ngedeketin Arsha." Sayi melirik Bian sekilas.

Baru saja Arsha ingin menjawab, namun Zakiel lebih dulu bicara. "Ya, kalo itu sih harus saingan sama saya juga Kak, soalnya jujur aja nih saya juga naksir sama ini cewek," katanya sambil menunjuk Arsha.

"Diem nggak lo?" ancam Arsha pada Zakiel yang lantas dibalas oleh laki-laki itu dengan sebuah cengiran lebar.

Sayi hanya terkekeh melihat interaksi itu. "Yaudah gih, sekarang kalian ikutin Bian aja ya buat ambil bandrek."

Arsha dan Zakiel mengangguk singkat sebelum akhirnya mengikuti langkah Bian menuju stand bandrek untuk mereka ambil, sekarang suasana sudah lebih terang daripada sebelumnya, sepertinya kisaran jam tiga atau jam empat pagi, ternyata tidak terasa kegiatan mereka dilakukan dengan waktu yang cukup lama juga.

Satu lagi pengalaman yang Arsha dapatkan hari ini, jurit malam yang ternyata juga banyak melibatkan kerja jantungnya. Untuk Cakra, Zakiel dan juga Bian. Arsha sebenarnya tidak mau ge'er, tapi melihat dari tingkah ketiganya saja sudah cukup membuat Arsha geer setengah mati.

Yang pasti untuk sekarang, Arsha tidak mau terlalu memikirkan masalah hatinya, karena tujuan utamanya menginjak masa sebagai remaja belum banyak terpenuhi.