Arsha menyesal sudah mengatakan pada Bian bahwa dirinya tidak sepenakut itu. Arsha sangat menyesal karena sudah sok berani untuk masuk ke dalam hutan seorang diri. Arsha sungguh menyesal karena kenyataannya belum sampai menit ke-tiga sejak dirinya memijakkan kaki ke dalam hutan bulu-bulu halus di tangannya sudah berdiri dengan sangat sempurna. Mereka meremang begitu saja seolah memperjelas bahwa Arsha sudah sangat ketakutan sekarang.
Jika dipikir-pikir Arsha itu wanita, jadi jelas saja kalau dia takut ketika dilepaskan sendirian untuk masuk ke dalam hutan di tengah malam seperti ini?
Tapi pikiran itu hanya alasan semata untuk mengurangi rasa takut yang tidak bisa Arsha hindari. Jika membutuhkan pembuktian lain dari seberapa takut dirinya saat ini, bisa dilihat dari bagaimana cara telapak tangan kanannya menggenggam tali berwarna putih dengan begitu erat dan juga gemetar. Tali tersebut adalah tali yang tadi sempat Bian bicarakan untuk menjadi penunjuk jalannya selama jurit malam berlangsung.
Arsha tidak mengeluarkan suara sedikit pun, dia hanya berjalan dengan kecepatan yang bisa terbilang sedikit cepat dan juga pandangan matanya sedari tadi hanya lurus tanpa berani menoleh ke kanan atau pun ke kiri. Arsha benar-benar setakut itu, dia sangat takut sampai yakin bahwa jika ada seseorang yang menakutinya barang sebentar saja pasti Arsha akan langsung menjerit dengan amat sangat kencang.
Krek ...
Arsha berusaha untuk tidak perduli, dia tidak merespon bentuk gangguan apapun yang diberikan oleh para kakak kelasnya. Dari beberapa info yang dia dapat, ada beberapa kakak kelas yang sengaja disuruh masuk ke dalam hutan dan memakai pakaian super aneh dan menyeramkan guna untuk menakut-nakuti adik kelas mereka dan sepertinya Arsha juga akan menjadi sasaran empuk untuk ditakuti.
Detak jantungnya sudah berdetak jauh dari kata normal, di suasana hutan yang sunyi ini bahkan Arsha bisa mendengar suara detak jantungnya sendiri yang sudah menggila. Namun karena takut kehilangan tali penunjuk jalan, jadilah Arsha hanya menaruh fokusnya pada benda tersebut dan mencoba untuk mengabaikan hal lain yang ada di sekitarnya.
"Arsha anak baik, Arsha enggak akan di ganggu," kalimat ini adalah kalimat yang sejak tadi Arsha gumamkan di mulutnya dengan suara yang kelewat lirih.
Wushh ...
Entah apa alasan yang mendasari bagi Arsha untuk tiba-tiba berhenti dan tanpa sadar menoleh ke arah kanan setelah mendengar suara tersebut. Lagi-lagi gadis itu dibuat menyesal dengan tindakannya sendiri, sebab begitu dia menoleh benar saja bahwa ada sesosok hantu yang sering disebut sebagai pocong sedang berdiri memperhatikan Arsha dengan wajah datar.
Arsha tidak bisa membedakan apakah hantu itu asli atau palsu karena sekarang yang bisa dia lakukan hanyalah berteriak dan juga berlari secepat yang dia bisa.
"AAAAAAAA!!!"
Arsha langsung berlari mengikuti jalur yang sesuai dengan tali yang berada dalam genggamannya. Saat ini juga dia semakin tidak berani hanya untuk menoleh ke arah lain barang sedetik saja, matanya hanya menatap tali dan juga melihat tanah yang dia pijak secara bergantian, sebab Arsha sempat tersandung karena tidak terlalu memperhatikan jalan.
Suasana di dalam hutan amat sangat gelap sehingga membuat Arsha tidak bisa lagi menerawang apapun yang ada di depan sana, dia hanya dibantu dengan cahaya remang dari bulan yang tentu saja sangat tidak cukup untuk bisa menerangi jalan yang Arsha pijaki. Gadis itu harus meraba-raba setiap pijakannya karena takut terjerembab.
"AAAAAA!! INI SIAPA?! WOY LEPASIN TANGAN GUE!!"
Arsha kembali berteriak ketika ada yang menarik lengannya secara tiba-tiba dengan cukup kuat, kedua netra gadis itu langsung menutup rapat selagi dirinya sibuk meronta-ronta agar cepat dilepaskan karena jujur saja Arsha sangat takut sekarang.
Bagaimana kalau yang menariknya saat ini ternyata bukan manusia?
"Lepasin!" Arsha meronta sampai rasanya ingin menangis, kedua kakinya sudah sangat lemas untuk dibawa berdiri. Karena si pelaku tidak juga melepaskan tangannya di saat Arsha sudah setengah mati memohon padanya, akhirnya dengan sisa tenaga yang Arsha punya dipakai untuk berbalik dan kemudian memukul siapapun yang ada di belakangnya saat ini.
"Adaw! Sakit—Sha! Astaga, Sha—aw! ARSHA INI GUE!"
Arsha menghentikan aksinya sejenak begitu menyadari bahwa Zakiel lah pelaku dari sumber ketakutannya barusan. "SUMPAH ZAKIEL! INI NGGAK LUCU SAMA SEKALI!" bentaknya penuh emosi, lalu karena sudah terlanjur kesal akhirnya Arsha menghadiahi satu pukulan terakhir dengan begitu keras di punggung laki-laki itu sebelum akhirnya melangkah pergi dengan cepat untuk meninggalkan Zakiel yang kesakitan.
"Arsha?! Sha, ya ampun jangan marah dong!" Zakiel kembali mengejar dan kembali mencekal pergelangan tangan gadis itu agar dia berhenti.
"Pergi sana lo, jauh-jauh dari gue!" sembur Arsha dengan segera.
"Masa ngambek sih gitu doang?!"
"GITU DOANG LO BILANG?!"
Jika boleh jujur, Zakiel saat ini yang balik ketakutan karena Arsha tengah melotot padanya dan itu terlihat menyeramkan.
Arsha menepis kencang hingga genggaman Zakiel pada pergelangan tangannya langsung terlepas begitu saja. "Jauh-jauh lo dari gue!" ujar gadis itu sebagai peringatan terakhir. Kemudian kembali mengambil langkah lebar untuk langsung pergi dari sana.
Zakiel berdecak karena Arsha kembali berjalan untuk meninggalkannya lagi. "Jangan cepet-cepet jalannya! Gue jagain lo dari belakang!"
Arsha tidak lagi memperdulikan setiap ucapan bahkan eksistensi Zakiel yang masih setia berjalan di belakangnya dengan jarak yang tidak terlalu jauh, dia masih merasa kesal dengan tindakan laki-laki itu yang tidak beralasan untuk menakutinya apalagi sampai menggenggam tangannya dengan begitu erat. Maksudnya tuh apa?! Apa Zakiel memang sengaja ingin membuat Arsha pingsan di tempat ini?!
Sejak datang ke tempat ini Arsha tidak pernah semarah ini dengan seseorang, Zakiel yang pertama kali membuatnya gondok setengah mati.
Tapi di tengah rasa kesal itu, entah mengapa Arsha sesekali tetap menoleh ke belakang untuk memastikan apakah Zakiel masih berjalan di belakangnya atau tidak, dan ternyata laki-laki itu masih pada posisinya dan dia langsung menebar senyum setiap kali Arsha menoleh ke arahnya tanpa berkata apapun lagi. Zakiel benar-benar menepati janjinya yang tadi dia katakan bahwa dirinya akan menjaga Arsha dari belakang sana.
Hingga beberapa menit kemudian mereka berdua dihentikan oleh salah satu kakak kelas yang belum Arsha ketahui namanya. Kakak kelasnya itu mengatakan bahwa sebentar lagi mereka akan sampai pada pos satu dan mereka harus berhenti di sana untuk melakukan absensi, kakak itu juga menyuruh Zakiel untuk jalan lebih dulu karena mereka berdua dilihat terlalu dekat. Namun apa yang menjadi fokus Arsha saat ini adalah tentang fakta yang kakak itu katakan, bahwa pos pertama tempat pemberhentian mereka adalah sebuah kuburan baru.
Arsha baru saja merasa tenang karena diam-diam dia bersyukur Zakiel berjalan di belakangnya, karena jujur saja Arsha benar-benar takut dengan sekitar dan membayangkan bahwa dia sendirian di tempat ini adalah hal yang paling buruk untuk saat ini. Namun jika sekarang mereka harus dipisahkan lagi dan nantinya Arsha harus berhenti di pos pertama untuk menandatangi berkas yang ada di dekat kuburan baru itu entah mengapa Arsha merasa bahwa dirinya tidak akan sanggup.
Kalau begini caranya, sepertinya Arsha tidak bisa menepati janji untuk tidak pingsan ditengah-tengah kegiatan jurit malam ini.