Chereads / AKARSHA / Chapter 11 - 11. Jurit Malam

Chapter 11 - 11. Jurit Malam

Arsha sebelumnya tidak terpikirkan jika kelompoknya akan sampai bersamaan dengan kelompok Zakiel, yang mana pada akhirnya membuat kelompok mereka berdua jadi duduk bersebelahan. Sungguh kesialan yang tidak Arsha perkirakan sebelumnya. Sebisa mungkin Arsha menulikan pendengarannya, sebab kelompok Zakiel sangat berisik dan tidak pernah berhenti meledekinya selagi bisa. Arsha sejujurnya sudah sangat muak sampai mau marah-marah pun rasanya tidak mampu lagi, tapi untungnya dia memiliki anggota kelompok yang baik sehingga teman-temannya lah yang memarahi mereka untuk diam dan tidak lagi mengganggu Arsha.

Saat ini, mereka sedang menunggu giliran untuk melakukan jurit malam dan giliran untuk masuk akan dilakukan secara zig-zag dalam kurun waktu tiga menit sekali. Melihat dari urutan kelompok serta tempat duduk mereka sekarang, Arsha sebenarnya sudah menduga bahwa dia akan bertemu dengan Zakiel ketika berada di dalam nanti. Walaupun sudah ada peraturan bahwa setiap peserta diwajibkan untuk jalan seorang diri, Arsha tetap tidak yakin bahwa Zakiel akan melaksanakan perintah tersebut dengan patuh.

Laki-laki keras kepala itu tidak akan mau menaati peraturan.

Walaupun suara teman-teman Zakiel sudah tidak terdengar lagi untuk menggodanya karena mereka sudah dibuat bungkam oleh anggota kelompok Arsha, tapi gadis itu tetap saja merasa risih karena tatapan mata Zakiel tidak pernah lepas darinya. Sebenarnya apa sih yang Zakiel perhatikan dari Arsha sampai rasanya pemandangan lain tidak ada yang lebih menarik dariapada wajah Arsha sendiri?

"Nemo!" Kak Sayi memanggil, lalu Zakiel langsung berdiri karena sekarang memang gilirannya untuk masuk.

Laki-laki itu menatap Arsha yang bahkan tidak balas menatapnya, namun dia tetap berkata, "Gue tunggu di dalam ya, Sha," katanya sebelum benar-benar pergi, menyisakan sorakan cie dari teman-temannya yang lain.

Arsha ingin sekali mengatakan bodo amat, gue nggak perduli kepada Zakiel, namun ternyata laki-laki itu sudah berlari dan jaraknya jadi sedikit jauh dari dirinya sekarang, jadi sasaran kemarahan Arsha dilemparkan kepada teman dari laki-laki itu. "Bisa diem nggak lo pada?!" bentaknya galak sambil melotot kepada anak-anak Nemo yang tersisa, mereka langsung tertawa melihat itu namun untungnya mereka benar-benar diam setelahnya.

Selama menunggu gilirannya untuk masuk Arsha berdoa semoga saja kata-kata Zakiel tadi hanya omong kosong belaka, semoga saja dia tidak benar-benar menunggu Arsha di dalam sana. Karena Arsha tidak mau dia jadi dimarahi karena pada akhirnya akan berada dekat dengan Zakiel padahal aturan mengatakan bahwa mereka harus masuk sendiri-sendiri dan jarak antar peserta jurit malam itu memang diatur cukup jauh antar satu sama lain. Lalu alasan lain mengapa Arsha tidak mau bertemu dengan Zakiel di dalam sana adalah karena dia malas jadi bahan gosip satu sekolah, padahal yang genit padanya itu Zakiel dan Arsha sama sekali tidak berniat untuk merespon laki-laki itu sedikit pun. Tapi tetap saja perlakuan Zakiel kepadanya mengundang banyak pasang mata untuk memperhatikannya setelah kejadian itu.

Arsha jadi benar-benar terkenal secara mendadak dalam waktu singkat.

Waktu tiga menit yang ditunggu akhirnya sudah tiba, rasanya tidak terlalu lama karena tiba-tiba saja Kak Sayi sudah memanggil nama kelompoknya. "Tulip!" Arsha yang duduk paling depan langsung berdiri untuk menghampiri Kak Sayi sebelum masuk ke dalam hutan itu.

"Gue duluan ya!" Pamit Arsha pada anggota sekelompoknya untuk segera menghampiri Kak Sayi di depan sana. Dalam hati Arsha terus saja berdoa semoga saja Zakiel sudah berjalan lebih dulu di dalam sana.

Sayi tersenyum ketika mendapati Arsha mendekat, kemudian langsung memberi arahan ketika gadis itu sudah benar-benar sampai di sampingnya. "Akarsha, kamu sekarang jalan aja lurus ke depan sana, nanti kalo udah sampai di bambu-bambu itu kamu bakalan ketemu Bian dan arahan selanjutnya akan dikasih tau sama dia ya." Arsha langsung mengangguk mendengar penuturan Sayi barusan.

Tanpa menunggu lagi Arsha langsung berangkat, dia bahkan sedikit berlari untuk menghampiri Bian— tenang saja ini bukan rasa excited karena ingin bertemu dengan Bian tapi lebih ke rasa excited karena Arsha sudah tidak sabar ingin mencoba jurit malam ini. Bian benar-benar berdiri di samping sebuah bambu yang membentuk seperti pintu masuk area hutan.

"Jangan lari-lari Arsha," ujar Bian begitu melihat adik kelasnya itu sedikit berlari untuk menghampirinya.

Arsha malah tersenyum lebar mendengar itu. "Hai Kak!" sapanya saat sudah benar-benar berdiri di depan laki-laki itu.

"Hai," sapa Bian balik. "Kamu udah siap?"

"Jangan sampai pingsan ya lo." Belum sempat Arsha menjawab pertanyaan Bian tadi, namun satu suara lain sudah lebih dulu ikut masuk dalam pembicaraan dan isi perkataannya itu dengan tujuan memperingati Arsha.

Arsha yang merasa mengenal suara tersebut langsung menoleh dan mendapati Cakra sedang berjalan menghampirinya dan juga Bian di pintu masuk.

"Lo nggak masuk?" tanya Bian pada laki-laki itu.

Cakra sempat melirik sekilas ke arah Arsha sebelum akhirnya kembali memberi fokus penuh pada Bian. "Ini gue mau masuk," jawab Cakra seadanya.

"Ya udah sana masuk," usir Bian langsung tanpa basa-basi lebih lanjut. Cakra yang mendengar perintah ketuanya itu langsung berjalan lebih dulu untuk masuk ke dalam hutan tanpa menjawab apapun lagi, dia sendirian dan kepergiannya justru mencipta tanya di kepala Arsha tentang mengapa Kak Cakra masuk ke dalam hutan sana seorang diri?

Arsha masih terus memperhatikan Cakra yang bahkan sudah hilang dari jangkauan matanya sampai akhirnya ada suara yang memanggilnya dan memecah konsentrasinya saat itu juga.

"Arsha."

Gadis itu dengan cepat kembali menoleh ke arah Bian. "Iya, kenapa Kak?"

Melihat respon cepat dari Arsha membuat Bian lantas terkekeh gemas. "Kok kamu lihatin Cakra terus?" Jujur, menurut Arsha pertanyaan Bian ini sangat random sekali dan tidak ada sangkut pautnya dengan kegiatan malam ini.

"Hah? Enggak kok Kak." Kilah Arsha, tentu saja berbohong.

Bian mengulum senyumnya. "Beneran enggak? Padahal ekspresi kamu kelihatan khawatir banget gitu pas Cakra masuk ke dalam hutan?" tanya Bian lagi.

"Ih, jangan gitu dong kak, maksudku bukan gitu juga— Kak Bian ini aku kapan masuknya kalo dibercandain terus??" Arsha merengek, dia sangat tidak suka diledek. Tolong lah, dia sudah cukup lelah diledeki dengan Zakiel, jadi jangan sampai ada orang baru yang dijadikan target lagi untuk menjadi bahan ledekannya.

"Iya, maaf, bercanda kok," kata Bian sambil tertawa, ekspresi Arsha saat ini sangat lucu menurutnya.

"BIAN BURUAN! ITU KENAPA ARSHA BELUM MASUK-MASUK! JANGAN MODUS SEKARANG DONG INI PADA NGANTRI SOALNYA!"

Bian tersenyum geli begitu melihat drastisnya perubahan raut wajah Arsha begitu mendengar teriakan Sayi barusan. "Udah jangan di dengerin, Sayi mah memang suka kayak gitu," kata Bian, Arsha hanya mangut-mangut saja agar semuanya berjalan cepat.

Ah, padahal jika boleh Bian ingin lebih lama mengulur waktu agar bisa bicara dengan Arsha.

"Aku masuk nih ya Kak?" tanya Arsha dengan wajah polos.

"Jangan takut ya nanti waktu ngejalanin jurit malamnya. Bener kata Cakra tadi, kamu jangan sampai pingsan." Bian mengingatkan. "Nanti di dalam bakalana ada tali warna putih untuk pemandu jalan kamu, jangan pernah lepasin tali itu sebelum kamu sampai di garis finish, karena kalo kamu kehilangan tali itu nanti kamu bisa nyasar."

Arsha mengangguk sebagai jawaban.

"Inget jangan sampai pingsan," ulang Bian. "Soalnya kalo kamu pingsan saya enggak akan bisa tolongin, tugas saya kan jaga di pos satu di sini."

Arsha tertawa mendengar itu. "Enggak Kak astaga, aku nggak sepenakut itu kok. Aku pasti bisa sampai garis finish tanpa pingsan." Lalu dia menepuk dadanya sendiri tanda membanggakan diri.

"Yaudah gih sana masuk, jangan lupa baca bismillah."

Arsha mengangguk mantap, kemudian mengucapkan kalimat pembuka tadi dengan lantang di dalam hatinya sebelum akhirnya kedua tungkainya melangkah masuk ke dalam hutan yang gelap dan hanya terdapat cahaya bulan sebagai penerangnya.