Taman belakang kastil Kerajaan Argaint sangat luas dan indah. Banyak bunga berwarna-warni menghiasi taman. Selain itu juga terdapat gazebo tempat bersantai dan berteduh dari terik matahari dan hujan.
Hari ini Ziel dan Theodore berdiri berhadap-hadapan sambil memegang pedang kayu. Putri Aishia dan Putri Elise berteduh di bawah gazebo sambil menikmati teh.
"Ingat untuk tidak saling menyakiti secara serius, ini hanya latihan jadi jangan terlalu serius. Terutama kau Theo." Putri Aishia mengingatkannya dengan wajah yang serius.
"Aku mengerti Putri. Tenang saja, aku akan menahan diri dan berusaha untuk tidak menyakitinya." Theodore menjawab dengan percaya diri dan arogan. Putri Aishia hanya bisa mengerutkan kening mendengarnya.
"Ziel kau harus hati-hati, jangan sampai terluka kau mengerti!" Putri Elise khawatir dan kembali mengingatkan Ziel.
"Aku mengerti Putri Elise." Ziel menjawab singkat.
Melihat Putri Elise yang mengingatkannya dengan wajah khawatir, Dia hanya bisa mengangguk dan melihat pada lawan latihan berpedangnya. Melihat matanya yang licik, Ziel hanya bisa berpikir dalam benaknya bagaimana cara agar dia bisa terlihat kalah secara normal dan aman.
(Sepertinya aku harus bermain sedikit di sini. Agar Putri Aishia dan Putri Elise tidak mencurigaiku. Yang harus aku tunjukkan hanyalah ilmu pedangku yang biasa-biasa saja dan dengan cepat dikalahkan olehnya)
"Apakah kamu sudah siap? Tenang saja, aku tidak akan menyakitimu dengan serius." Theodore berkata dengan arogan.
"Terima kasih atas kemurahan hatimu." Ziel menjawab dengan nada datar.
"Baiklah, mari kita mulai. Kamu bisa menyerangku lebih dulu. Gunakan semua kekuatanmu." Theodore memprovokasi Ziel sambil tersenyum
"Baiklah ..." Ziel mengangguk pelan pada provokasi Theodore.
Ziel berlari perlahan ke arah Theodore sambil mengangkat pedangnya dan mengayunkannya seperti seorang amatir. Theodore memblokir serangan Ziel dengan pedangnya.
"Hahaha... Apa hanya itu kekuatanmu? Apa kau seorang bayi? Ayo keluarkan seluruh kekuatanmu. Ayunkan pedangmu lebih kuat lagi!" Theodore tertawa keras sambil menghina Ziel.
Ziel terus mengayunkan pedangnya tanpa pandang bulu. Dari atas, kanan, kiri dan menusuk ke depan. Tapi semuanya ditangkis oleh Theodore. Mereka terus melanjutkan pertarungan pedang mereka untuk waktu yang agak lama. Tapi dilihat dari manapun, Theodore terlihat memimpin jalannya pertarungan. Ini seperti sedang mengajari Ziel menggunakan pedang. Namun tiba-tiba Theodore menyerang Ziel tepat di titik vitalnya. Ziel berpura-pura tergelincir untuk menghindari pedangnya.
"Kamu bisa menghindari itu. Sungguh beruntung. Cobalah untuk menahan seranganku yang satu ini." Theodore berkata dengan kesal.
Theodore memutar tubuhnya bersiap untuk menyerang leher Ziel dengan pedang kayu. Jika dia tertebas bahkan dengan pedang kayu, Itu akan menyebabkan cedera serius. Tapi Ziel tetap tenang menghadapinya. Seperti robot yang telah diprogram untuk menangkis atau menghindari serangan yang akan diluncurkan Theodore. Ziel berpura-pura tersandung dan jatuh sehingga pedang Theodore hanya menebas angin.
"Kamu beruntung lagi, tapi tidak kali ini!!" Theodore marah karena Ziel bisa menghindari serangannya lagi.
Satu segel aura terbentuk di paha Theodore. Kecepatan dan kekuatan Theodore tiba-tiba meningkat 2 kali lipat. Dia menebaskan pedang kayunya ke arah kepala Ziel.
"Theo apa yang kamu lakukan!? Ini hanya latihan. Hentikan!!" Putri Aishia yang melihatnya segera berteriak pada Theodore.
"Theo kamu curang!?" Putri Elise juga berteriak seperti yang dilakukan Putri Aishia.
Ziel bisa mendengar suara Putri Aishia dan Putri Elise berteriak pada Theodore. Tapi Theodore tidak mendengarkan apa yang mereka teriakkan. Mungkin pikirannya dipenuhi amarah karena tidak bisa mengenai Ziel dengan pedangnya. Kemarahannya yang meluap membuatnya tidak bisa mendengar apapun dari sekelilingnya dan dia hanya fokus menyerang Ziel yang ada di hadapannya.
Ziel hanya menyipitkan matanya. Dia sedikit melonggarkan pegangan di gagang pedangnya. Dia juga menebas pedangnya dari bawah. Ketika pedang mereka bertabrakan, dia sedikit memutar pedangnya untuk mengubah arah lintasan serangan Theodore dan melepaskan cengkeramannya pada pedang kayunya. Jadi pedang itu terlempar dan serangan Theodore hanya lewat di sebelah Ziel berada.
Ziel mengangkat tangannya untuk menunjukkan bahwa dia menyerah dan mengakui kekalahannya. Tapi Theodore tidak melihatnya dan berusaha untuk menyerang Ziel lagi. Dia menebaskan pedangnya lagi ke arah Ziel. Namun Ziel tidak bergeming melihat serangan Theodore. Karena dia tahu seseorang akan menghentikannya. Memang benar sebelum serangan Theodore menyentuh Ziel ada dinding perak antara Ziel dan Theodore.
[Mercury Shield]
Dia mendengar suara yang indah seperti lonceng melantunkan nama mantranya.
(Apakah ini merkuri?)
Ziel melihat dinding perak di depannya. Dan melihat gadis yang melemparkan sihir tersebut, Putri Aisyah.
"Theodore Blanco aku bilang berhenti!!" Putri Aishia kali ini berteriak dengan marah.
Mendengar teriakan Putri Aishia akhirnya Theodore kembali ke akal sehatnya. Dia kemudian Berlutut dengan satu kaki, Menundukkan kepalanya dan meminta maaf kepada Putri Aishia dan Putri Elise.
"Aku mohon maaf Putri Aishia. Saya terlalu bersemangat dan terbawa suasana." Theodore mengatakan alasannya tanpa terlihat besalah.
"Kau bilang terbawa suasana? Tapi kau menggunakan segel auramu. Bukankah ini hanya latihan dengan ilmu berpedang murni? Dan kau menyerang Ziel dengan maksud menyakitinya. Apa menurutmu aku tidak tahu?" Putri Aishia tidak percaya apa yang dikatakan Theodore.
Theodore hanya bisa menggertakkan giginya mendengar apa yang dikatakan Putri Aishia.
"Sekali lagi saya mohon maaf tuan putri. Saya hanya terlalu terbawa emosi. Saya berjanji tidak akan mengulangi hal seperti itu lagi." Theodore hanya bisa mengakui kesalahannya dengan enggan.
"Haah... aku tidak ingin melihat hal seperti ini lagi Theo. Aku sangat mengerti siapa dirimu dan apa tujuanmu melakukan latihan berpedang ini. Jadi tolong jangan ulangi lagi." Putri Aishia menghela nafas pada apa yang dikatakan Theodore.
"Saya mengerti." Theodore hanya bisa menjawab dengan singkat dan dimatanya penuh dengan ketidakpuasan.
Setelah berbicara dengan Theodore, Putri Aishia melihat Ziel dari atas ke bawah.
"Ziel apa kau baik-baik saja?" Dia bertanya dengan wajah agak khawatir.
"Apakah kamu terluka? Kamu terlihat seperti terkena serangan oleh Theo." Suara Putri Elise mengikuti di belakangnya.
Putri Aishia dan Putri Elise menanyakan kondisinya karena khawatir. Sementara itu Putri Elise memeriksa seluruh tubuhnya untuk mencari lukanya.
"Aku baik-baik saja Putri. Terima kasih atas perhatianmu." Ziel menundukan kepalanya berterima kasih kepada kedua Putri.
Saat Ziel menundukan kepalanya, dia melirik ke arah Putri Aishia. Dia meliriknya bukan karena dia cantik. Tapi karena dia melihat mana di sekitar Putri Aishia mengamuk lebih hebat dari yang sebelumnya dia lihat.
Aliran mana yang kacau akan meledak cepat atau lambat. Tampaknya menggunakan mantra sebelumnya memicu mananya mengamuk dan lepas kendali.
Putri Aishia terlihat pucat menahan rasa sakitnya yang tak tertahankan. Ziel bisa melihat itu darinya. Bahkan Putri Elise tahu itu. Karena dia sesekali melirik khawatir ke arah Putri Aishia.
"kakak apakah kamu baik-baik saja?" Putri Elise bertanya dengan cemas melihat kondisi Putri Aishia.
"Aku baik-baik saja. Aku akan istirahat sebentar. Bawa aku ke kamarku Elise." Putri Aishia menjawab dengan tenang.
"Ya kak." Putri Elise mengangguk pelan tapi wajahnya masih tampak khawatir.
Putri Elise mengantarkan Putri Aishia ke kamarnya. Dan Theodore mengikuti mereka dari belakang. Dia melirik Ziel dengan mata penuh kebencian sebelum kembali mengikuti kedua Putri. Ziel hanya berdiri di tempatnya sambil melihat kedua Putri pergi.
"Haah... kupikir aku harus melakukan pekerjaan tambahan." Dia menghela nafas lelah.
Ziel meninggalkan taman belakang kastil dan berjalan menuju ke kamarnya.