Saat pagi hari, Siesta bangun dan bergegas ke kamar Putri Aishia. Sejak tadi malam dia sangat khawatir dengan kondisi Putri Aishia. Putri Aishia sangat baik padanya sejak kecil. Dia bahkan menganggap Putri Aishia sebagai saudara perempuannya sendiri. Di depan kamar Putri Aishia. Dia mengetuk pintu kamarnya beberapa kali.
"Putri, ini Siesta. Apakah kau sudah bangun? Bolehkah aku masuk?" Siesta bertanya dari depan kamar Putri Aishia.
"Aku sudah bangun. kau bisa masuk." Balasan Putri Aishia langsung datang dari dalam kamar.
Ketika Siesta masuk, dia terkejut melihat apa yang terjadi depannya. Bukan karena kondisi Putri Aishia yang semakin buruk. Justru sebaliknya, dia terlihat lebih sehat dari biasanya. Wajahnya tidak pucat lagi. Dan yang paling mengejutkan adalah senyumnya yang bahkan membuat Siesta terpesona. Persis seperti seorang gadis yang sedang jatuh cinta.
"Putri apakah kau baik-baik saja? Bagaimana kondisimu saat ini? Apakah kau masih merasakan sakit?" Siesta langsung mengkonfirmasi kondisi putri Aishia.
"Aku baik-baik saja. Aku bahkan tidak pernah merasa sesehat ini. hehe..." Jawabnya sambil terkekeh.
"Apa kau yakin?" Tapi Siesta masih tidak yakin.
"Tentu saja. kau bisa melihatnya sendiri, bukan?" Putri Aishia berkata dengan serius untuk meyakinkan Siesta.
"Ya, aku pikir Anda terlihat baik-baik saja. Istirahat sebentar bisa menghilangkan rasa sakit Anda. Syukurlah..." Siesta menghela nafas lega melihat kondisi Putri Aishia yang telah membaik. Tapi ada sesuatu yang masih membuatnya bingung. Sebelum dia sempat menanyakannya tiba-tiba pintu kamar Putri Aishia terbuka.
"Kakaaaaaaaaaak!!! Bagaimana kondisimu? Apa kau masih sakit? Aku sangat khawatir sepanjang malam. Kalau bukan karena kau menyuruhku istirahat di kamar. Aku ingin menemanimu... hiks... hiks." Putri Elise membuka pintu sambil berteriak.
Putri Elise berlari dari kamarnya menuju kamar Putri Aishia sambil menangis karena ingin segera melihat kondisi kakaknya. Dan di belakangnya ada Ziel, orang yang menemani Putri Aishia sepanjang malam. Melihat Ziel, wajah Putri Aishia memerah. Dia kemudian segera memalingkan wajahnya.
"Aku baik-baik saja Elise. kau bisa melihatnya sendiri kan? Jadi kau tidak perlu khawatir lagi." Putri Aishia menenangkan Putri Elise sambil mengelus kepalanya. Terkadang dia melirik ke arah Ziel dan tersipu. Hal itu tidak luput dari pandangan Siesta.
"Kalau begitu aku permisi dulu Putri Aishia, Putri Elise." Ziel meminta izin meninggalkan tempat itu kepada kedua Putri. Dia tidak ingin mengganggu waktu mereka berdua.
Dia kemudian keluar dari kamar Putri Aishia dan Siesta mengikutinya. Untuk memberi ruang bagi kedua Putri untuk bersama. Di luar kamar Putri Aishia, Siesta memanggil Ziel. Siesta adalah gadis cantik berambut hitam pendek berkilau. Dengan pakaian pelayannya dia terlihat sangat cantik dan sexy.
"Ziel tunggu..." Siesta memanggilnya dari belakang.
"Ya... Apakah ada yang Anda butuhkan Nona Siesta?" Dia bertanya dengan sopan kepada Siesta.
"kau tidak harus begitu sopan Ziel. Kita adalah sesama pelayan Putri. kau bisa memanggilku Siesta. Cukup Siesta." Siesta menjawabnya dengan nada yang lebih santai.
"Kalau begitu, Siesta. Ada yang bisa aku bantu?" Dia bertanya dengan lebih santai dari sebelumnya.
"Apakah kau memperhatikan sesuatu yang aneh pada Putri Aishia?" Siesta langsung bertanya ke inti masalahnya.
"Aneh? Apa maksudmu? Aku melihat Putri Aishia baik-baik saja. Bisa dibilang dia terlihat lebih sehat dari sebelumnya." Ziel bingung dengan pertanyaan Siesta.
"Bukan itu maksudku. Dia memang terlihat sehat. Tapi dia seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan mainan baru atau gadis yang sedang jatuh cinta." Siesta menanyai Ziel tentang hal itu sambil melihat reaksi Ziel. Di kamar Putri Aishia, Siesta melihat Putri Aishia beberapa kali melirik Ziel dan tersipu malu.
"Begitukah? Aku juga tidak tahu tentang hal itu. Aku bersama dengan Putri Elise selama ini." Ziel pura-pura tidak tahu.
"Begitukah?" Tapi Siesta menyipitkan matanya masih tidak percaya.
"Ya begitu. Jika tidak ada hal lain yang kau butuhkan, aku pergi lebih dulu." Ziel segera meninggalkan Siesta.
"Ziel, Malam ini di tengah Kota Silvast akan diadakan festival. Jika kau tidak memiliki pekerjaan yang harus dilakukan. Lebih baik kau pergi ke sana untuk menyegarkan diri." teriak Siesta dari belakang ziel.
"Baiklah." Dia hanya menjawabnya dengan singkat.
Ziel kemudian berjalan menyusuri koridor menuju ke arah kamarnya. Sementara Siesta menatap Ziel dengan tatapan curiga.
***
Saat malam tiba, Ziel pergi ke tengah Kota Silvast yang sangat dekat dari kastil. Saat dia berjalan melewati kerumunan. Dia melihat seseorang yang terlihat tidak asing yang menyembunyikan dirinya dengan jubah. Meskipun Ziel tidak bisa melihat wajahnya, tapi dia bisa tahu dari 'mana' yang terpancar dari tubuhnya. Ziel kemudian berjalan ke arah orang itu dan menepuk pundaknya.
"Putri Aishia, Siesta, dan Putri Elise akan panik jika mereka tahu kau tidak ada di kamarmu." Ziel menepuk pundak Putri Aishia dari belakang.
"Ap... Apa? Ziel kenapa kau ada di sini?" Dia terkejut tiba-tiba mendengar suara Ziel dari belakangnya.
"Seharusnya aku yang menanyakan itu padamu, Putri. Apa yang kau lakukan di sini sendirian tanpa ksatria pelindungmu Theodore?" Ziel melihat sekeliling dan tidak menemukan siapapun yang mengawal Putri Aishia.
"Itu sangat mengganggu ketika berjalan-jalan melihat festival dengan ksatria pelindungmu di sekitar. Aku tidak akan bisa bebas untuk menikmati festival ini." Putri Aishia menjawab dengan santai dan mengalihkan pandangannya dari Ziel.
"Begitukah? Kalau begitu, silahkan nikmati festivalmu, Putri." Ziel mengucapkan selamat tinggal dan hendak pergi, tetapi Putri Aishia lebih dulu memegang tangannya.
"Kebetulan kau ada di sini, kau harus menemaniku. kau tidak bisa membiarkan seorang Putri berkeliaran sendirian di tempat ramai saat malam hari, bukan?" Dia mengatakannya seolah-olah dia kesepian dan ketakutan.
(Jika Anda tahu itu, mengapa Anda tidak membawa ksatria pelindung Anda?)
Ziel mengeluh dalam hatinya. Namun akhirnya dia harus menemani Putri Aishia. Karena akan lebih merepotkan jika dia benar-benar dalam bahaya.
"Baiklah Putri, ayo kita pergi." Dia hanya bisa menghela nafas dalam hatinya.
"Tunggu Ziel, sebelum kita pergi, agar kita tidak terpisah. Kita harus bergandengan tangan." Putri Aishia mengatakan itu dengan malu.
"Baiklah." Ziel langsung setuju. Kemudian ia menggenggam tangan Putri Aishia dengan lembut.
"Dan kedua, kau tidak boleh memanggilku Putri. Jika ada yang mendengarnya. Hal ini akan segera menjadi keributan dan menyusahkan." Dia berkata dengan malu-malu.
"Lalu bagaimana aku harus memanggilmu?" Ziel bingung dengan sikap Putri Aishia.
"Kaa.. kau bisa memanggilku Aishia." Putri Aishia yang wajahnya memerah menjawabnya sambil melihat ke arah lain.
"Baiklah Aishia. Ayo kita pergi." Ziel menarik tangan Putri Aishia dan mulai berjalan untuk melihat festival.
Putri Aishia merasakan wajahnya sangat panas saat Ziel memanggil langsung namanya. Kehangatan tangan Ziel menyebar ke seluruh tubuh Putri Aishia. Telinganya memerah, dan senyum lebar terbentuk di wajahnya.