Chereads / Pelayan Terkuat Tanpa Warna / Chapter 14 - Bab 10 : Malam Terakhir

Chapter 14 - Bab 10 : Malam Terakhir

Saat tengah malam di kastil Kerajaan Argaint yang diterangi oleh cahaya bulan keperakan. Saat ini semua orang kecuali para penjaga sudah tertidur lelap di kasur mereka. Namun di suatu ruangan tertentu, masih ada sepasang manusia yang masih terjaga. Satu perempuan dan satu lagi laki-laki. Mereka adalah Putri Aishia dan Ziel Grisel. Jika hal itu terlihat oleh orang lain. Maka mereka akan dituduh melakukan tindakan asusila. Mungkin hal itu di menjadi masalah untuk Ziel. Tapi beda ceritanya bagi Putri Aishia yang merupakan Putri pertama Kerajaan tersebut.

"Aishia, ini sudah hari ke-15 sejak perawatanmu. Manamu juga sudah mulai stabil, dan kemampuanmu dalam mengontrol aliran mana berada di level seorang master. Sedikit lagi kau akan bisa pulih sepenuhnya dari kondisimu sebelumnya." Ziel menjelaskan kepada Putri Aishia tentang kondisinya.

"Nn... Ini semua berkatmu." Putri Aishia menjawab dengan lembut. Pipinya memerah tanpa dia sadari.

Ziel diizinkan untuk memanggil namanya secara langsung tanpa sebutan kehormatan sejak mereka kembali dari festival. Ini adalah malam ke-15 sejak perawatan pertama Putri Aishia. Dia merawatnya setiap malam sejak saat itu. Saat ini Putri Aishia dapat dengan mudah mengontrol aliran mananya sendiri. Tapi hal itu tetap membutuhkan bantuan dari Ziel.

"Tidak... Itu semua berkat usaha dan bakatmu sehingga kau bisa sembuh begitu cepat. Orang normal mungkin bisa sampai 1-2 bulan." Dia mengatakan yang sebenarnya.

"Karena kau mengajariku dengan baik. Aku juga bisa belajar dengan baik." Putri Aishia mengatakannya dengan malu-malu dan wajahnya memerah.

Suasana di antara mereka berubah menjadi canggung. Setelah beberapa saat hening, Putri Aishia memecah kesunyian mereka.

"Ziel, bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?" Dia agak takut untuk bertanya.

"Tentu." Ziel mengizinkannya.

"Siapa kau sebenarnya? Dan apa tujuanmu bekerja sebagai pelayan?" Putri Aishia menanyakan hal yang paling ingin dia ketahui.

"aku hanya seorang pelayan. Dan tujuanku hanya 1. Hidup dengan tenang dan damai di dunia ini." Ziel menjawabnya dengan nada tenang dan Putri Aishia hanya mengangguk mendengarnya. Dia mengerti bahwa Ziel tidak ingin berbicara banyak tentang masalah pribadinya. Jadi dia tidak ingin memaksanya jika dia tidak mau bercerita.

Perawatan malam itu berakhir. Sebelum Ziel meninggalkan kamarnya. Tiba-tiba Ziel mengeluarkan sebuah kotak dari sakunya. Sebuah kotak hitam kecil dengan ornamen putih.

"Ini untukmu, Aishia." Ziel memberikan kotak itu padanya.

"Apa ini?" Putri Aishia yang memiringkan kepalanya terlihat sangat menggemaskan.

"Ini hadiah. Besok adalah hari ulang tahunmu. Jadi aku memberikannya lebih awal. Karena tidak mungkin aku bisa memberikannya padamu di depan banyak orang." Ziel menjelaskan padanya.

Putri Aishia menerima hadiah yang diberikan oleh Ziel. Dia memegangnya erat-erat seolah dia takut hadiah itu akan diambil lagi.

"Terima kasih... Bisakah aku membukanya sekarang?" Dia penasaran dengan isi di dalam kotak itu.

"Tentu saja... Bukalah." Ziel mengizinkannya.

Putri Aishia membuka kotak itu. Ketika dia membukanya, dia bisa melihat cahaya abu-abu memancar dari benda yang ada di dalam kotak. Dia mengeluarkan 'benda' itu dari dalam kotak. Itu adalah gelang berwarna abu-abu yang indah dengan ornamen seperti kristal salju. Putri Aishia gemetar ketika dia melihat dan menyentuh gelang itu.

"Ziel ini...?" Tangan Putri Aishia gemetar.

"Gelang itu adalah hadiah ulang tahunmu." Ziel mengangguk pelan menjawabnya.

"Bukan itu maksudku!!" Dia tanpa sadar berteriak pada Ziel.

"Jadi apa yang kau maksud?" Ziel bingung dengan maksud dari kata-katanya.

"Gelang ini terbuat dari tulang naga?" tanya Putri Aishia dengan suara gemetar.

Dia tahu betapa berharganya bahan yang digunakan untuk membuat gelang itu. Dia hanya berharap Ziel menyangkalnya. Karena hadiah itu terlalu berharga untuknya. Di sisi lain dia merasa sangat bahagia karena Ziel memberikannya hadiah yang sangat berharga.

"Ya, kau benar. Gelang itu terbuat dari tulang naga. Matamu cukup tajam." Ziel mengangguk dan memuji pada penglihatan Putri Aishia.

"Tentu saja aku tahu. Karena ayahku juga memiliki artefak berupa cincin yang terbuat dari tulang naga yang bisa menggandakan kekuatannya untuk sementara." Putri Aishia mengatakannya dengan jujur.

"Gelang itu juga merupakan artefak." Ziel acuh tak acuh mengatakannya.

Putri Aishia hanya bisa membuka mulutnya lebar-lebar saat mendengarnya.

"Apakah aku benar-benar boleh memiliki gelang ini?" Dia bertanya pada Ziel dengan ragu.

"Tentu saja, itu adalah hadiah ulang tahunmu. kau harus memakainya." Ziel mengangguk pelan untuk meyakinkannya.

Putri Aishia kemudian memakai gelang itu di tangan kanannya.Gelang itu terlihat sangat cocok di tangannya. Dia tersenyum lebar ketika melihat gelang di pergelangan tangannya.

"Ziel, kau sebelumnya mengatakan bahwa gelang ini adalah artefak. Jadi apa fungsinya?" Dia tiba-tiba teringat kata-kata Ziel.

"Gelang itu memiliki dua fungsi. Pertama, itu akan melindungimu saat kau dalam bahaya." Ziel mulai menjelaskan fungsinya kepada Putri Aishia.

"Dan yang kedua?" Dia bertanya penasaran.

"Gelang itu akan membantumu mengontrol manamu. Apakah kau ingat apa yang aku katakan ketika aku pertama kali melakukan perawatan untukmu? Aku berkata, 'Aku akan menemukan cara agar kau dapat melakukan perawatanmu sendiri' Jadi aku membuat gelang ini." Ziel menjelaskan fungsi keduanya kepada Putri Aishia.

Tiba-tiba tubuh Putri Aishia gemetar dan matanya mulai berkaca-kaca. Dia menahan diri untuk tidak meneteskan air mata. Kemudian dia bertanya pada Ziel dengan Ketakutan menghiasi wajahnya.

"Apa maksudmu? Apa kau tidak ingin bertemu denganku lagi? Apa aku melakukan kesalahan hingga kau membenciku? Kalau begitu aku minta maaf padamu. Tapi tolong jangan membenciku!!" Putri Aishia tiba-tiba panik setelah mendengar fungsi kedua dari gelang itu. Dia berpikir Ziel tidak mau bertemu dengannya lagi.

Ziel hanya menggelengkan kepalanya setelah melihat reaksinya. Dia kemudian berdiri dari tempat duduknya dan menatap langsung ke mata Putri Aishia.

"Tidak... kau tidak pernah melakukan kesalahan apapun, Aishia. Dan aku tidak pernah membencimu. Apa yang aku berikan untukmu adalah untuk kebaikanmu. Karena berbahaya jika aku keluar masuk kamarmu di tengah malam lebih lama dari ini. Suatu hari nanti, mungkin orang lain akan tahu. Dan reputasimu sebagai Putri akan hancur." Ziel mengatakannya dengan serius.

Putri Aishia hanya bisa terdiam mendengar apa yang dikatakan Ziel. Semua yang dia katakan sangat masuk akal. Tapi dia masih tidak bisa menerimanya. Dia merasa ada sesuatu yang hilang darinya.

"Jadi Aishia, malam ini adalah malam terakhir perawatan dariku. Kondisimu juga telah membaik. Dan kau bisa menjaga dirimu sendiri dengan gelang itu. Segera kau akan bisa menstabilkan manamu dengan benar. Dan menjadi seorang mage yang hebat." Ziel sedikit menghiburnya.

"aku mengerti." Putri Aishia hanya menjawab singkat.

Dia berusaha menahan diri untuk tidak menangis. Ziel yang melihatnya langsung pamit padanya dan keluar dari ruangan itu secepat mungkin.

"Kalau begitu aku pergi dulu, Aishia." Ziel bersiap untuk pergi.

"..." Tapi putri Aishia hanya diam dan menundukkan kepalanya.

"Itu bukan berarti kita tidak bisa bertemu lagi. Ingat, aku masih pelayan dari Putri Elise. Dan kita masih bisa bertemu lagi besok seperti biasa." Ziel hanya bisa menghela nafas melihat Putri Aishia seperti itu.

"..." Tetap tidak ada jawaban dari Putri Aishia.

Melihatnya tetap diam. Ziel memutuskan untuk segera meninggalkan kamarnya.

"Kalau begitu, selamat malam Aishia." Ziel segera bergegas keluar dari kamar Putri Aishia. Begitu dia menutup pintu. Dia bisa mendengar tangisan sedih dari dalam kamar. Ziel hanya bisa menghela nafas berat saat mendengarnya.

(Maaf, aku bahkan tidak bisa merasakan apapun untuk dunia ini dan orang-orang yang ada di dalamnya. Bagaimana aku bisa mencintai seseorang. Tapi mungkin saja suatu hari nanti jika kutukan ini hilang ... Mungkin suatu hari nanti)

Saat berjalan di koridor kastil, Ziel tiba-tiba berhenti. Kemudian dia melihat ke arah pegunungan Alba. Dia menyipitkan matanya dan berbicara dengan nada rendah tanpa ada orang lain yang bisa mendengarnya.

"Sepertinya besok akan ada badai besar. Ini sangat merepotkan." Dia bergumam pelan.

Ziel kembali berjalan menyusuri koridor dan menghilang dalam kegelapan.