Chereads / Pelayan Terkuat Tanpa Warna / Chapter 8 - Bab 4 : Keseharian Seorang Pelayan

Chapter 8 - Bab 4 : Keseharian Seorang Pelayan

Ziel membuka matanya terbangun dari tidurnya. Apa yang pertama kali dilihatnya adalah langit-langit yang asing baginya. Meskipun sudah seminggu sejak dia menjadi pelayan untuk Putri Elise. Dia masih belum terbiasa melihat langit-langit di kamarnya.

Ketika dia bekerja sebagai pelayan untuk Putri Elise, dia tidak bertemu banyak orang selain Putri Elise, Putri Aishia, salah satu pelayan yang melayaninya dan ksatria pria yang merupakan ksatria pelindung Putri Aishia, Theodore. Dia bahkan tidak pernah bertemu raja dan ratu. Mungkin karena raja dan ratu terlalu sibuk mengurusi masalah kerajaan ini. Mereka sekarang sedang berkunjung ke kerajaan lain.

Putri Freya telah kembali ke kerajaannya setelah pemilihan pelayan. Tapi sepertinya dia akan datang lagi pada ulang tahun Putri Aishia bulan depan.

"Sudah waktunya bagiku untuk mandi dan bersiap." Dia bergumam pelan.

Pekerjaan yang harus dia lakukan hanyalah bangun pagi, membawakan sarapan dari koki istana ke Putri Elise dan menyiapkan segala yang dia butuhkan. Hal yang paling sulit adalah membangunkannya dari tidurnya. Ziel berjalan dari kamarnya ke kamar Putri Elise. Saat berjalan menyusuri koridor ke kamar Putri Elise, dia bertemu seseorang yang dikenalnya.

"Hei pelayan, setelah kamu selesai melayani Putri Elise. Datanglah ke taman belakang Kastil dan lakukan latihan denganku. Kali ini kamu harus menerimanya. Kalau tidak, aku akan mengganggumu sepanjang waktu."

Ksatria laki-laki yang menjadi ksatria pelindung Putri Aishia, Theodore memanggil Ziel. Dia tampaknya menyimpan permusuhan terhadap Ziel. Dia sering mengajak Ziel untuk menemaninya berlatih pedang. Namun Ziel selalu menolaknya dengan alasan sibuk.

Tanpa menunggu jawaban Ziel, dia terus berjalan menyusuri koridor meninggalkan Ziel. Belum lama ini Ziel mengetahui bahwa Theodore adalah seorang ksatria dengan level 'Intermediate Swordsman'. Dia juga teman masa kecil Putri Aishia. Mungkin karena dia memiliki rasa sayang pada Putri Aishia. Dia merasakan ancaman pada Ziel yang tiba-tiba muncul. Dia takut Ziel akan mengambil Putri kesayangannya. Itu alasan yang tidak masuk akal sama sekali.

"Pria yang merepotkan. Haah..." Ziel menghela nafas berat.

Ziel segera menuju ke kamar Putri Elise. Sesampainya di depan kamarnya, Ziel mengetuk pintu hingga 3 kali namun tetap tidak ada jawaban.

"Putri apakah kamu sudah bangun? Ini sudah siang. Kamu harus segera bangun dan sarapan. Putri, jika masih tidak ada jawaban. Maaf atas kelancanganku, saya akan masuk ke dalam." Ziel memanggil Putri Elise dari depan kamarnya.

Ziel kemudian membuka pintu kamar Elise. Dia melihat Putri Elise masih tidur nyenyak di tempat tidurnya dengan gaun tidurnya yang lucu. Ziel kemudian membuka tirai agar sinar matahari bisa masuk ke kamar dan mengenai wajah Putri Elise, sehingga dia bisa bangun.

"Hmm...nee-sama...hiks...hiks." Putri elise bergumam sambil memeluk erat bantalnya. Tanpa disadari air mata mengalir dari wajah manisnya. Ziel bingung apa yang diimpikan gadis berumur 10 tahun ini.

"Apa yang dia impikan? Mungkinkah...?" Ucapnya pelan agar tidak terdengar oleh Putri Elise yang sedang tertidur.

Dia kemudian menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan apa yang baru saja dia pikirkan. Semua hal itu tidak ada hubungannya dengannya. Yang terpenting sekarang adalah membangunkan putri kecil ini.

"Putri tolong bangun, ini sudah siang. Jika kamu tidak bangun maka Putri Aishia yang akan membangunkanmu." Ziel sekali lagi membangunkan Putri Elise dari tidurnya.

Mendengar apa yang dikatakan Ziel, Putri Elise dengan cepat bangkit dari tempat tidurnya dan berteriak.

"Tidaaaak...Jangan panggil kakak! Ziel kau jahat!!!" Putri Elise tiba-tiba terbangun dan berteriak pada ziel.

Akhirnya Putri Elise bangun dari tempat tidurnya sambil melemparkan bantalnya ke ziel. Tapi Ziel hanya menerimanya dengan tangannya. Putri Elise tidak menyadari bahwa air matanya masih mengalir di wajahnya. Ziel hanya meliriknya sebentar dan mengabaikannya.

"Putri Anda lebih baik mandi dan segera berganti pakaian. Karena Putri Aishia sedang menunggumu di ruang makan. Jika Anda terlalu lama, dia juga tidak akan makan sebelum kau datang." Ziel mengingatkannya.

"Ya aku akan segera mandi dan berganti baju. Kamu boleh keluar." Kata Putri Elise malu-malu. Pipinya sedikit memerah.

"Baiklah kalau begitu, aku pamit undur diri tuan putri." Ziel menjawab singkat dan menundukkan kepalanya.

Ziel kemudian keluar dari kamar Putri Elise. Menutup pintu kamarnya dan bergegas ke ruang makan tempat Putri Aishia menunggu.

***

Sesampainya di ruang makan. Ziel langsung mendapat sorotan mata tajam penuh permusuhan. Pria itu tidak lain adalah Theodore, ksatria pelindung Putri Aishia. Ziel mengabaikan tatapannya dan berjalan menuju Putri Aishia yang sedang duduk menunggu di depan meja makan. Sebelum Ziel sempat bicara. Suara indah seperti lonceng keluar dari bibir mungil dan merah Putri Aishia.

"Apakah Elise sudah bangun, Ziel?" Putri Aishia bertanya dengan suara seindah melodi musik.

Sebelum menjawab pertanyaan dari Putri Aishia, Ziel terlebih dahulu sedikit menundukkan kepalanya.

"Putri Elise sudah bangun dan dia sedang mandi ketika saya meninggalkan kamarnya, Putri Aishia." Ziel menjawab pertanyaan Putri Aishia.

"Seperti biasa dia sulit untuk dibangun bukan? Hehe." Tawa Putri Aishia begitu indah bahkan Theodore yang melihatnya pun terpesona. Tapi Ziel tidak merasakan apa-apa.

"Itu sudah menjadi bagian dari tugasku tuan putri." Ziel mengatakannya dengan nada datar.

"Kau terlalu kaku Ziel. Ooh, kudengar kau akan menemani Theo latihan pedang setelah sarapan. Benarkah itu?" Putri Aishia bertanya tentang latihan pedangnya dengan Theodore.

Sebelum Ziel menjawabnya, dia sekilas melirik pada Theodore yang berdiri tidak jauh darinya. Dia hanya bisa menghela nafas dalam hatinya.

"Ya benar tuan putri. Pagi ini ksatria pelindung Theodore memintaku untuk menemaninya berlatih pedang. Dia mengatakan itu tidak akan menjadi masalah bahkan dengan ilmu pedangku yang biasa-biasa saja." Ziel menjelaskannya secara singkat.

"Begitukah? Tolong jangan sampai terluka. Jika kamu terluka, Elise akan marah padaku." Putri Aishia khawatir, entah itu untuk Ziel atau Putri Elise.

"Kamu tidak perlu khawatir tuan putri, ini hanya latihan pedang. Aku tidak akan menggunakan kekuatan penuhku." Theodore menanggapi dengan percaya diri pada kata-kata Putri Aishia. Tapi Putri Aishia hanya bisa menghela nafas pelan.

"Saya berterima kasih atas kemurahan hati Anda." Ziel menundukan kepalanya kepada Theodore.

"Selamat pagi kak! Ayo kita segera makan! aku sudah lapar." Putri Elise menyapa Putri Aishia dengan suara yang agak keras.

Dan putri kecil ini akhirnya datang. Setelah kedua putri duduk di kursi mereka dan mulai makan sarapan mereka. Ziel membuat teh dan menyiapkan makanan penutup untuk mereka. Ketika mereka selesai makan, Ziel menyajikannya kepada mereka.

Setelah mereka menyelesaikan sarapan dan makanan penutup mereka, mereka langsung pergi ke taman di belakang kastil. Putri Aishia dan Putri Elise berjalan di depan sambil mengobrol tentang latihan pedang yang akan dilakukan. Ziel dan Theodore berjalan di belakang mereka. Dia bisa melihat senyum licik Theodore di sebelahnya.