Chereads / Anak sang pembantu / Chapter 58 - Chapter 58:Amaran

Chapter 58 - Chapter 58:Amaran

Asha mendengar dengan seksama, tidak ada reaksi apalagi setelahnya. Lebih banyak diam dan menunduk, sesekali memandang suaminya.Itupun hanya sekilas dan Danendra tahu,istrinya sedang tidak baik-baik saja.

"As , aku jemput Nana di bawah, ya. Kamu habiskan makan siangnya," ucap Danendra , berpamitan. Berharap dengan kehadiran putrinya bersama mereka, suasana hati Asha mencair.Rasanya tidak nyaman didiamkan Asha seperti ini. Tidak membutuhkan waktu lama, Danendra sudah muncul kembali dengan menggendong Hayana ,mengekor di belakang sang pengasuh yang membawa beberapa permen Iolipop di tangan.

"Astaga Nana,kamu makan permen sebanyak itu?" Mata Asha membulat, saat menghitung satu per satu permen di tangan mbak pengasuh.

Satu, dua, tiga, bahkan sampai delapan buah permen Iolipop beraneka warna.

"Anaknya rewel, Nyonya. Jadi dibelikan banyak permen sama Pak Radin ," sahut pengasuh berusaha menjelaskan. Dari awal ia sudah khawatir akan kemarahan majikannya, tetapi Hayana terus merengek dan menangis. Pengasuh Hayana dan Pak Radin tidak bisa apa-apa. Terpaksa menuruti keinginan Hayana yang tidak bisa ditolak.

Hayana sudah turun dari gendongan Danendra , dengan senyum cerianya melompat naik ke atas pangkuan empuk Asha . Dalam hitungan detik,sudah terdengar suara berat Danendra yang membujuk putrinya turun.

"Nana , jangan duduk di sana,Mommy sedang makan," ujar Danendra .

"No, Daddy. Di..dak..ga.gu. ya mommy," sahut Hayana.

"Ayo, mommy suapin," bujuk Asha , meraih

sendok plastik yang memang dibawanya khusus untuk Hayana .

Danendra kembali menatap istrinya, tetapi yang ditatap malah sebaliknya. Asha tetap fokus dengan sendok di tangan, menyuapkan makanan ke dalam mulut putrinya sehingga tidak bersisa.Selesai sudah acara makan siang keluarga kecil itu. Asha merapikan kembali kotak-kotak makanan dan membersihkan sisa makanan yang tertumpah di atas meja kerja.

"Nana , ayo pamitan sama Daddy. Kita mau pulang sekarang," pinta Asha pada putrinya yang sedang meloncat kegirangan di atas sofa. Suara celotehannya terdengar jelas memenuhi ruang kerja Danendra .

"Beyum mau, Mommy. Nanti!" tolak Hayana .Terus meloncat, ditemani pengasuhnya yang berjaga di sisi sofa supaya tidak terjatuh.

Danendra yang melihat ada kesempatan, segera meraih tangan Asha . Menarik istrinya keluar untuk mengikutinya. Membiarkan Hayana sementara dengan pengasuhnya tetap di ruangan.

"Ikut aku, As," pinta Danendra . Sejak tadi, lelaki itu mencari peluang untuk bisa bicara berdua dengan istrinya. Rasanya tidak enak didiamkan,padahal Danendra sudah mencoba jujur dan merasa tidak ada yang ditutupinya lagi. Semua kisah masa lalunya sudah dibukanya semua.

"Mas, kita mau ke mana?" tanya Asha heran.

Sejak mendengar penjelasan Danendra , Asha mengunci mulutnya rapat-rapat. Hanya sesekali bicara, itupun dengan putri atau pengasuh Hayana .

"As , kamu kenapa?" tanya Danendra . Asha membawa istrinya ke ruang rapat, supaya bisa bicara dengan leluasa.

"Tidak ada, Mas. Aku hanya ingin pulang. Aku mengantuk sekali," jawab Asha , duduk pelan disalah satu kursi yang mengelilingi meja oval memanjang.

"Tidak. Kamu berbohong. Kamu marah padaku soal mantan istriku?" todong Danendra , menarik kursi duduk di sebelah istrinya.

Asha menggeleng, masih berusaha menutupi perasaannya yang terluka.

"Aku tidak mau melihatmu seperti ini. Katakan!Aku harus bagaimana supaya kamu baik-baik saja, As ?" tanya Danendra .Sejak kepergian Danisha , Danendra bisa menangkap perubahan sikap istrinya. Melihat gerak-gerik dan bahasa tubuh Asha , ditambah diamnya sang istri menambah keyakinan Danendra kalau ada yang tidak beres.

"Aku baik-baik saja, Mas."jawab Asha santai.

"Tidak. Katakan padaku, apa yang tidak kamu sukai.Aku akan mengikuti semua kemauanmu. Aku tidak mau kamu stres dan banyak pikiran, As! " Ujar Danendra menggengam tangan istrinya.Asha terkejut, beralih menatap suaminya.

"Mas, aku tidak mau melihatmu bertemu dengan mantan istrimu lagi," pinta Asha dengan wajah datar. Tidak ada senyuman seperti biasanya.

"Ya, aku berjanji tidak akan menemuinya dan tidak akan membiarkannya menginjakan kaki di kantor ini lagi. Apalagi?" tanya Danendra , siap mendengar semua permintaan istrinya.

Saat ini yang terpenting untuknya adalah

perasaan Asha . Danendra tidak mau istrinya tertekan dan banyak pikiran.

"Sudah, As. Kalau aku salah, aku minta maaf. Tapi jangan seperti ini," ujar Danendra , tersenyum.

"Sini ... peluk aku," pinta Danendra , segera meraih tubuh istrinya. Mendekap erat, sesekali mengelus lembut punggung Asha .

"Jangan bersedih, aku tidak ada hubungan apa-apa lagi dengannya. Aku tidak ada perasaan apa-apa lagi padanya. Aku hanya simpati karena penyakitnya. Dan kasihan pada kedua orang tuanya, yang dulu juga pernah menjadi orang tuaku selama kami terikat pernikahan."jelas Danendra.

Asha tersenyum datar.

"Kalau Mas melanggar janji, aku tidak akan segan-segan meninggalkanmu! Mas boleh melihatku wanita polos dan lungu tapi jangan coba mengujiku" ancam Asha . Segera melepaskan diri dari pelukan suaminya. Asha sudah berjalan keluar ruangan dan meninggalkan Danendra .

Danendra terpaku, membeku di tempatnya berdiri.Sungguh baru kali ini Danendra melihat sisi tersembunyi istrinya.

"Kenapa dia jadi begitu mengerikan," gumam Danendra , menaikan sebelah alisnya. Tampak berpikir keras, Danendra mengingat kembali bocah dengan seragam putih abu-abu berbau keringat bercampur debu knalpot.Senyuman tipis terukir di bibir Danendra , mengiringi

kakinya yang melangkah kembali ke ruangan.

Dengan tangan kiri terselip di saku celana, Danendra mengingat kembali potongan demi potongan perjalanan gadis kecil berkepang dua yang dibawa Ibu Rani ke kediamannya di Surabaya. Perjalanan bocah ingusan yang masih memeluk boneka lusuhnya menjadi Nyonya Danendra Isam Aldari .

"Hehe ... dia bahkan berani mengancamku.Apa yang mampu dia lakukan tanpaku"ucap Danendra , terkekeh.

Saat langkah kaki itu membawanya kembali ke ruang kerja, Danendra masih sempat disuguhkan pemandangan yang menghangatkan hatinya. Asha sedang membujuk Hayana yang masih saja be-

tah di sana, menolak diajak pulang. Putrinya berlari mengelilingi meja kerja dikejar pengasuhnya.

"Daddy!" pekik Hayana , menghambur memeluk kedua kaki Danendra .

"Beyum mau puyang," pintanya dengan lucu,menengadah ke atas dan menatap Danendra .

"Hahaha ... tapi Nana harus pulang. Daddy juga mau kerja," bujuk Danendra . Kali ini Danendra berjongkok supaya lebih mudah membujuk Hayana dalam posisi tinggi yang sejajar.

"Nanti Daddy pulang cepat. Kasihan Mommy kecapekan," bujuknya lagi, meraih gadis itu ke dalam gendongannya.

"Daddy antar ke mobil, ya."pelawa

Danendra .Hayana masih belum setuju, tetapi gadis kecil itu tidak berdaya. Terpaksa menurut, apalagi sebuah boneka Hello Kitty baru dijanjikan Danendra untuknya.

"As , aku akan pulang cepat," ucap Danendra sembari menggandeng tangan istrinya menuju lift,masih dengan mengendong Hayana di tangan lainnya.

Istrinya masih sibuk dengan ponsel di tangan,entah apa yang dilihat Asha . Pesan dari siapa yang begitu mengalihkan dunia Asha , sampai ucapan Danendra pun tidak dipedulikannya lagi.