***Seminggu Berlalu***
Rumah tangga mereka, mulus tanpa hambatan,seperti rumah tangga pada umumnya. Tidak ada Isyana yang menganggu dengan kemarahannya atau Adeline yang sebulan lalu semper merengek pada Danendra minta bertemu.Semuanya berjalan normal, walau tetap Hayana yang selalu menjadi penghalang setiap kedua orang tuanya sedang berusaha membuat seorang adik bayi sesuai dengan pesanannya.
"Daddy, ma ... mau ... adik pelempuan, bi-bi ...bisa ... main boneka, lumah-lumahan," celoteh Hayana setiap Danendra meminta pada Hayana supaya diizinkan menghabiskan waktu berdua dengan sang mommy.
Mengusir halus Hayana dengan alasan yang sama setiap waktu.Tidak jarang, keduanya harus mengendap-endap keluar, sekedar check-in ke hotel demi usaha mendapatkan bayi yang sering digagalkan Hayana .
Hampir empat puluh lima hari tinggal bersama,Asha mulai terbiasa dengan suaminya. Sudah tidak canggung saat harus berdekatan dengan Danendra .Bahkan sekarang, sudah mulai belajar memahami apa yang dipikirkan suaminya. Melakukan hal-hal kecil untuk Danendra , yang di awal sering ditolaknya.
Entahlah apa cinta itu sudah tiba, atau hanya karena Asha selalu mengingatkan dirinya sendiri akan tanggung jawabnya sebagai istri. Namun,sampai detik ini, tidak ada ungkapan cinta dari Danendra hanya kali kedua suaminya menyentuhnya setelah itu sepertinya kewajiban sebagai seorang istri . Laki-laki itu seperti menutup hatinya rapat-rapat, tetapi selalu berusaha membahagiakannya dan bertanggung jawab sebagai seorang suami.
Kebosanan setiap hari hanya menghabiskan waktu di dalam rumah menghabiskan waktu mengecek perkembangan tokonya dan toko cabang di Bogor yang bakal dibuka.Tidak ke mana-mana,membuatnya memutar otak untuk mencari ide.
Sekedar jalan keluar atau mencari angin. Terbersit ide untuk mengantarkan makan siang untuk sang suami.
"Surprise untuk Daddy. Oke?" tanya Asha , dianggukin Hayana yang sudah mulai mengerti setiap pembicaraan orang dewasa.
"Oke, Mommy. Kita jayan-jayan,"sahutnya dengan wajah berbinar,menunjukan kedua jempolnya kepada Asha .Dibandingkan dirinya, Hayana lebih parah lagi.Gadis kecil itu hanya menghabiskan waktu dirumah seharian, tidak pernah melangkah keluar dari istana Danendra Isam Aldari . Mau akhir pekan atau hari kerja tetap sama, tidak ada bedanya.Danendra terlalu lelah dengan pekerjaannya setiap hari, sehingga sudah tidak mau keluar lagi di setiap weekend atau hari Iibur.
Hayana hanya bisa memanfaatkan kesempatan di saat pengasuhnya belanja ke mini market dekat rumah. Itulah peluang untuk gadis kecil itu berjalan-jalan keluar rumah, sekedar melihat Kinder Joy atau permen Iolipop di dekat meja kasir.
Itu pun tanpa sepengetahuan Danendra . Karena Danendra tidak mengizinkan putrinya berkeliaran di luar rumah tanpa pengawasan. Kecuali,Asha ikut bersamanya, Danendra bisa sedikit tenang.
"Baiklah, Mommy mau siapkan bekal makan siang untuk Daddy, Nana dan Mommy. Kita makan siang di kantor Daddy."jelas Asha ke putrinya.
"Yeah!" pekik kegembiraan Hayana , sembari meloncat di atas kasur. Membuat barisan boneka Hello Kitty kocar-kacir. Beberapa malah terjatuh ke lantai berkapet bulu.
***Di Kantor Danendra ***
Danendra masih berkutat dengan berkas-berkas yang menumpuk di atas meja, mencoret dengan pena mahalnya. Mengoreksi data-data dari bawahannya supaya diperbaiki kembali. Beberapa ada yang langsung bisa ditandatangani,
tetapi sebagian ada yang harus dibuat ulang karena tidak sesuai dengan keinginan Danendra .
Tangan Danendra mengusap kedua matanya, sembari bersandar di kursi kerja yang empuk. Terlalu lama melihat huruf dan angka, netranya berasa lelah. Pinggangnya pun terasa kaku. Hampir dua jam duduk dan melihat data yang menumpuk di atas meja.
Danendra sedang merenggangkan kedua tangannya saat pendengarannya samar menangkap pertengkaran di luar ruangannya. Entah keributan karena apa, tetapi Danendra sudah tidak ambil peduli lagi. Terlalu lelah hanya mengurusi hal receh dan tidak penting. Ada Ramos dan Dina yang akan membantunya.Suara keributan itu terdengar semakin kencang,berujung dengan pintu ruangannya dibuka paksa.
Brak!
Pintunya terbuka kasar, tanpa diketuk terlebih dulu. Danendra terkejut saat pandangannya beradu dengan sang tamu.
"Maaf, Pak. Ibu ini memaksa masuk ke dalam.Aku sudah memintanya menunggu. Tapi, ibu ini bersikeras," adu Rita, sang sekretaris yang ketakutan. Rita gagal menjalani salah satu tugas seorang sekretaris.
"Sudah, kamu boleh keluar sekarang," perintah Danendra , mengibaskan tangannya. Memberi kode pada sekretarisnya.
"Ta , tolong minta karyawan pantry bawakan minuman untuk tamuku," pinta Danendra berusaha bersikap tenang, meskipun dalam hatinya sudah kacau berantakan.
"Tidak perlu beramah-tamah, Han! Aku ke sini untuk mengembalikan uangmu!" ucap tamu yang tidak lain adalah Danisha .
Terlihat Danisha mengeluarkan sebuah amplop coklat berukuran besar, isinya penuh sesak.Pertama kalinya setelah perceraian mereka, Danisha menginjakan kakinya di gedung D.I.A Group SDN BHD. Ada rasa canggung dan tentunya malu. Apalagi beberapa karyawan masih mengenalinya sebagai mantan istri Danendra .
"Duduk, Honey ! Bisa dibicarakan baik-baik," ucap Danendra dengan santai.
"Tidak perlu menjaga sopan santun denganku,kita sudah terbiasa bicara dengan urat di leher menonjol!"sindir Danisha .
Wanita itu membuang pandangannya ke jendela besar di sisi kiri ruangan Danendra . Terlalu muak setiap melihat Danendra . Kalau tidak terpaksa, Danisha tidak akan mau menemui mantan suaminya ini.
Danendra menghela napas, berusaha bersikap tenang. Sikap yang jarang sekali dulu ditunjukannya di depan Danisha. Kalau dulu, Danendra akan bersikap sama dengan mantan istrinya sekarang. Meninggikan suaranya, bahkan mengancam.
"Duduk saja, kita bisa bicarakan," ucap Danendra santai.
"Tidak perlu, aku permisi!" ucap Danisha ketus,sudah berbalik berjalan menuju pintu.
"Honey , itu untuk biaya pengobatanmu," ucap Danendra , menghentikan langkah Danisha seketika.
Mata Danisha melotot, bahkan ia tidak tahu apa-apa mengenai masalah ini. Yang Danisha tahu, orang tuanya mengatakan ini uang dari Danendra untuk Adeline .
"B *ngsek! Untuk Adeline pun aku tidak mau menerimanya, apalagi untukku." Danisha menggelengkan kepala, masih dengan sikap angkuh.
"Aku tidak butuh uangmu, Han! Jangan pernah mengganggu keluargaku lagi," lanjut Danisha .
"Aku juga tidak mau mengganggu keluargamu.Aku sudah punya kehidupan sendiri. Tapi papa datang dan menangis di hadapanku."jelas Danendra.
"Anggap tidak mengenalku lagi, Han. Kalau aku meninggal sekalipun, jangan pernah datang di depan jenazahku," ucap Danisha .