Menyesal. Satu kata itu, yang saat ini ada di benakDanendra . Karena ulahnya yang tidak bertanggung jawab, membuat semuanya jadi berantakan seperti ini. Belum lagi, Danendra harus menjadi suami yang tidak bertanggung jawab pada Asha . Selama tiga tahun menelantarkan istrinya.Keduanya terdiam, merenung peristiwa yang baru saja terjadi.
Asha benar-benar takut suaminya menyakiti kakaknya.Sejahat ,sehina mana darah masih mengalir sama ditubuh mareka.Asha tahu Danendra bukan sebarang.Suaminya seorang bisnis terkenal di Jakarta.
"Kalau Mas tidak mengizinkan aku bertemu dengan Kak Isyana , aku tidak masalah. Tapi jangan menyakiti Kak Isyana seperti tadi. Kasihan Kak Isyana ."Asha membuka keheningan di kamar mareka setelah sekian terdiam.
Danendra tersenyum. Heran melihat pemikiran istrinya. Kakak yang sudah begitu jahat, tega memukul adiknya sendiri. Namun, sang adik masih memikirkan kakaknya.
"Bukan hanya menemuinya, bahkan aku tidak mengizinkanmu menghubunginya."jelas Danendra kedalam,berapa besar kebenciannya. Asha bergeming, diam seribu bahasa. Tidak bisa membantah atau mengiyakan.
Sekarang Danendra suaminya, ucapan dan perintah suaminya adalah aturan yang harus ditaati seorang istri.
"Ya, Mas," sahut Asha , sedikit terluka. Asha tidak bisa menolak permintaan Danendra .Danendra tersenyum, menggengam tangan Asha yang saat ini jari-jarinya saling bertautan satu sama lain. Asha ingin sekali melepaskan tangan Danendra,tetapi teringat akan kakaknya.Asha membiarkan.
"Aku mau kamu segera hamil, As. Kita akan memberi adik untuk Nana . Aku sudah tidak muda lagi. Bahkan aku belum memiliki anak yang di dalamnya mengalir darah Aldari sesungguhnya." Pohon Danendra bersungguh-sungguh.
" Ya, Mas ...."hanya itu yang mampu Asha ucapkan.
"Mas, Kak Isyana tinggal di mana?" tanya Asha ,mengusap kembali pipinya yang memerah.
Danendra menggeleng. Danendra tidak berniat membahasnya, apalagi mencari tahu. Toh, yang harus dilindunginya adalah Hayana dan Ibu. Untuk Isyana , Danendra tidak perduli.
"Jangan membahasnya lagi. Biarkan saja. Aku sudah melakukan kewajibanku. Aku sudah memberinya tempat tinggal dan kendaraan.Juga sudah membiayai kehidupannya setiap buIan," sahut Danendra .
"Kalau dia merasa tidak cukup, bulanan yang kukirim ke rekeningnya, dia bisa menjual diri seperti sebelum menumpang hidup padaku."sindir Danendra
Deg—
"Mas, maksudmu?" Asha terkejut dengan pernyataan Danendra .
"Kejam sekali ayatmu,Mas.Aku adiknya.Didepanku kau begitu sekali menghina kakakku.Sepertinya menghina diriku.Begitu hina keluargaku di matamu.Apa..,"jelas Asha terisak.
Asha tidak bisa meneruskan kata-katanya. Asha mulai menangis kembali, mendengar ucapan Danendra yang belum diketahui jelas kebenarannya,atau hanya sekedar kemarahan yang terlontar saja.
"Maaf,As, tetapi itu kenyataannya," sahut Danendra ,memeluk erat tubuh Asha yang terguncang hebat.
"Kasihan Kak Isyana , Mas. Kalau aku meninggalkannya, dia akan semakin terpuruk.Bagaimana dengan Ibu?" isak Asha .
"Kalau dia terjerumus ke lubang yang sama.Maaf saja, aku tidak bisa menolongnya lagi. Mau sampai kapan aku mengadopsi anaknya terus-terusan. Aku juga butuh anak dari darah dagingku sendiri." lanjut Danendra , menjawab asal. Berusaha mencairkan suasana.
"Mas,Kak Isyana tidak memaksa untuk mengadopsi anaknya.Itu kehendakmu sendiri,"Asha coba membela kakaknya.
"Mas, aku serius. Bagaimana dengan Ibu?" tanya Asha .
"Sudah,jangan dipikirkan. Sebaiknya kita fokus membuat adik untuk Nana saja," ucap Danendra , mencium pipi Asha .
"Mas, apa-apaan?Tadi pagi di Bogor kan udah" ucap Asha , menunduk malu,menutupi pipinya yang merona.
"Masih malu saja,As. Mulai sekarang harus terbiasa. Karena kita butuh melakukannya sesering mungkin untuk mendapatkan hasil yang maksimal," ucap Danendra tanpa malu-malu.
"Mas!" teriak Asha , meraih bantal dan memukulnya tepat di wajah Danendra .
"Sekarang saja, mumpung pengganggu kecil itu sedang tidak berulah."Danendra sudah mendorong istrinya, terbaring pasrah di atas tempat tidur. Menyusul dan menindih tubuh mungil itu supaya tidak protes atau melawan.
"Mas, apa-apaan sih. Ini masih siang," tolak Asha , berusah menahan berat tubuh Danendra yang sudah menindihnya.
"Cepetan, As. Jangan banyak protes. Kita
berlomba dengan waktu. Nanti Nana keburu mengganggu," bisik Danendra sebelum melum*at bibir istrinya.
Danendra semakin memperdalam lu'matannya saat dirasa Bella sudah pasrah dan tidak bisa memberontak lagi. Tangannya pun sudah menyusup masuk ke dalam kaos, mengusap lembut gundukan favoritnya yang tidak terlalu besar, tidak terlalu kecil dari luar bra hitam yang dikenakan Asha .
"Ini pas di tanganku," bisik Danendra , semakin membuat Asha malu. Tangan yang lainnya sudah menyusup dibalik punggung istrinya, membuka kaitan bra.
Sretttt!!
Danendra melempar bra itu sejauh mungkin. Seolah-olah takut Asha akan mengambilnya kembali. Danendra tersenyum penuh kemenangan menatap Asha yang sedang menggerutu padanya.
"Apa tidak ada waktu lain, Mas?" tanya Asha masih saja protes, padahal pakaian atasnya sudah terbuka semuanya.
"Ssttt! Tidak Asha . Sudah tanggung. Juniorku bangun lagi.Harap kali ini jangan dicancel,aku bisa gila" ucap Danendra tersenyum saat bisa menatap gundukan kembar yang sedang membusung itu secara nyata.Menarik tangan Asha menyentuh juniornya yang menegang siap melakukan serangan.
Baru saja Danendra menyusupkan wajah di surga dunianya, tiba-tiba teriakan berkolaborasi dengan gedoran kencang di pintu kamarnya,mengembalikan sepasang suami istri itu ke dunia nyata.
"DADDY!"Hayana berteriak kencang setelah hampir semenit menggedor dan memanggil tetapi tidak ada jawaban dari dalam kamar.
"Mas, bra ku dilempar ke mana tadi?" tanya Asha panik. Menutup dadanya dengan kedua tangannya.Keduanya sudah berdiri, mencari bra yang hilang entah ke mana dilempar Danendra . Danendra dan Asha panik seperti sedang digerebek warga kampung saat ketahuan berbuat mesum dibawah pohon mangga warga.
"Mas tidak sadar melemparnya ke mana," ucap Danendra berjongkok mencari ke bawah tempat tidur.
"Huh! Yang benar saja mencari di bawah tempat tidur!" gerutu Asha , berjalan menuju walk in closet mencari bra baru untuk dikenakan. Danendra sendiri masih berjalan mondar-mandir sambil menunduk, mencari keberadaan pakaian dalam Asha yang dilemparnya dengan sekuat tenaga tadi.
"Daddy! Buka pintu!"teriak Hayana kembali.
"Ya, Sayang," ucap Danendra setelah melihat Asha sudah kembali.
"As , tolong bereskan foto-foto itu!" perintah Danendra panik, saat tersadar foto-foto mesumnya dan Isyana yang masih berhamburan di lantai.
Danendra membuka pintu kamar, napasnya masih memburu, panik yang mendera tiba-tiba membuat jantungnya berdetak kencang. Belum titik-titik keringat yang muncul di dahinya.Suhu di kamar memanas seketika, entah karena paniknya atau hasratnya yang tidak tertuntaskan.
Pintu kamar dibuka, gadis kecil pengganggu ayah bundanya sudah berlari masuk sembari berteriak.
"Mami," teriak Hayana , memeluk lutut Asha yang baru saja selesai menyimpan foto-foto Danendra di dalam laci meja soleknya.
"Ya, Sayang. Kenapa?" tanya Asha tersenyum berusaha menetralkan jantungnya yang juga berdetak tak kalah kencang.
"Mau bobok cini," sahut gadis kecil itu mengangkat kedua tangan ke atas, memohon Asha menggendongnya.
Danendra melotot, melihat interaksi ibu dan anak yang sekarang semakin akrab. Kalau Asha mengangguk dan menyetujui permintaan Hayana ,bisa dipastikan niatnya pasti tertunda. Padahal hasrat yang sudah hampir sebulan lebih ini ditahan hanya melakukan dua kali saja.Lagi kejadian barusan tadi membuatnya semakin membuatnya bernafsu. Danendra memastikan rencananya pasti berjaya ,baru tersirat di dadanya akan terselesaikan.
"Ayo, bobok sama Mommy," ajak Asha ,
menidurkan si putri kecil di tengah ranjang.Menepuk-nepuk bokong Hayana sesekali mengusap lembut punggung gadis kecil itu. Asha yang juga ikut berbaring di sisi Hayana tampak memejamkan matanya turut melepas lelah.
Danendra , laki-laki itu menuju ke sofa, ditemani ponsel pintarnya mengecek berbagai email yang dikirim Ramos , asistennya. Pekerjaan menantinya
setelah hampir tiga hari ditinggalkan.
Entah berapa lama, Asha hampir tertidur saat bisikan lembut terdengarjelas di telinganya.
"Sayang,Nana sudah tidur," bisik Danendra yang sudah ikut berbaring di samping Asha yang membelakanginya.
"Mas," protes Asha dengan nada manja, saat suaminya itu sudah mulai mengerayanginya kembali.
Matanya masih mengantuk, tidak bisa protes secara terang-terangan apalagi berteriak. Suara nyaringnya pasti akan mengganggu tidur Hayana .
"Hmm," gumam Danendra sedang menikmati, mengusap tubuh istrinya.
"Nanti malam saja, ya. Aku janji, Mas," pinta Asha.
"Malam ceritanya nanti,suamimu ini sudah hampir gila kecanduan istrinya,kelaparan selama tiga tahun ,As!"desih lembut Danendra.Asha dalam posisi tidur miring membelakangi Danendra,memudahkannya bermain posisi belakang .Danendra memasukan tangannya di dalam celana dalam Asha bermain kentil bahagian intimnya membuat Asha menggeliat dan menggelinjang akibat kenakalan jari jemari Danendra,merangkul balik tangannya merangkul leher Danendra melumatkan ciuman .Asha sudah paham permainan mareka.Melihat Asha mendesih merangkulnya,Danendra tahu saat untuk bertempur.
Tanpa izin,Danendra membuka celana dalam Asha, memasukkan junior dari belakang.Melakukan hentakan lembut dari belakang takut Hayana terbangun. Danendra melakukan secara lembut sambil bibir mereka masih berciuman.Sesekali jari jemari Asha meramas lembut pundak Danendra kenikmatan.
Setelah sampai kemuncak, Danendra melepaskan investasinya dalam rahim istrinya.
"Terima kasih ,sayang!"ucap Danendra berbisik di telinga Asha ,mengucup lembut di bawah telinganya dari belakang.
Danendra turun dari kasur menuju ke kamar mandi membersihkan diri disusuli Asha.Setelah itu,Asha meneruskan tidurnya yang terganggu di samping Hayana.Danendra merebahkan diri disebelah Asha.