Isyana keluar dari kamar, membanting pintu dengan kencang. Di luar sudah tampak Danendra berdiri menunggunya dengan bertolak pinggang. Tatapan membara, garis rahang mengeras dan urat-urat di pelipis menonjol.
"Aku tidak masuk ke dalam hanya karena istriku meminta untuk bisa menyelesaikannya berdua dengan kakaknya," ucap Danendra dengan nada penuh penekanan dan emosi.
"Hahaha, urusanku dengan adikku sudah
selesai. Tapi urusan kita sampai kapanpun tidak akan selesai."
"Ya, ayo kita selesaikan!" todong Danendra , bersiap menyeret Isyana .
"Oups, tidak sabaran sekali kamu, Sayang. Mau main di mana?" tanya Isyana dengan santainya.
"Sesekali main di kamarmu yang mewah itu, sudah bosan main di kamarku," ejek Isyana .
"Kurang ajar! Apa maumu? Kamu sengaja memancing kemarahan Asha ?" tuding Danendra , mendorong Isyana dengan kencang.
"Aku ini laki-laki, tapi rasanya aku ingin menghajarmu sekarang!" gertak Danendra.
"Biasanya juga kamu lembut padaku.Dan hanya karena ada barang baru di kamarmu,tiba-tiba berubah kasar begini," sahut Isyana dengan santainya, tidak peduli dengan amarah yang tergambar jelas di wajah Danendra .
"Apa maumu? Aku bahkan tidak pernah
menyentuhmu. Mimpimu terlalu tinggi, Kakak ipar!" sahut Danendra , sedikit mengikuti alur permainan Isyana .
"Astaga Adik iparku tersayang dan satu-
satunya, kamu melupakan pernah berbagi
malam indah denganku!" bisik Isyana lembut,mengusap lengan Danendra .
"Br'engsek! Aku tidak mau meladenimu hanya karena menurutku tidak penting. Aku mengakuinya hanya karena selembar foto yang selalu kamu pamerkan di hadapanku!"gertak Danendra.
"Aku bahkan tidak pernah merasa pernah
melakukannya. Kalau memang itu benar terjadi, aku yakin pela'cur sepertimu tidak akan bersikap begini tenang! Hanya menuntut hal-hal receh," ucap Danendra dengan lantang.
Isyana terbelalak. Selama ini Danendra tidak pernah berkomentar tentang malam di mana mereka berdua berbagi tempat tidur.
"Wanita licik sepertimu, tidak akan
melepaskanku sebegitu mudah kalau semuanya benar terjadi. Kamu pasti akan menyeretku ke penjara, kalau aku menolak bertanggung jawab atas tuduhan pemerkosaan atau apalah itu!" ko-
mentar Danendra tersenyum.
"Aku hanya tidak mau meladenimu saja! Aku tidak mau kamu mengirim foto itu kepada istriku! Orang lain mungkin bisa ditipu tetapi aku tidak!" lanjut Danendra lagi.
"Aku memenuhi semua permintaanmu hanya karena istriku. Aku tidak mau dia salah paham.Aku mengakui itu ada juga karena istriku. Ada atau tidak, kamu yang paling tahu," ucap Danendra lagi.
Telinga Asha mendengar jelas kata-kata tajam suami ke kakaknya sepertinya ditujukan buat nya.Kata-kata kakaknya barusan tadi benar -benar membuat otaknya bepikir.
Laki-laki itu masuk ke dalam ruang kerjanya. Membiarkan Isyana mematung sendirian. Tak lama, Danendra keluar dengan sebuah map di tangan.
"Ini untukmu!" Danendra melempar map itu ke arah Isyana , berikut sebuah kunci.
Map berisi sertifikat rumah, surat kepemilikan mobil yang sering digunakan Isyana dan sebuah kunci rumah.
Asha melihat jelas prilaku suaminya seperti keterpaksaan melakukan .Kakaknya seperti seorang yang tidak ada harga diri diperlakukan Danendra seperti itu.Penghinaan suaminya ke kakaknya sama seperti penghinaan ke dirinya.
"Itu milikmu sekarang! Aku sudah mengalihkan kepemilikannya atas nama Isyana Biantara."jelas Danendra.
Isyana tertunduk menatap isi map yang berhamburan di lantai.
"Itu bukan untuk menutup semua kesalahan yang kamu tuduhkan padaku. Tapi aku memberinya padamu, karena kamu Ibu kandung sekaligus Kakak dari istriku, putri dari Ibu Rani."gertak Danendra.
"Keluar dari rumahku sekarang! Keluar dari perusahaan. Jangan pernah muncul di hadapanku lagi. Aku akan tetap menanggung semua biaya hidupmu sampai kamu menikah!" usir Danendra.
"Satu lagi! Jangan berani berbicara apapun pada Ibu. Aku pastikan kamu akan menjadi gelandangan di Jakarta. Pilihanmu, membongkar semuanya pada istriku adalah pilihan terburukmu!"ucap Danendra kembali, meninggalkan Isyana yang terpaku, membeku di tempatnya berdiri.
Danendra baru saja hendak melangkah ke kamarnya,tetapi terhenti saat matanya menangkap Asha yang berdiri di pintu kamar menyaksikan pertengkarannya dan Isyana . Istrinya menangis,berlinang air mata tanpa bersuara.Terlalu sibuk beradu kata, saling melempar salah dengan Isyana , sampai Danendra tidak memerhatikan kehadiran Asha yang sedang menonton pertunjukannya dan Isyana . Danendra melihat keadaan putrinya,Hayana.
Melihat kakaknya mengutip isi map yang bertaburan.Asha menahan kakaknya .
"Kak,jangan menerimanya.Ini satu penghinaan.Jika kakak butuh pekerjaan ,aku akan membantumu.Kakak pulang menemani ibu,aku akan mengirimkan uang bulanan ke rekeningmu.Jangan khawatir itu bukan uang dari Danendra.Jika sekarang aku pergi,Ibu akan kecewa."jelas Asha berbisik.Isyana menggagalkan rencananya mengutip kembali isi map itu.Isyana keluar dari rumah Danendra.
"As .. Danendra memanggil, menghampiri istrinya yang terlihat menyedihkan dengan pipi memerah.
"J"alang itu menamparmu?" tanya Danendra setelah melihat istrinya dari jarak dekat.
"Kurang ajar!"Danendra langsung emosi, berbalik menatap Isyana yang masih berdiri . Baru saja Danendra hendak melangkah, tetapi Asha menarik tangannya.
"Mas, sudah. Biarkan saja, kasihan Kak Isyana ,"ucap Isyana sambil terisak, meraih tangan Danendra .Memohon suaminya untuk tidak menyakitikakaknya. Saat ini, Asha lebih kasihan pada kakaknya dibandingkan sakit akibat tamparan kakaknya. Bagaimanapun, semua ini tidak hanya kesalahan Isyana , tetapi suaminya juga memiliki andil atas semua yang terjadi.
"Dia kelewatan,As. Semua ini tidak ada
hubungannya denganmu. Tapi dia malah
memukulmu," ucap Danendra , mengusap pipi Asha yang memerah.
"Sudah," pinta Asha mengajak Danendra duduk di sisi kamar mereka.Begitu masuk di dalam kamar, Danendra terkejut melihat puluhan foto vulgarnya dengan Isyana yang berhamburan di lantai. Pandangannya beralih pada sang istri, yang memilih duduk di ranjang dan hanya tertegun.
"As, kamu baik-baik saja?" tanya Danendra .
Asha hanya mengangguk.
"Aku ke dapur sebentar," pamit Danendra , bergegas keluar. Tak butuh waktu lama, Danendra sudah kembali
dengan es batu dan sebuah handuk kecil.
"Masih sakit?" tanya Danendra , sesaat setelah mengompres pipi Asha yang memerah.
"Sedikit," sahut Asha , dengan berlinang air mata.
"Kenapa harus jadi begini, Mas. Bagaimana dengan Ibu, kalau sampai mengetahui hubunganku dengan Kak Isyana memburuk. Aku harus bagaimana?" isak Asha .
"Sudah,jangan menangis lagi. Aku akan mengurus semuanya. Kamu cukup tinggal di sisiku.Mengurusiku dan Nana ," ucap Danendra,tersenyum.
"Mas, bisakah tidak menyakiti Kak Io lagi.
Aku kasihan padanya. Aku berjanji tidak
meninggalkanmu, tolong jangan membuat Kak Isyana menderita," pinta Asha , menatap Danendra . Asha memohon pada suaminya.Danendra mengangguk, menggenggam tangan Asha ,sembari tersenyum.
"Tetap di sisiku, aku berjanji akan melindungi dan membahagiakanmu," ucap Danendra .
"Mungkin belum ada cinta, tetapi aku janji akan belajar mencintaimu," lanjut Danendra , mengecup kening Asha .
Danendra memandang ke arah foto-toto yang berserakan di lantai, kemudian pandangannya beralih. Melihat Asha yang ikut memerhatikan foto-fotonya yang sedang berbagi selimut dengan Isyana dan tanpa pakaian. Lengan yang selama sebulan lebih memeluk Asha di dalam tidur, di foto sedang memeluk erat Isyana .Jika foto itu kebohongan,tidak mungkin pelukan erat di foto bisa dibohongi.
"Maaf," bisik Danendra pelan, nyaris tak terdengar.
"Mas, setiap melihat itu rasanya sakit!" ucap Asha mulai menangis kembali. .Yang bisa dilakukan Danendra saat ini hanya memeluk dan mendekap erat Asha, mengusap air mata yang turun dan mengalir di pipi istrinya.Asha menolak keras tubuh dan tangan Danendra menyentuhi tubuhnya. Asha merasa menjijikan.Danendra paham maksud istrinya.
Menyesal. Satu kata itu, yang saat ini ada di benakDanendra . Karena ulahnya yang tidak bertanggung jawab, membuat semuanya jadi berantakan seperti ini. Belum lagi, Danendra harus menjadi suami yang tidak bertanggung jawab pada Asha . Selama tiga tahun menelantarkan istrinya.Keduanya terdiam, merenung peristiwa yang baru saja terjadi.