Danendra memerhatikan wajah cantik yang sedang mengusap hidungnya yang memerah.Perasaannya jauh lebih lega, setidaknya Asha sudah bisa mengerti.
"As , apa aku boleh minta jatah lagi sebelum kembali ke Jakarta?" tanya Danendra tiba-tiba.
"Aku tidak mahu kita berlarutan begini.Aku bisa gila jika menundanya ,As!"Lanjut Danendra.Asha terkejut, mengangkat pandangannya.Suaminya sedang menunggu jawaban dengan wajah penuh harap.
"Dasar tidak tahu malu! Di saat seperti ini bisa-bisanya dia meminta," gerutu Asha membatin.
"Tidak, Mas! Aku harus bersiap-siap.Pak Radin udah nunggu di lobi ,Mas" sahut Asha coba menolak memberi kucupan di bibir Danendra agar Danendra melepaskan pelukannya.Bukannya melepaskan malah mengeratkan.
"Mas,pakai pakaiannya ,ya,"pujuk manja .Asha mendangkup tangannya ke muka Danendra disela-sela ciuman Asha.Tanpa banyak pertimbangan lagi,Danendra membalas semua perlakuan istrinya yang masih belum mengerti prilakunya menambah gairah sang suami. Tidak membiarkan Asha menguasai sepenuhnya, karena saat ini dia yang harus memegang kendali. Asha cukup menikmatinya saja.
"Mulai hari ini,aku akan membayar tiga tahun kesalahananku ,Sayang,"jelas Danendra.
"Mas!lepaskan !"rayu Asha coba melepaskan diri.
Danendra mel*mat bibir merah yang menggoda itu tanpa memberi waktu untuk Asha mengambil napasnya sama sekali. Tidak sampai disitu, tangannya sudah sibuk meremas dan menjamah seluruh bagian tubuh istrinya.
Danendra merebahkan tubuh Asha ke kasur pelan tanpa melepaskan ciuman.Asha mula merespon lumatan ciuman Danendra.Puas dengan bibir merah merekah itu, Danendra kembali tergoda dengan leher jenjang Asha yang tampak menantang ketika si empunya menggeliat dan menggelinjang akibat kenakalan jari jemarinya yang sedari tadi menjelajah tubuh mungil pasrah di bawahnya. Berkali-kali Danendra membuat tanda kepemilikannya di sana, membuat leher putih mulus itu memerah seketika.
"Mas,Jangan buat tanda,malu!"pinta Asha.
Danendra paham maksud Asha .
Tidak ada satu pun yang luput dari jangkauan tangan Danendra . Ketika dia merasa tidak ada lagi penolakan dari Asha,saat itulah Danendra tahu kemenangan sudah ada di depan matanya.Semuanya terlihat indah di mata Danendra .
Bagaimana Asha mendesah dan bergetar hebat pada pelepasan pertamanya, di bawah kungkungan tubuh kekar Danendra . Dan Danendra yakin, Danendra sendiri tidak mengerti apa yang dirasakannya saat ini.
"As , kamu tidak punya kesempatan mundur lagi,kamu sudah membangunkannya ,Sayang" bisiknya di telinga Asha yang masih memejamkan matanya dengan nafas yang masih tersengal-sengal.
Tanpa meminta izin, Danendra melepas semua yang melekat di tubuh Asha dan tubuhnya tanpa tersisa. Danendra tersenyum menatap istrinya yang hanya sanggup membuka mata sekilas, tanpa bisa memberi perlawanan .
Mata itu sayu. Mata itu luar biasa. Yang membuat Danendra bahagia saat ini.
Pipi itu masih sama meronanya. Malu-malunya masih persis seperti kemarin, tapi sekarang pasrah . Merelakan.
"Aku tidak akan menyakitimu,As," bisik Danendra pelan sebelum memulai semuanya. Tidak ada jawaban sama sekali, hanya seulas senyum tipis dengan mata masih terpejam. Pelipis dan kening Asha masih penuh dengan tetesan peluh. Rambut panjang istrinya tergerai indah dan sedikit berantakan di atas bantal sutera putih.
"As , tatap aku sekarang." pinta Danendra lembut,setelah mereka menyatu. Kelopak mata itu perlahan terbuka. Indah! Danendra tahu, rasa sakit itu masih nyata. Mata Danendra menangkap kernyitan kecil di wajah Danendra , sekaligus merasakan cakaran halus di punggungnya ketika dia memaksa masuk.
" Terima kasih ,Sayang." Danendra mengecup lembut kening berkeringat itu. Merapikan beberapa helai rambut yang berantakan menutupi sebagian wajah cantik Danendra . Sebisa mungkin dia ingin membuat Asha nyaman, karena guncangan selanjutnya bukan tidak mungkin membuat istrinya mengingat malam pertama mereka.Malam dimana seorang Danendra membuka cerita aibnya.
"Aku mencintaimu, sangat mencintaimu,As"bisik Danendra berulang-ulang di telinga Asha .Berusaha membuat Asha terlena dengan kata-katanya dan melupakan hentakan-hentakan yang dia lakukan pada tubuh mungil itu.
Tangannya terus-terusan membelai, senyumnya selalu terukir di wajah tampannya. Dia hanya ingin Asha merasa nyaman dengan semua perlakuannya. Dia tidak ingin Asha merasa tersakiti.
"As,i love you!" Kata-kata ini terdengar di sela-sela desahan Asha dan erangan
panjang Danendra . Dia harus bersusah payah mengucapkannya, nafasnya masih naik turun setelah melepas benih-benihnya ke dalam rahim Asha.
*****
Pak Radin, sopir Danendra sudah menunggu di samping mobil, siap mengantar kedua majikannya kembali pulang ke Jakarta. Pak Radin baru saja merapikan dan memasukkan koper dan barangbarang majikannya ke dalam bagasi mobil.
Kota Bogor pagi itu terbilang cerah. Jalanan pun sudah mulai memadat, beberapa pedagang terlihat mulai menggelar lapaknya, menjual jajanan, oleh-oleh atau makanan kecil khas kota Bogor.Senyum terukir di bibir sang sopir, saat melihat Danendra yang keluar dari lobi hotel dengan menggandeng mesra tangan istrinya.
"Akhirnya Bos bisa merasakan juga nikmatnya berumah tangga."
Pak Radin bisa mengingat jelas rumah tangga majikannya dulu yang hampir tiap hari diwarnai pertengkaran dan pertempuran. Tidak jarang perabotan rumah menjadi korban dari percekcokan Danendra dan mantan istrinya.
Bahkan,Danendra harus terbiasa tidur di basement kantor, setiap pertengkaran yang berujung dengan keluarnya Danendra dari rumah. Pria itu memilih tidur di kantor atau kadang di hotel. Mobilnya dulu dipenuhi dengan pakaian dan jas kerja Danendra .
Sering kali majikannya yang malas pulang ke rumah, memilih berganti pakaian atau sekedar istirahat di dalam mobil.
Kehidupan yang benar-benar tidak sehat waktu itu. Sampai akhirnya,Danendra lelah dan menggugat cerai mantan istrinya.
"Pak, kita langsung jalan?" tanya Pak Radin pada Danendra yang sudah duduk berdampingan dengan Asha di kursi belakang.
"Ya, Pak. Istriku sudah tidak sabar ingin bertemu dengan putrinya," sahut Danendra , tersenyum menatap Asha yang sedang mengikat rambutnya.
"Tidak, jangan diikat. Lebih cantik digerai," goda Danendra , menahan tangan Asha yang sibuk merapikan rambutnya.
"Mas, apa-apaan sih," protes Asha , menahan tangan Danendra yang sedang melepaskan kembali kuncir rambutnya.
"Aku merasa tidak rela pulang ke Jakarta," ucap Danendra , mengecup pipi istrinya.
"Mas, ada sopir," keluh Asha menggelengkan kepala. Suaminya jadi berubah, rasanya seperti bukan Danendra Isam Aldari .
Perjalanan Bogor-Jakarta, lumayan ramai walau tidak sampai macet dan tersendat. Sempat terjebak di beberapa titik tetapi tidak sampai berhenti total. Saat mobil masuk ke tol dalam kota, ponsel Danendra berdering.
"Ya, ada apa Mos?" sapa Danendra , sesaat setelah menempelkan benda tipis persegi itu di telinganya.
"Pak Danendra sudah di Jakarta?" tanya Ramos , si asisten .
"Ada apa?" tanya Danendra melirik Asha sekilas.Istrinya tertidur pulas dengan bersandar di kursi.Sesekali kepala itu tertunduk ke depan, setiap Pak Radin menghentikan laju mobil. Danendra menyandarkan kepala Asha ke dada kekarnya ,memeluknya sang istri.
"Eddy, baru menghubungiku. Rapat dengan TR Group harus ditunda. Pak Ivan selama seminggu ke depan tidak bisa datang ke kantor," jelas Ramos .
"Bagaimana bisa? Apa yang terjadi?" Danendra heran.Rapat yang akan dilaksanakan besok dengan TR Group terbilang penting, bahkan tidak bisa
tanpa dihadiri pemilik perusahaan. Danendra sendiri harus mengejar waktu untuk rapat itu. Kalau tidak, Danendra lebih memilih menginap dua tiga hari lagi supaya bisa lebih dekat dengan sang istri.
"Pak Ivan sedang dapat musibah.Pak Tristan,bapa mertuanya koma semalam," jelas Ramos .
"Baiklah ,Mos.Besok aku ke kantor,"kata Danendra memutuskan panggilan. Danendra mengucup manja kening istri nya.
Sang sopir mencuri pandang dari kaca spion di depan tersenyum gembira, bossnya memperlakukan istrinya layak seorang Nyonya Aldari.