Setelah mendapatkan kunci kamar, Danendra mengajak Asha menuju kamar mereka, ditemani oleh Room Boy.
"Pak, ini kunci kamarnya," ucap Danendra menyodorkan kunci kamar milik sang sopir.Masih dengan menggandeng tangan Asha ,Danendra memamerkan senyumnya sepanjang perjalanan menuju kamar. Sopir yang berjalan di belakang keduanya, tersenyum melihat kebahagiaan majikannya.
"Ini Pak, kamarnya," ucap Room Boy. Membantu membuka pintu kamar, menyalakan lampu dan mempersilakan kedua tamunya menikmati kamar mereka.
"Saya permisi, Pak," pamit sang Room Boy tersenyum, memberi salam sambil menunduk.
"Oh, oke," sahut Danendra , berbalik menatap ke arah Room Boy yang bersiap meninggalkan kamar mereka.Asha sedang menatap sekeliling kamar mereka.
Interior di kamar itu sangat bagus. Dilengkapi dengan balkon dan jendela yang lebar menampilkan pemandangan menghijau di sekitar hotel.
"As , kamu suka?" tanya Danendra tiba-tiba sudah merengkuh tubuh mungil istrinya.
"Hah!" Asha yang tidak siap hanya pasrah menatap Danendra tanpa bisa menjawab. Butuh beberapa detik untuk menguasai keadaan.
"Suka, Mas," jawab Asha tertunduk malu, setelah tanpa sengaja beradu tatap dengan suaminya.
"Aku memesan kamar ini untukmu," ucap Danendra ,tersenyum.
"Aku berharap kamu menyukainya," lanjut Danendra ,berbisik di telinga Asha .
"Mas," ucap Asha tersipu malu.
"Aku harus mengasah kembali kemampuanku,As. Sudah terlalu lama aku tidak melakukannya," ujar Danendra tanpa malu-malu,membuat rona di pipi Asha semakin terlihat jelas dan nyata.
"Mas!" pekik Asha memukul pelan lengan Danendra ,saat laki-lakinya itu benar-benar mengecup lehernya tanpa permisi.Mengecup basah ,sesekali memberi tanya kepemilikan di sana. Asha hanya bisa pasrah. Bahkan saat Danendra melepas jaket pink kesukaannya, Asha hanya bisa menurut tanpa bisa menolak. Dengan sedikit dorongan, Danendra menggiring istrinya menuju ranjang empuk hotel.
"Bagaimana kasurnya, As ?" tanya Danendra setelah berhasil menjatuhkan tubuh mungil Asha ke atas kasur.
"Mas," bisik Asha . Pikirannya kacau. Perasaannya sulit diungkapkan dengan kata-kata. Yang jelas, jantungnya berdetak kencang.
"Hmmm," gumam Danendra , melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda dan mengecup kembali leher jenjang istrinya.Danendra menyisipkan tangannya di balik kepala Asha , melepas kuncir rambut istrinya, dan membiarkannya tergerai.
"Aku lebih suka melihatnya seperti ini, Sayang,"bisik Danendra di sela kecupannya.
"Cantik!"Satu kata yang membuat Asha merona kembali.
"Mas," panggil Asha , memberanikan diri menyentuh punggung Danendra yang sekarang sedang menindih tubuh mungilnya.
"Aduh bagaimana ini?" tanya Asha dalam hati,mulai panik.
Jemari Danendra sedang bermain-main di tali tank top hitam Asha . Menarik turun, membuat bahu Asha terekspos sempurna.Danendra tersenyum, menatap tulang selangka yang terlihat seksi di matanya. Danendra tahu, Asha sedang ketakutan bercampur panik saat ini.
"As , kamu baik-baik saja," ucap Danendra menenangkan Asha yang sudah memejamkan matanya dengan rapat.Jemarinya sedang menyentuh tulang selangka itu dengan nakalnya, tetapi pandangan Danendra menatap lekat pada manik mata istrinya.
"Kalau aku meminta hakku sekarang, apa kamu akan memberinya padaku?" tanya Danendra .Asha tersentak. Ucapan Isyana sebulan lalu, kembali berputar-putar di otaknya. Semuanya muncul dan terdengar jelas.Asha menatap Danendra , berusaha menilai sendiri seperti apa laki-laki yang menjadi suaminya saat ini.
"Aku ...."jawab Asha terbata.
"Kamu kenapa, As?" tanya Danendra , memotong ucapan Asha yang menggantung.Raut wajah Asha berubah.
"Mas, aku ... aku ... mau ke toilet dulu, ya," pinta Asha , memohon.
Asha tidak bisa memikirkan alasan yang lain lagi. Di saat terdesak seperti ini, kerja otaknya melambat. Hanya alasan itu saja yang terpikir olehnya.Danendra tertawa lepas, melihat betapa polosnya sang istri. Danendra memilih melepaskan istrinya ke toilet. Lagi pula masih terlalu pagi untuk melakukan hal gila seperti tadi.
"Kamu benar-benar harus kerja keras, Dan ," ucap Danendra pelan, menatap punggung Asha yang hilang di balik pintu kamar mandi.
Danendra menatap pintu kamar mandi, tempat dimana istrinya menghilang setengah jam yang lalu. Pikirannya masih menerawang. Manisnya aroma Asha , masih berasa di bibirnya. Bayangan Asha yang pasrah pun masih enggan menghilang dari pelupuk mata.
Lelah menunggu,Danendra memilih berganti pakaian dengan baju yang lebih casual dan santai. Rencananya,Danendra akan mengajak Asha berkeliling.Jalan-jalan, kulineran, shopping, apa pun itu tidak masalah.Yang terpenting Danendra bisa menikmati waktu berdua dengan Asha , saling mengenal dan saling melepas canggung yang selama ini tercipta.Danendra ingin Asha terbiasa dengan kehadirannya.Tidak malu-malu ataupun sungkan padanya.
Toh, mereka sudah menikah, bukan orang lain yang harus saling menjaga kesopanan saat mereka hanya berdua.
Ceklek!
Pintu kamar mandi itu pun akhirnya terbuka juga setelah sekian lama.
"As , kamu ketiduran di dalam?" tanya Danendra ,yang sedang duduk di sofa.
"Maaf, Mas," ucap Asha tertunduk,menyembunyikan rona merah di pipinya. Bayangan Danendra sedang menindih dan menciumnya kembali muncul di ingatannya.
"Ganti pakaianmu As, aku akan mengajakmu keluar," pinta Danendra dengan santainya.
"Baju yang santai saja!" lanjut Danendra lagi, berdiri seolah memamerkan pakaian yang dikenakannya pada Asha supaya istrinya itu bisa menyesuaikan.
"As , aku ke sana sebentar," ucap Danendra , berjalan menuju ke balkon, menikmati pemandangan menghijau perkebunan teh dari tempatnya berdiri.
Asha sudah membongkar koper miliknya, mencari pakaian yang sekira cocok untuk dikenakannya. Berlari menuju pojokan kamar yang sedikit tertutup, untuk berganti pakaian.
"Di sini aman, Danendra tidak akan terlihat dari balkon." Asha berkata pelan sambil tersenyum.Asha baru saja melepas atasannya, hanya tertinggal bra renda berwarna hitam yang menutup gundukan kembar di dadanya, tetapi naas baginya. Baru saja hendak meraih atasan putih yang baru dikeluarkannya dari koper, tiba-tiba ada tangan kekar sudah memeluk tubuh nyaris tel*anjang dari belakang.
"Ahhhh!" pekik Asha kaget.
"Ssttt, jangan berisik. Ini aku." Danendra berkata.
"Mas ... kamu mengagetkanku," ucap Asha , berusaha membuka belitan tangan Danendra yang mengunci pinggangnya.
"Ya Tuhan, cobaan apalagi ini," batin Asha .
"Kenapa, Asha ?" tanya Danendra , mengecup pundak polos Asha . Kedua tangannya masih mendekap Asha dengan erat.
"Mas, tolong lepaskan. Aku malu," pinta Asha ,memohon.
"Kenapa harus malu? Aku suamimu," bisik Danendra di telinga Asha .
"Aku mau mengenakan pakaian Mas," sahut Asha , merengek bak anak kecil pada bundanya.Asha sudah tidak sanggup lagi menahan malu. Sebelumnya, Asha belum pernah sepolos ini di depan Danendra .
"Mas, tolong lepaskan aku," pinta Asha , menunduk. Pipinya sudah memerah, tidak sanggup lagi menatap dunia.
"Aku bantu melepaskannya," sahut Danendra usil.Dengan satu tangan masih membelit pinggang Asha , tangan satunya sudah melepas kaitan bra hitam di punggung Asha .
"Mas, jangan. Aku mohon jangan," pinta Asha ,saat merasa sentuhan jemari Danendra di punggung polosnya saat membuka kaitan branya.
"Ups ... sudah terlanjur, As," sahut Danendra dengan isengnya. Menarik bra itu terlepas, dan melemparnya sejauh mungkin.Asha ternganga, tidak berani lagi mengangkat kepalanya. Rasanya sudah ingin menangis saat ini. Sedikit beruntung, posisinya sedang membelakangi Danendra . Jadi laki-laki itu tidak tahu seberapa memerah wajahnya menanggung malu.
"Mas ...." Asha sudah tidak bisa berkata-kata.Rasa malu terlalu menggerogoti dirinya saat ini.Asha menunduk, menatap dadanya yang polos dan terbuka.
"Kenapa, Sayang?" tanya Danendra . Tangannya sudah merambat naik, mendekati aset istrinya yang sudah terbuka sempurna.
"Mas, tolong jangan," pinta Asha , setengah memelas. Suara Asha bergetar, menahan tangis.Tidak jelas arti tangisannya, tetapi rasanya air mata itu sudah mengkristal di sana, siap meluncur turun.
"Kenapa, Sayang? Kamu kedinginan?" tanya Danendra , senyum menyeringai di bibirnya.
"Mas, tolong lepaskan. Aku ... aku ...."kata Asha tidak kehabisan bicara.
"Kamu kenapa, As ?" tanya Danendra , tersenyum menatap pucuk kepala Asha yang saat ini menempel di dadanya.
"Mas, tolong lepaskan aku," pinta Asha memohon sambil terisak.
Tangan Danendra sudah merambat naik, membuat Asha semakin panik. Asha bisa melihat sendiri tangan nakal itu semakin mendekat dengan gundukan kembarnya.
"Mas," panggil Asha .Panik, Asha langsung berbalik dan memeluk erat Danendra . Setidaknya lebih baik dengan posisi seperti ini, dari pada tangan Danendra menggerayanginya.Pelukan Asha semakin erat, kakinya pun sudah dihentakkan di bawah sana.
"Jangan melihat kepadaku," pinta Asha ,menelusupkan wajahnya di dada bidang sang suami.
"Kenapa, As?" tanya Danendra terkekeh. Danendra bisa merasakan dada polos Bella yang menempel lekat erat padanya. Tangan kekarnya sedang mengusap lembut punggung telanj"ang Bella.
"Rupanya ini yang dikatakan menggemaskan!" Danendra membatin sembari tersenyum .
"Mas, jangan melihat. Aku malu," ucap Asha , terdengar manja. Danendra bisa melihat sisi manja sang istri yang selama ini tersembunyi di balik kedewasaannya.Asha berusaha mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan branya yang dilepas paksa Danendra . Pandangannya tertuju pada meja kecil dibelakang Danendra . Barang yang dicarinya ada disana.
"Mas, bisa ambilkan untukku?" tanya Asha , mendongakkan kepala, menatap Danendra sekilas.
"Ambilkan apa, As?" tanya Danendra , sengaja mengerjai.
"Itu!" tunjuk Asha ada meja kecil yang ada di belakang Danendra .
"Itu apa, Sayang?" tanya Danendra usil.
"Itu ... itu braku," sahut Asha malu, membenamkan wajah ke dada Danendra .
Melihat Asha yang hampir menangis, Danendra memilih mengalah.
"Aku akan menutup mataku. Kamu bisa melepaskan pelukanmu," ucapnya.
"Mas, jangan mengintip, ya!" ancam Asha .
"Ya," sahut Danendra dengan mata terpejam. Danendra memilih melepaskan Asha kembali saat ini.Melihat itu, Asha buru-buru mengenakan pakaiannya. Asha tidak mau Danendra mencuri kesempatan lagi seperti sebelumnya.
"Sudah, As ?" tanya Danendra , masih dengan posisi mata terpejam.
"Sudah, Mas," sahut Asha , tersenyum malu-malu.Danendra tertawa.
"Sudah aku tidak akan mengerjaimu lagi," jelas Danendra , menggandeng tangan Asha yang masih saja malu-malu menatapnya.
"Kamu kelewatan, Mas," gerutu Asha , masih saja kesal.
"Ikut aku. Kita jalan-jalan hari ini,"ajak Danendra.
"Kita ke mana Mas?" tanya Asha penasaran.
"Kamu ikut saja ke mana suamimu ini melangkah."Danendra mengajak Asha berkeliling,jalan-jalan dan menikmati jajanan khas di Kota Hujan itu.Puas menikmati acara jalan-jalannya, Danendra mengajak Asha mencari tempat untuk beristirahat.
"As , ada yang mau aku bicarakan," ucap Danendra membuka pembicaraan.
"Ya, Mas," sahut Asha .
"As , mari kita memulai semuanya. Kamu mau?"tanya Danendra tiba-tiba , menggenggam tangan Asha . Menatap penuh harap pada istrinya yang duduk di depannya.
"Mas, kamu kenapa?" tanya Asha heran.
"Aku serius,As. Mungkin aku belum pernah mengucapkannya langsung," ucap Danendra .
"Selama ini, kamu tahu sendiri alasan aku menikahimu. Tapi, aku serius untuk memulainya denganmu. Aku serius dengan pernikahan kita,"lanjut Danendra .
"Ya, Mas," jawab Asha .
"Kamu bisa merasakan keseriusanku?" tanya Danendra , membawa tangan Asha , meletakkan didadanya.
"Aku berjanji akan membahagiakanmu. Tolong percayakan hidupmu padaku."jelas Danendra. Asha bingung, hanya bisa menatap tanpa bisa menjawab.
"As , menikahlah denganku dalam arti yang sesungguhnya. Kamu mau?" tanya Danendra .Danendra menatap, menunggu jawaban yang tidak kunjung keluar dari bibir Asha .
"Apakah gadis ini belum cukup yakin dengan keseriusannya?" Danendra mencoba kembali.
"As , mari kita lakukan demi Ibu, demi Nana dan demi kita. Tolong belajarlah mencintaiku. Aku juga akan belajar mencintaimu."pohon Danendra.
"Bisakah kita memulainya dari sekarang?" tanya Danendra .Lama terdiam, akhirnya Asha mengangguk dan tersenyum.Hanya sebuah jawaban singkat, tetapi itu benar-benar membuat Danendra bahagia.
"Terima kasih, Nyonya Aldari ," ucap Danendra pelan, memberanikan diri untuk mengecup kening Asha dengan lembut.