Chereads / Anak sang pembantu / Chapter 41 - Chapter 41: Pembohongan

Chapter 41 - Chapter 41: Pembohongan

Mobil hitam itu memecah jalan ibu kota.Setengah jam perjalanan, akhirnya mobil itu berhenti di sebuah rumah dua lantai yang tidak asing baginya. Sepuluh tahun yang lalu, Danendra pernah tinggal di sana.

Ragu, memilih turun atau tetap menunggu dimobil. Danendra hanya sekedar memastikan kalau kondisi di dalam rumah baik-baik saja. Tidak seperti yang diceritakan Dina padanya.Lima belas menit menunggu di dalam mobil,

Danendra tidak melihat ada hal aneh. Dengan berbelok ke rumah Dina saja, sebenarnya Danendra sudah bersalah dengan istrinya, tetapi hatinya tidak tenang kalau tidak melihat langsung.

Baru saja ia menyalakan mesin mobil, tiba-tiba ada yang mengetuk kaca mobil.

Danisha ?Perasaannya campur aduk, antara khawatir,ragu dan ada banyak rasa lain yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.

Tok ... tok ... tok.

Danisha kembali mengetuk kaca mobilnya. Danendra mengalah, menurunkan kaca tanpa berniat turun.

"Apa maumu, Han?" tanya Danisha ketus, tidak mau menatap.Panggilan Han bererti Honey.Danendra tersenyum, setelah sepuluh tahun terlewati, setelah banyak perang dan pertengkaran. Danisha masih memanggilnya dengan panggilan Honey semasa SMA.

"Maaf, aku pergi sekarang," ucap Danendra .

"Jangan menemui Adeline lagi. Aku harap tidak bertemu denganmu. Next time, saat bertemu ...aku mohon bersikaplah seperti saling tidak mengenal!" pinta Danish ,lagi-lagi membuang pandangannya.

"Maaf, aku hanya tidak enak karena tadi Dina menghubungiku," jelas Danendra .

"Baiklah, aku anggap pembicaraan kita selesai!Jangan muncul di depan rumahku lagi.Walaupun ini tadinya rumahmu, tetapi setelah perceraian kita ini milikku. Aku berhak mengusirmu" ucap Danisha .

Baru saja Danisha hendak berbalik, tetapi dari arah belakang muncul Adeline yang berlari saat mengenali mobil Danendra .

"DADDY," jerit Adeline sambil menangis.

Gadis itu turun dari mobil yang terparkir di belakang mobil Danendra .

"ADELINE , MASUK!" perintah Danisha , menyeret kasar putrinya masuk kembali ke dalam mobil.

"Tidak! Adeline mau bertemu Daddy, Mom!?" tolak Adeline .Karena Adeline berontak, Danisha memukul lengan anaknya dengan kencang berkali-kali, semakin membuat Adeline menjerit.

"CUKUP, HONEY Biarkan aku memeluknya sebentar, setelah itu aku berjanji akan pergi." Danendra turun, setelah tidak tega mendengar jerit dan tangis Adeline .Danisha mengalah, membiarkan Adeline memeluk Danendra sebentar. Danisha memilih kembali ke mobil, menunggu di sana jauh lebih baik dari pada menatap wajah mantan suaminya.

"Adeline kenapa?" tanya Danendra setelah mengurai dekapannya.

"Aku mau tinggal dengan Daddy saja. Tidak mau tinggal dengan Mommy," ucap Adeline .

"Tidak bisa, Line."tolak Danendra.

"Mommy jahat, suka pukul. Adeline ,"adunya.

"Jangan membantah Mommy. Mommy sangat menyayangi Adeline ." Danendra berusaha menenangkan.

Nyaringnya bunyi klakson yang berasal dari mobil Danisha , menandakan kemarahan wanita itu.

"Adeline kembali ke mobil, nanti dipukul Mommy,"perintah Danendra .

"Tidak mau," rengek Adeline .

"Adeline , dengar Daddy. Setelah ini Daddy tidak bisa bertemu Adeline lagi. Ini terakhir kalinya, ya.Maafkan Daddy,Adeline harus menuruti semua

ucapan Mommy," ucap Danendra , menepuk pucuk kepala Danendra .

Adeline tetap menolak sambil menangis. Sampai Danendra masuk ke dalam mobil pun, gadis itu masih membeku, menangis di tempatnya berdiri.

Pertemuan pertamanya dengan sang mantan,setelah perpisahaan mereka terakhir kali di depan pengadilan. Hampir sepuluh tahun terlewat sudah, Danisha tidak berubah. Masih Danisha yang sama.

Danendra tersenyum, entah apa yang membuatnya tersenyum. Apakah ia sudah belajar mengikhlaskan hubungan tidak sehat mereka yang berakhir tidak sesuai harapan. Atau hatinya sudah move on atau entahlah. Danendra sendiri

belum paham dengan perasaannya saat ini. Yang Danendra tahu, saat ini hidupnya hanya untuk istrinya ,Asha dan putri mungilnya ,Hayana .

Sepanjang mengemudi mobilnya menuju ke kantor, fokus Danendra terbagi. Pertemuannya dengan Danisha sedikit banyak menggangu pikirannya. Meskipun wanita itu memarahinya dengan kata yang sangat tajam sekali.