Chereads / Anak sang pembantu / Chapter 28 - Chapter 28 :Keluarga Kecil

Chapter 28 - Chapter 28 :Keluarga Kecil

Setelah menyelesaikan semua urusan dan menghabiskan makanannya, keluarga kecil itu kembali pulang. Hayana yang kekenyangan sudah terlelap tidur di pangkuan Asha .

"Putrimu kerjanya makan tidur ... makan tidur,"celetuk Danendra menatap sekilas pucuk kepala Hayana yang menyenggol tangannya saat Danendra menyetir.

"Pembetulan ! Putri kakakku .Putri kesayanganmu ,Tuan.Namanya juga anak kecil. Terus mau kerja apa lagi, kalau bukan makan tidur," sahut Asha pelan, membuang pandangannya keluar jendela.

"Sepertinya kamu menyukai anak kecil. Ayo kita buat sendiri. Laki-laki," ucap Danendra dengan tidak tahu malunya. Danendra mengulum senyuman, setelah menyadari otaknya begitu tidak tahu malu dan terus terang di depan Asha.

"Lagi pula dia sudah setuju. Untuk apa malu-malu. Tujuan orang menikah 'kan untuk memiliki keturunan supaya bisa beranak pinak," batin Danendra.Danendra tersenyum sendiri, mengingat ucapannya tadi.Pandangannya tertuju pada Asha . Gadis itu tidak bereaksi sama sekali.

"Apa dia tidak mendengar atau pura-pura tidak mendengar," batin Danendra.

" Dasar suami jadi-jadianku.Apakah aku seperti sampah beginya? aku diinginkan saat dibutuhkan, aku diabaikan saat tidak berguna,"gertak Asha di dalam hati.Asha takut membuka hatinya.Asha sudah merasa.

"Bagaimana, As?" tanya Danendra lagi, menunggu jawaban.

"Apa, Mas?" tanya Asha .

"Tidak apa-apa. Anggap saja kamu tidak mendengar apa-apa," ucap Danendra, memilih fokus menatap jalanan. Danendra berusaha menghilangkan pikiran nakal yang sedari tadi mengganggu otaknya.

"Dia pikir aku tidak mendengarnya, lebih baik begitu. Meladeninya akan semakin jauh pembicaraannya. Dari satu anak laki-laki, bisa jadi lusinan. Seperti bukan Tuan Danendra yang ku kenal saja. As ,INGAT! Jangan terlalu cepat percaya!" Yakin Asha di batinnya.

Sampai di rumah, mereka sudah disambut Ibu Rani yang sedang duduk menikmati semilir angin di teras rumah.

"Mas, aku bawa Hayana ke kamar," pamit Asha mendahului Danendra yang memilih duduk menemani sang mertua. Danendra mengangguk. Tatapannya beralih pada Ibu Rani yang sedang menatap Asha .

"Bu, tinggal dengan kami di Jakarta, ya?" pinta Danendra tiba-tiba.

" Tapi ,Nak ….bagaimana dengan rumah ini ?Tidak ada yang menjaga," ucap Ibu Rani ,menolak. Sebenarnya Ibu Rani takut tidak betah tinggal di Jakarta, apalagi putrinya sudah berumah tangga. Ibu Rani tidak mau kehadirannya mengganggu.

"Aku dan Asha lebih tenang kalau Ibu ikut dengan kami," jelas Danendra.

"Ibu juga akan sering bertemu Isyana kalau tinggal di Jakarta," lanjut Danendra, menunggu persetujuan Ibu Rani.

"Coba nanti aku bicarakan dengan Asha , ya. Ibu mau mendengar pendapat Asha juga."kata Ibu Rani lagi.

"Baik Bu, tidak masalah. Aku senang kalau Ibu bisa tinggal dengan kami. Hayana juga mulai dekat dengan Omanya."kata Danendra lagi.

"Nanti Ibu pertimbangkan dulu, Nak," jawab Ibu Rani.

"Baiklah, Bu. Aku ke dalam dulu, ada yang harus aku kerjakan." Tampak Danendra, bergegas menuju ruang kerja yang sudah lama tidak digunakannya. Duduk merenung di sana, memikirkan apa yang selanjutnya harus dilakukannya. Danendra berencana membawa serta Ibu Rani tinggal bersamanya. Dengan begitu, Danendra bisa yang selanjutnya harus dilakukannya.

Danendra berencana membawa serta Ibu Rani tinggal bersamanya. Dengan begitu, Danendra bisa menendang keluar Isyana dari hidupnya. Setidaknya kakak iparnya bisa tinggal di rumahnya yang lain ataupun apartemen. Danedra yakin, Isyana tidak akan mau tinggal serumah dengan Ibu Rani . Danendra benar-benar khawatir Isyana akan jadi duri dalam rumah tangganya dengan Asha . Danendra paling mengenal Isyana melebihi siapa pun saat ini. Banyak hal yang tidak diceritakannya pada Asha atau Ibu Rani mengenai Isyana yang mungkin akan membuat keduanya terkejut. Kalau bukan karena Ibu Rani , Danendra sudah akan menendang Isyana dari rumah dan perusahaannya.

"Beruntung aku tidak salah pilih istri," ucap Danendra pelan. Mengingat tiga tahun lalu, bagaimana Danendra harus memilih salah satu dari kedua putri Ibu Rani. Danendra masuk ke dalam kamarnya. Begitu pintu terbuka, Danendra sudah disambut dengan adegan guling-gulingan antara putri kesayangan danistrinya. Keduanya tertawa lepas.

"Ayo, Nana ke sini," pinta Asha pada gadis kecil yang bersembunyi di balik bantal.

"No ... mami," tolak Hayana , sambil tertawa.

"Ayo, Mommy tangkap lagi nanti," goda Asha ,berpura-pura hendak menerkam Hayana. Baru saja Asha akan menyergap tubuh mungil putrinya, tiba-tiba Danendra sudah memeluk erat pinggangnya.

"Mas," ucap Asha terkejut, mendapati Danendra sudah membelit perutnya dengan kedua tangan

kekarnya.

"Mommy tertangkap!" ucap Danendra, membuat putrinya bersorak kegirangan.

"Daddy ... yeahhh! Daddy yeahhh!!" teriak Hayana meloncat kegirangan. Kedua tangannya sedang bertepuk tangan merayakan kemenangannya.

"Jadi mommy-nya mau dilepas?" tanya Danendra pada putrinya.

"No ... Daddy!" teriak Hayana.

"Jadi Mommy tetap ditangkap seperti ini?" tanya Danendra tersenyum menggoda Bella. Danendra makin mengeratkan pelukannya, tidak membiarkan Asha menjauh.

"Mas ... lepas," pinta Asha , memohon.

"Putriku tidak mengizinkanku melepaskan Mommy. Aku bisa apa?" tanya Danendra, usil.

"Nana, perut Mommy sakit," ucap Asha memelas,meremas perutnya sendiri. Membuat Danendra terbahak melihat ekspresi Asha yang memancing belas kasihan putrinya.

"Daddy lepas," pinta Hayana, buru-buru menghampiri Asha yang sedang mengernyit, berpura-pura kesakitan.

" Daddy ...." Hayan merengek kali ini.

"Ya, Daddy akan melepaskan Mommy," ucap Danendra , setelah melihat putrinya hampir menangis.

"Mami cakit?" tanya Hayana , bersiap menyingkap kaos Asha . Hayana mau memeriksa perut Asha yang sakit. Sontak mengejutkan Asha . Terlihat Hayana meminta Asha berbaring di ranjang.

"Mami ... doktel-doktelan," pinta Hayana . Hayana memaksa menyingkap kaos Asha .

"Tidak Nana , Mommy sudah sembuh," tolak Asha .Kalau tidak ada Danendra bersama mereka, Asha tidak keberatan, tetapi saat ini laki-laki itu sedang menonton drama dokter-dokteran yang biasa Asha dan Hayana mainkan. Danendra yang melihat Asha dan Hayana saling berdebat, hanya bisa tertawa.

" Nana, please ...." Asha memohon.

"Nana ??" tanya Danendra heran. Sejak kapan nama panggilan anaknya berubah menjadi Nana.

"Nama yang Mas sematkan untuk putrimu itu susah untuk diucapkan. Membuang waktu hanya untuk memanggil Nana. Jadi mulai dari sekarang aku akan memanggilnya Nana," jelas Asha .

"Terserah padamu saja, As . Sejak kamu mengganti nama panggilanku menjadi Mas, kamu jadi pintar membantah dan berdebat denganku,"ucap Danendra.

"Kalau Mas keberatan, aku tidak masalah memanggil Tuan seperti biasanya.Lalu aku menjadi seorang polos,lungu dan penunduk. Lalu mulai saat ini ,aku memanggilmu ,Tuan,"sahut Asha tersenyum sinis.

"Tidak, aku sudah tidak biasa lagi di panggil Tuan," jawab Danendra tersenyum.

" As , handukku mana? Aku mau mandi sekarang. Gerah," pinta Danendra.

"Mommy mau mengambik handuk untuk Daddy dulu, ya," pinta Asha , segera meninggalkan putrinya. Bergegas Asha menuju lemari, mengambil salah satu handuk bersih untuk suaminya.

"Ini, Tuan," sodor Asha . Danendra menerima handuk yang sudah terlipat rapi itu, bergegas menuju kamar mandi.

"Ayo kita main lagi," ajak Asha , saat ini Asha sudah menggulingkan Hayana. Suara tertawa, celoteh dan cekikikan Hayana membahana, memenuhi kamar tidur mereka yang luas.

Hayana tertawa geli, saat Asha mengecup seluruh tubuhnya. Belum lagi saat jemari Asha menggelitik pinggang dan lehernya.Tak lama Danendra sudah muncul kembali, setelah menyelesaikan acara mandinya. Masih dengan handuk yang terlilit di pinggang Danendra berdiri sambil berkacak pinggang, mendengar suara menggelegar putri kesayangannya.

"Daddy!" panggil Hayana , meloncat turun dari atas ranjang. Hayana berlari dan memeluk lutut Danendra.

"Daddy!" panggil Hayana sekali lagi. Asha yang melihat kehadiran Danendra, bergegas menuju lemari untuk menyiapkan pakaian suaminya.

"Ini, Tuan," sodor Asha pada Danendra. Sebuah kaos rumahan dan celana pendek yang biasa dikenakan setiap berada di rumah.

"Nana sama Mommy. Daddy mau mengenakan pakaian," bujuk Asha , menggendong Hayana kembali duduk di ranjang. Kembali, Asha mengajak gadis kecil itu bercanda. Beberapa menit kemudian, Danendra yang sudah rapi muncul kembali.

" As , kita harus bicara," ucap Danendra, membuka pembicaraan. Danendra sudah berdiri di sisi ranjang, menatap pada istri dan anaknya yang sedang bermain.

"Ada apa, Tuan?" tanya Asha masih dengan santainya, sambil bermain dengan Hayana yang sekarang bergelayut manja di lehernya.

"Aku tadi bicara dengan Ibu. Aku menawari Ibu tinggal bersama kita di Jakarta," cerita Danendra.

"Ibu belum menjawab," lanjut Danendra lagi.

"Tolong bujuk Ibu, aku tidak tenang meninggalkan Ibu sendirian di sini," ucap Danendra.

Asha yang mendengar ucapan Danendra, sontak memeluk erat suaminya itu tanpa malu-malu. Ini

adalah pelukan pertamanya.

"Terima kasih, Mas. Aku juga tidak tenang, kalau Ibu sendirian di Surabaya," ucap Asha setelah melepaskan pelukannya. Hayana yang melihat ayah dan ibunya berpelukan, ikut-ikutan memeluk.

" Nana ,kalau Oma ikut kita ke Jakarta mau?" tanya Asha .

"Mau ... Oma," ucap Hayana , berteriak sambil bertepuk tangan dan meloncat di atas tempat tidur.

"Ya sudah, kalau begitu nanti kita bujuk Oma, ya," ajak Asha , tersenyum.

"Mau ... mau ... mau Daddy," celoteh Hayana. Ketiganya sedang bercanda dan bercengkerama di atas ranjang. Terlihat Asha yang berbaring memeluk Hayana, sambil mengusap lembut punggung Hayana. Danendra sendiri memilih berbaring di samping Asha , sambil mengecek email pekerjaan yang dikirim Ramos di ponselnya. Kehangatan keluarga kecil itu terganggu saat bunyi ponsel Asha berdering kencang. Asha menatap layar ponsel yang menyala. Dave yang menghubunginya saat ini. Dengan panik, Asha berbalik menatap suaminya yang sedang berbaring di balik punggungnya.

"Mas ...." Asha menyodorkan ponselnya pada Danendra, memperlihatkan siapa yang menghubunginya saat ini. Asha sebenarnya sedikit khawatir dengan kehadiran Dave. Melihat tatapan suaminya yang mengandung sesuatu di matanya itu, membuat Asha akhirnya ragu mengenalkan Dave pada suaminya.

"Mas?" tanya Asha setelah tidak mendapatkan jawaban.

Danendra mengangguk, itu pun terpaksa. Danendra tidak mungkin melarang Asha menerima panggilan.

"Kamu harus menerima panggilannya di depanku," ucap Danendra, memberi syarat pada istrinya.Bella mengangguk.

"Halo, ada apa, Kak Dave?" tanya Asha.Danendra fokus mendengar panggilan Asha dan Dave.