Aku tidak habis pikir dengan wanita yang baru saja meninggalkanku untuk pulang bersama dengan lelaki lain yang berstatus temannya itu. Harga diriku bagai di injak olehnya. Ia berhasil menghilangkan kewarasanku. Ingin rasanya aku menghempas semua emosi yang tertahan di dalam diriku, aku benar-benar muak oleh perbuatannya.
Aku masih terdiam di cafe itu, mencoba untuk meredahkan emosi yang sedari tadi tertahan disana. Segelas americano panas dan sebuah cemilan manis dengan sengaja aku pesan, berharap aku bisa menerima ketenangan di sana.
" Makasih ya kak, udah simpanin,"
Dengan cepat aku menoleh ke arah suara itu.
" Ana?! " ucapku reflek.
" Fery? belum pulang?" tanyanya yang kemudian mendatangiku.
" Kok balik kesini lagi?"
" Ouh... ini, dompet aku ketinggalan. tadi aku sempat beli kopi ke cafe ini sebelum beli siomay buat kalian. Kok belum pulang?" ucapnya yang menanyakan pertanyaan yang sama.
" Belum pengen balik. masih mau nongkrong aja,"
" Nongkrong? sendirian? yakin?" ucapnya sambil memasang mimik curiga.
" Hmm... ada sedikit masalah antara aku dan Tio, hingga akhirnya aku memutuskan buat nongkrong bentar. Sementara Tio langsung balik,"
" Henny sama cowoknya?"
" Mereka gak pacaran kok,"
" Dari mana kau bisa simpulkan hal itu?"
" Kok kau marah? kau suka sama Rony?" tanyaku penasaran.
Gadis itu diam lalu menggeleng.
" Aku kurang suka dia dekat sama sahabatku. Hmm... Aku lapar nih," tambahnya dengan wajah yang sangat menggemaskan.
" Terus? mau aku beliin?" tanyaku berniat baik.
" Iss... Sellow, aku mau numpang meja aja. Aku malu makan sendirian,"
Aku tersenyum melihat wajah cemberutnya yang nampak sangat imut. Ditambah dengan ia yang dengan dramatis menarik salah satu kursi dan segera duduk.
" Aku pesan nasi goreng level 10, mie goreng level 10, sama jus mangga ya mbak, tapi jusnya jangan di tambah gula lagi. Terus aku mau pesan gelatonya 2 porsi. Satu rasa cafelate stroberry, sama satu lagi.....mmm kau mau apa?"
"Aku?"
Sial ketauan sekali aku sedang memperhatikannya.
" Iya... kau mau gelato apa?"
" Aku nggak," balasku cepat.
" Kok gitu sih, Ayolah... kalau gak aku pindah meja nih,"
" Kok ngancam?"
" Makanya, mau apa?" tanya gadis itu lagi.
" Ya udah mba, aku mau pesan gelato avocado aja," ucapku mempermudah masalah.
" Ok, itu aja mbak, oiya... cafenya tutup jam berapa ya mba?"
" Jam 11:00 kak,"
" Ok,"
Gadis itu tampak sibuk dengan ponselnya.
" Ngabarin seseorang ya?" tanyaku.
" Eh... nggak, aku mau cek skedul aku besok. Berhubung aku juga ada jadwal kuliah,"
" Kau sibuk sekali,"
"Ngak juga, asal skedulnya gak berantakan,"
" Oiya, proyek di rapat kemarin gimana?"
Sial, aku benar-benar tidak paham mencari bahan bicara.
" Em... aku berniat sih, cuma aku hanya seorang pemain cadangan, ideku juga pasti di pengaruhi oleh jabatanku, dan bukan berarti sehari menjadi seorang pemain utama bisa membuatku yang di posisi cadangan menjadi pemain utama kan?"
Hmm... gadis ini cukup bijak, "kenapa tidak? kalau idemu bagus pasti bisa di pakai,"
" Mimpi yang terlalu tinggi," ucapnya sambil menyedot cairan rasa mangga itu dengan dramatis.
Kami menghabiskan malam dengan obrolan yang hanya seputar pekerjaan, aku tidak ingin memancingnya membicarakan sesuatu yang terlalu dalam. Aku ingin menjaga hati wanita yang saat ini bersamaku.
" Kamu gimana sih, seharusnya kamu yang meminta data itu pada Ana, bukannya menunggu Ana menginfokannya padamu. Bukankah anak itu sudah mengerjakan tugasmu!!"
Rasanya aku sulit untuk menekan gagang pintu itu, dari luar saja sudah sangat terdengar suara dari pimpinan yang sedang mengamuk, dan aku tidak tau apakah kehadiranku juga sebagai sumber utama kemarahannya.
Tok..tok..tok..
" Permisi pak," ucapku sambil memunculkan setengah badanku di pintu.
" Nah.. Ana, masuk kamu,"
Rasanya seluruh uratku menegang.
" Ana, kamu sudah mengirim file hasil rapat dengan mitra kemarin pada sekertaris saya?"
" Sudah pak, bahkan saya kirimnya malam, setelah saya rapikan kembali,"
" Nah... Ana saja sudah kirim ke kamu, kenapa tadi kamu bilang ada tidak ada laporan?"
" Ouh... mungkin filenya udah tertimbun dengan email lainnya pak, dan saya kurang teliti untuk mencarinya."
" Tertimbun? bukannya saya juga kirimkan langsung softcopynya ke kontak ibu ya? bukan hanya melalui email, bahkan saat saya mengirimkan file itu ke kontak ibu, ibu juga read chat saya," Aku benar-benar tidak terima.
Matanya tampak membulat besar ke arahku, seakan mengirim ancaman lewat tatapan itu.
" Hmm.. baik, Ana, kamu kembali ke ruangan kami, sebentar lagi saya akan memanggil kamu kembali." ucap Pimpinan.
Aku pergi meninggalakan ruangan itu tanpa berat hati, aku tidak perduli bagaimana cara perempuan itu menghasutku, yang penting aku sudah melaksanakan kewajibanku.
Istirahat makan siang tiba, seperti biasa aku selalu membawa bekal yang aku buat sendiri.
Brukk !!!
Sayur sup yang aku letakkan di atas meja, tumpah berhamburan akibat perbuatan sekertaris pimpinan yang datang dengan lagaknya.
" Maksudmu apa bicara kaya gitu di depan pimpinan! kamu mau jatuhin aku?!!" bentaknya dengan tatapan mengerikan.
Aku hanya menatap dingin wanita yang terbilang seksi itu, aku juga tidak habis pikir, wanita yang nampak anggun itu bisa bersikap sedemikian kasarnya.
" Aku berbicara sesuai dengan faktanya, lalu apa yang salah?"
" Apa yang salah? kau mau menunjukkan apa? kau sadar gak kalau kau hanya karyawan rendahan!!"
Mulut wanita ini ternyata beracun,
" Lalu kau apa? Kau memang punya kedudukan di perusahaan ini, tetapi caramu mengatasi masalah tadi, apa seperti itu sikap seorang sekertaris? menyalahkan orang lain atas keteledoranmu sendiri. Kau sadar tidak! aku menggantikan posisimu saat kau tidak ada, seharusnya kau berterimakasih, bukannya malah mencoba menyakahkan aku atas perbuatan teledormu."
"Kau benar-benar berani,
" Jangan berani-beraninya bersikap kasar padaku, apalagi sampai kau berani menyentuh wajahku dengan tamparan dari tanganmu. Karena aku bisa pastikan, tanganmu akan patah setelahnya!!" tekanku dengan amarah saat tanganku berhasil menghalangi tangan wanita angkuh itu untuk menamparku.
" Awas aja, kau akan menyesal karena berani berhadapan denganku," ucapnya kesal lalu meninggalkan tempat yang telah penuh dengan suasana menegangkan itu.
" Kau gak papa dek?" tanya Rini senior administrasi di perusahaan itu.
" Gak kak," ucapku sambil membereskan bekalku.
" Hmm.. kau gak usah berurusanlah sama si susan, dia itu ada orang dalamnya," ucap kak Rini yang membantuku untuk membereskan meja yang sedikit berantakan itu.
" Orang dia yang aslah kok kak, aku cuma bantu gantiin dia, file udah aku kirim ke email dia, bahkan ke kontak dia langsung, masa pengakuan dia ke pimpinan bilang aku gak ada kirim ke dia, fitnah banget,"
" Ya diamin aja, toh pimpinan juga tau menilai,"
Bagaimana dia bisa menilai jika aku meng-iyakan tuduhan yang tidak aku lakukan?