Aku menatap pintu yang tak pernah terbuka itu lagi. Tempat biasa dimana aku akan datang saat penat tengah menguasai diriku. Dengan lemas aku masuk ke kamarku, mebahkan diri tanpa mandi terlebih dahulu di kasurku.
Tring....
dering pengingat di ponselku berbunyi.
Tertera beberapa tugas kuliah yang aku harus selesaikan segera. Tetapi bagaimana? aku sedang tidak ingin melakukan apapun.
Detik berikutnya, sang malaikat datang,
" Halo.. aku baru aja mikirin kau," ucapku pada sosok wanita di seberang sana.
"Dah tau... aku juga mikir, jam segini pasti kau datang ke kamar ku. lagi apa?"
"gak ada, sepi bodoh," rengekku hampir menangis.
"Hmm... aku jemput mau? nginap di tempatku aja,"
" Gak mau, kau pasti satu kamar sama cowokmu kan?"
" Hei... nona, jaga lobang jahanam mu itu, aku kamar sendiri gila. Kan kemarin aku bilang, ada sisa 1 kamar, tapi kau gk mau ikutan,"
" No !! Ya udah, aku datang. Tugasku masih banyak pula,"
" Ya... kau cuma butuh ketenangan."
" Aku gak bisa ikut, besok ada kerjaan penting," ucap Rony beradu argumen.
" Ya udah deh, kita ajalah ya Fer?" usulku yang ingin pergi jalan-jalan.
"Siapa aja emang?"
" Aku, Tio, sama adik ku, kau nyetir."
"Ck.. gimana ya?" Fery nampak bimbang.
" Ayolah yank... aku juga pengen jalan," ucap Tio manja.
Hey !!!
Dalam sekejap suasana jadi kaku. seluruh pandangan mengarah ke pintu yang terbuka dengan pandangan Nirwana yang muncul dengan wajah lelahnya.
" Lama banget sih!!" teriakku memecah suasana.
Tatapan gadis itu tampak berubah tidak enak. Ia menggaruk leher belakangnya mencoba menghilangkan rasa tidak enakannya.
" Emm.. maaf, kalian terkejut," ucapnya.
"Gak sopan banget, bertamu sambil teriak-teriak," ucap Tio.
" Udah akh... masuk na," ucapku mengundangnya.
" Emm.. Aku langsung ke kamar mu aja ya," ucap Ana yang menyelonong masuk.
" Dia gak ikut?" tanya Fery.
" Ngapain dia ikut?"
" Emang kenapa sih yank? kan biar kalian rame. lagian naik mobil juga,"
" Gak, aku gak mau dia ikut. Kalau dia ikut, aku gak mau pergi," balas Tio.
" Udah-udah, kayaknya gak akan Fer, aku kenal Ana, anaknya mageran. Dia juga mudah kelelahan,"
" Pengakitan ya?"
" Jaga mulutmu ya Tio. Aku memang lagi cerita tentang kekurangan Ana, tapi kau jangan lupa, Aku sahabatnya," ucapku yang tidak suka gadis itu menjelek-jelekkan Ana.
Aku terdiam dengan kesinisan yang Heny tampakkan. Ia tampak tidak terima sahabanya di kucilkan seperti itu.
Setelah beberapa anak muda itu menemukan tititk keputusan, mereka pun kembali pada kegiatan masing-masing.
" Yank, aku main keluar ya, sama teman kok,"
" Siapa?" tanya Fery tanpa ada maksud apapun.
" Teman, pokoknya nanti sebelum jam 10:00 malam udah balik," ucap Tio.
" Cowok yang kemarin?"
" Iya, dia salah satu. Tapi ada yang lain juga,"
" Ok... hati-hati, mau di antar?"
" Gak usah,"
Tiiittt...
dengan segera terdengar suara klakson dari luar,
" Mereka udah sampai. Aku jalan ya... dah.." ucap Tio yang dengan hitungan detik meninggalkan Fery yang masih dengan beberapa pertanyaan di kepalanya.
" Mau kemana si Tio?" tanya Heny yang membawa beberapa mangkuk berisi makanan.
" Gak tau, biarin aja. Kalau dia macam-macam pun, dengan segera aku akan tau," ucap Fery.
" Hmm... Mau salad?" tawar Heny.
" Banyak sekali, buat apa?"
" Buat si Ana. Dia itu anaknya males banget makan. Apalagi makan sayur. Malas banget deh pokoknya,"
" Terus kau mau kasih dia makan salad sebanyak ini, dan berharap gizinya terpenuhi dalam hitungan menit?"
Heny mengangguk bodoh.
" Dasar aneh," ucap Fery yang kemudian meninggalkan Heny dengan logika bodohnya.
Aku bukan lelaki yang tidak punya perasaan, Aku tau ada yang tidak sehat dengan pertemanan kekasihku dan laki-laki yang sudah 2 kali menjemputnya itu. Tetapi aku tidak memiliki bukti apapun. Aku tidak berniat melarang wanita itu untuk tetap di sampingku. Karna aku sendiri belum benar-benar paham, apakah aku menginginkannya atau hanya sekedar sebagai peneman saja.
Aku melangkah malas, masuk ke dalam kamarku.
mengunci pintu setelah aku berada di ruangan privasiku itu.
Hanya saja aku sedikit bingung dengan bau yang ada di kamarku. Seperti bau masam strobery.
" Eh... ngapain kau disini?" tanyaku saat aku menemukan Nirwana rebahan di kasurku dengan earphone di telinganya dan labtop tepat di hadapannya.
" Fer... liat An, oalah... disini si gila ini," ucap Heny yang tiba-tiba menyeleweng masuk ke kamarku.
" Eh... kau mau apa?" tanyaku pada Heny sambil menahan tangannya yang hendak menyadarkan keberadaan kami di ruangan itu.
" Mau sadarin anak itu lah. Dia itu fokusnya gila banget Fer, dia gak akan akan sadar kalau di sini ada orang, kecuali badannya kita goncang,"
" Ya udahlah, biarin aja. kita duduk disini aja. Toh aku juga mau curhat Hen, dia gak usah di ganggu," ungkapku sambil duduk di karpet bulu nan nyaman itu.
" Hmm... jangan bilang kau mau curhat tentang Tio dan teman-temannya?"
" Hmm.. Aku gak tau Hen, Aku merasa ada yang tidak benar dengan hubungan ini,"
" Kenapa?"
" Kau tau kan, alasan kenapa aku ingin menjalani hubungan ini, aku tidak bisa memungkiri, rasa sayangku dan rasa cemburu mulai tumbuh, tapi sikap dia, semakin lama membuatku semakin curiga,"
" Hmm.. Aku salah juga buat kau dekat sama dia. Tapi gimana, toh akhirnya kau sendiri yang ijinin perasaanmu buat dia"
Aku terdiam.
Ya,
Akulah yang mengijinkan perasaan ini untuk tumbuh di benakku. Tetapi aku tidak pernah membayangkan kejadian ini. Atau ini hanya overthinking yang sedang mengotori isi kepalaku.
Ichhh...
Fokus kami terpecah pada gadis yang sedang rebahan di kasurku berceloteh.
" Kok.. bodoh banget sih, Aku udah kirim format sejelas itu, format sedetail itu, masih aja gak ngerti!!! Astaga.... nih orang apaan sih!!"
Kami terdiam mendengar ia yang berceloteh kasar tanpa menolehkan wajahnya dari labtop itu.
" Hmmm.... dia gak akan sadar kalau kita ada disini. Mungkin pun dia gak tau kalau kita lagi disini," balas Heny.
Aku hanya diam sambil memandangi gadis judes yang sebenarnya manis itu.
" Kok kau tahan sama dia sih Hen?"
" Siapa? dia? Ana?"
Aku mengangguk.
" Hahaha... dia asyik tau Fer, dulu aku juga berpikir kalau Ana itu cewek judes, nyebelin dan pastinya ngebosenin. Tapi setelah beberapa kali ngobrol, dan jalan bareng, dia anaknya asyik, care, pekerja keras, dan pastinya polos banget,"
" Hahaha... kau yakin? atau kau hanya bercerita untuk menimbulkan kesan baik?"
" Gak loh... Aku sama dia itu kaya punya persamaan. Baik dalam dunia percintaan, kerja, hobby dan banyak lagi,"
" Tapi menurutku dia gak terlalu frendly ya? dia kayanya susah berbaur gitu,"
" Gak juga, dia cuma males sama yang namanya hal-hal baru,"
" Sama aja bodo," ucap ku yang sedikit merasa kikuk dengan jawaban wanita di hadapanku itu.