"Kau lihat apa? ayo masuk," ucap rekanku yang menyadarkanku.
" Baik, untuk persentase kali ini saya serahkan pada junior saya Ana, beliau merupakan salah satu karyawan yang berprestasi di perusahaan ini. Belakangan ini, prestasi beliau melejit tinggi, hingga kami mencoba untuk mempercayakan proyek ini agar bisa di olah oleh beliau," ucap wanita berperwanakan seksi itu.
Rasanya aku ingin sekali menutup bualan perempuan yang saat ini berdiri di hadapanku. Ditambah lagi orang-orang di ruangan ini menatapnya dengan penuh kekaguman. Ya, tentu saja. Ia tampil dengan begitu sempurnanya. Wajahnya yang cantik, bodynya yang seksi, ya... tak sepertiku yang biasa saja.
" Ana,
" Eh...
Aku kaget saat Susan memanggilku dengan sedikit keras.
" Bisa mulai persentasinya?" tanyanya dengan tatapan penuh makna.
" Iya kak," kau terlalu teledor Ana.
Persentasi itupun dimulai. Bukan seesuau yang mustahil jika seorang Nirwana bisa menampilkan persentasi yang begitu terperinci dan detail. Hal yang membuat atasannya kagum dengan gadis tersebut.
" Kau benar-benar sudah memperhitungkan semua ide-ide yang baru kau persentasikan tadi? karena menurutku semua idemu itu memiliki resiko yang begitu besar. Secara perusahaan kita selalu menargetkan pemasaran pada sosial menengah ke atas, etapi kau malah memberikan ide gila yang menurutku akan menurunkan standart perusahaan yang terkenal elit," ucap Susan dengan wajah yang begitu menyebalkan.
" Aku juga berpikir demikian,"
Semua tatapan mengarah pada lelaki tampan itu.
" Dengan menerapkan idemu itu, kemungkinan perusahaan ini akan di sorot. Karena perusahaan kalian ini sudah dikenal sebagai salah satu perusahaan dengan pemasaran kelas atas,"
" Lalu salahnya dimana?" ucap gadis itu coba mematah bantahan mereka.
seisi ruangan itu terdiam mendengar respon Ana.
" Target utama dari ide ini adalah sosial atas. Bukankah akan sama saja menaikkan standart perusahaan?"
" Aku pikir itu terlalu beresiko," tambah Susan yang jelas menolak di balik kalimatnya.
" Aku pikir tidak ada salahnya jika kita coba menerapkan ide Ana."
"Hah...!! Rin, kau yakin? "
" Kenapa gak Susan? kau ingat kapan terakhir kalinya kita berpikir out the box?"
" ini terlalu beresiko,"
" Tak ada salahnya jika di coba. Hanya kau sudah tau bukan, apa akibatnya jika targetmu salah sasaran?"
Tatapan Fery benar-benar membuat Ana terintimidasi.
" Aku tau, da aku paham," ucapku yang tidak ingin lari dari tatapannya.
"baiklah kalau begitu, kita akan menjalankan ide Ana. Dan Ana, kau harus tau kalau pemasaran ini sangat penting bagi perusahaan. jadi lakukanlah yang terbaik," ucap kak Rini yang kemudian menutup pertemuan hari itu.
Aku berjalan santai memasuki kosan lamaku. Ya.. kamar Ana adalah satu-satunya tujuan yang aku bisa kunjungi di tempat itu.
" Hei...," aku mengejutkannya.
" Ich... Hen, kaget tau,"
"lagian ngapain coba magrip gini ngelamun?"
" Gak tau akh... males ," wajahnya sangat cuek.
"Emm... gimana meeting pertamamu?"
" Kok tau aku meeting?!!" dengan sekejap, gadis abnormal itu langsung bangun dari tempat rebahannya.
" Ya... taulah, kan ada Fery perwakilan dari kantorku,"
" Iss... pasti dia ngejelekin aku kan?"
" Gak juga sih. Cuma ya Ana, aku bingung sama kau, kenapa sih hobby banget cari masalah??
Aku yakin kau sudah tau profil dari perusahaanmu, terus ngapain coba buat ide gila kaya gitu??"
" Hmm...kau tau semua ngalir gitu aja, aku geram banget sama si Susan centil itu, dia sengaja mancing aku buat bikin keputusan gila itu,"
" sejak kapan sih kau berubah jadi seceroboh ini?? sekarang gimana coba? kau ada jalan keluar buat semuanya?"
Ia terdiam. Aku paham, jika aku ada di posisinya, mungkin aku akan menjadi gila dan kebingungan.
Ana adalah gadis yang bertanggung jawab. Aku tidak tau dari mana gadis itu selalu bisa mendapatkan ide atas semua masalah yang dengan tidak sengaja ia pancing masuk ke dalam kehidupannya.
" Mau nongkrong?"
Ia hanya menggeleng.
" Kau udah makan?" tanya lagi.
" Aku gak selera makan Hen,"
Ya.. aku tau itulah jawabannya saat sedang ada masalah.
" Akh... Hen, lepasin!!!"
" Udah da tempat kan we..." ucap Heny yang sedang marah yang entah dengan siapa ia berbicara.
Gadis berambut tipis itu membawa Nirwana dengan paksa, tanpa memberinya kesempatan untuk bicara.
50 meter jauhnya Ana ditarik paksa oleh Heny, masuk kesebuah cafe yang telah lama buka di daerah itu.
" Sorry ya we... lama," ucap Heny lalu melepas tangan Ana yang sudah memerah akibat perbuatannya.
" Hen, kau apain dia, acak-acakan dia itu," ucap Rony yang ternyata telah diluan tiba ditempat itu bersama dengan Fery.
Aku benar-benar kesal dengan ulah Heny yang sangat keterlaluan. Aku tidak mempermasalahkan sikapnya yang selalu terburu-buru, paling gak liat-liat kek.
Gadis itu duduk dengan sangat risihnya. Sesekali ia tampak menatap kebawah meja. mungkin ia tidak nyaman dengan pakaian yang ia kenakan.
celana jeans yang begitu pendek yang mempertontonkan paha mulus nan putih dengan baju kaus kebesaran berwarna putih. Dan rambut yang diikat dengan sedikit teracak-acak. Bukannya nampak kusut, aku malah berpikir ia seksi.
" Jaga matamu,"
Anganku terpercah saat gadis itu menyeletuk dengan pandangan tak suka ke arahku.
" Siapa yang sedang memperhatikanmu," ucapku salah tingkah.
" Aku gak bilang kau memperhatikan aku, aku cuma bilang jaga pandanganmu,"
" Ana, sensi banget sih," ucap Heny coba menenangkan Ana.
" Biarin aja, dia gak tau, hasil rapat tadi siang itu tergantung keputusan Fery," ucap Rony mulai memancing.
" Terus kau pikir, karna kalian adalah penentu hasil rapat tadi siang, aku bakalan nurut aja? jangan salah, aku malah lebih gak menghargai manusia yang gak propesional,"
" Ana !! udah dong... kan kok malah makin sih?" Heny marah.
" Udah Hen, Rony yang salah kok, kerja ya kerja," ucapku sambil menyeruput cairan kuning di gelasku melalui sebuah sedotan.
" Masalahnya dia jutek amat Fer,"
" Yah.. lebih baik sih, dari pada welcome sama semua laki-laki,"
"cerita tentang cewekmu, berarti dia lagi ngambek ya?"
"maksudmu bilang kaya gitu apa?" tanyaku dengan nada yang sedikit meninggi.
" Tuh, bukan Tio ya?"
Sekejap kami langsung melihat ke arah yang ia ucapkan.
Benar saja, seorang gadis dengan croptop berwarna coklat, dan celana pendek yang begitu seksi.
" Keterlaluan banget sih cewek kau Fer, mau-mau aja kau digituin sama dia," ucap Rony.
" Akh... dah lah, jangan memperkeruh," ucapan Heny jelas sekali ku dengar. Tetapi aku benar-benar sudah tidak perduli. Kemarahan memenuhi kepalaku. Rasanya aku ingin sekali datang kemeja mereka, membentak dan menggila di sana.
" Is... kalau dah tau salah, di datengin terus di kasi tau bodoh," ucap Ana yang tiba-tiba nyelonong berjalan menuju meja Tio.
" Ana!!!" teriak Heny berharap gadis berpikiran pendek itu membalik langkahnya untuk kembali kemeja kami.
"Heh... Tio," aku benar-benar geram pada playgirl itu.
" Ngapain kau disini?" ucap Tio dengan pandangan bingung sekali gus tidak suka.
" Siapa dia yang?" tanya lelaki di sebelahnya.
" Yang? bukannya Fery pacarmu ya?"
" tutup mulutmu," ia membentakku sambil berdiri dari kursinya.
" Fery? siapa itu?" tanya lelaki itu lagi.