Chereads / FERYANA / Chapter 29 - 43. PERTENGKARAN

Chapter 29 - 43. PERTENGKARAN

" Kau pikir aku gak liat kau sama cewek itu duduk berdua di kolam ikan tadi malam!!" Tio benar-benar murka.

Fery menghela nafasnya sambil menaruh sendok yang berisi nasi kembali ke piring yang ada di hadapanya, " ngapain masih ributin itu? kau gak puas sama ulah yang kau buat tadi malam? lagi pula kami hanya berbicara, tidak lebih. Apa kau pikir kau telah bersikap benar dengan apa yang kau lakukan? " balas Fery.

" Aku begitu karna kau milikku,"

" Lalu bagaimana denganmu? Kau pergi dengan pria lain di hadapanku. Bahkan sekali pun kau tidak pernah mengijinkan aku ikut!"

" Kau cemburu? mereka hanya teman-temanku,"

" dan kau tau Ana itu siapa! kau mengenalnya dan kau bisa dengar apa yang kami bicarakan! Aku tidak mempermasalahkan kau pergi dengan siapa, kemana dan seberapa lama. Jadi tolong jaga sikapmu itu,"

Gadis dengan rambut panjang itu terdiam.

Malam sebelumnya,

" ayo... ngapain kalian?" tanya Henny yang baru saja kembali dari warung.

" ngapain? cuma duduk-duduk aja," balas Fery.

" Apa itu?" ucap Ana yang melihat bungkusan pelastik di tangan kanan Henny.

" Obat,"

" Obat apa? buat siapa?"

" Buatmu lah,"

" Emang dia sakit apa?" tanya Fery yang tampak mengerutkan kening sambil sesekali menatap Ana berharap mendapat jawaban.

" Udah. bentar ya, aku mau ke dapur," ucap Henny yang kembali meninggalkan keduanya.

" Kau sakit?"

Ana menggelengkan kepalanya penuh keyakinan,"enggak,"

" Terus kalau dia sakit emang kenapa? kau mau ngobatin?" ucap Tio yang tiba-tiba muncul dengan wajah super judesnya.

Aku sedikit kaget dengan kalimat yang tiba-tiba keluar dari bibir Tio. Gadis itu baru saja keluar dari kamar dan langsung menyambar untuk berbicara demikian.

" Apaan sih Tio?"

"Aku gak semanja itu kok. Toh.. kalau aku sakit pun, aku terbiasa berobat sendiri," sambut Ana dengan nada tenang.

Gadis itu mendesah kasar, " bilang aja kalau kau itu coba mencari simpati dari Fery kan!!"

" Jaga mulutmu !! jangan buat aku makin buta ya,"

" Woi... apaan sih kalian? Tio!! ngapain lagi sih kau?" bentak Henny.

" Temanmu itu jaga, kau bawa pelakor kerumah ini?"

" Tio!!!" aku benar-benar tidak menyangka dengan tata bahasa gadis itu.

" Kok malah bentak aku sih?"

" Ana," teriak Henny mencoba mengejar Ana yang menerobos pergi keluar rumah.

" Mau kemana kau?!!" bentak Tio menghentikanku yang berniat mengejar Ana.

" Kau gak lihat ulahmu tadi?"

" Kau lebih milih dia dari aku?"

Persitegangn memenuhi rumah itu, hanya Ronylah yang masih memiliki kedamaian dan merasakan indahnya liburan.

Hmm... aku kecewa dengan hasil persentasiku hari ini. Selain aku tidak mengusai materiku, aku juga hilang control dan sepertinya aku kelelahan.

" Hei... kok wajahnya di tekuk sih?" tanya bang Hary teman sejjurusanku.

" Persentasiku tadi hancur banget gak bang?" tanyaku langsung pada topiknya.

" Emm... enggak sih, cuma aku yakin sebenarnya kau bisa kasih yang lebih baik. Kenapa? ada masalah?"

Aku tersenyum dan menggeleng.

Rasanya apa yang baru saja aku alami, cukup menjadi pengalaman tak mengenakkan bagiku.

" Gimana kerjaan,"

" Cukup menyibukkan."

" Mau jalan hari ini?"

" Aku kan udah bilang sibuk bang!"

" Ya.. sampai kau lupa dengan lelaki menyedihkan ini,"

" Jangan begitu," ucapku sambil memberinya cubitan gemas di lengan.

" Ayolah jalan, kita udah jarang loh jalan,"

" Aku kerja loh pak,"

" Ya..udah, pulang kerja emang mau kemana?"

"kerjain tugas kampuslah,"

" Ya udah sama aja emang kenapa?"

" Hmm.... tapi jangan buat aku lengah ya bang, aku gak mau ini beresiko sama beasiswaku,"

" Ok bos," ucap lelaki itu.

Nirwana merupakan salah satu mahasiswa beasiswa di kampusnya. Gadis itu benar-benar ahli dalam mengatur waktu antara tugas kuliah dan pekerjaannya.

" An, kamu udah buat laporan tertulis tentang penjualan 3 bulan belakangan ini?"

" Kayanya udah selesai deh kak, kenapa kak?" tanyaku pada gadis berambut pendek itu.

" Iya, hari ini kan ada meting mendadak, bos minta data itu, kakak takut kamu meret waktunya,"

" Gak lah, aku udah selesaikan tugas itu waktu kakak udah bagi tau aku. btw jam berapa meetingnya?"

" 2 jam lagi. oiya... nanti kamu ikut ya, persentasi untuk penjualan nanti kamu yang bawa,"

" Lah... kan ada kakak,"

"Bos mau liat kamu yang bawain. lagian kakak yakin kamu bisa ,"

" emm... tapi kak,"

" Gak asa tapi-tapian, kakak mau kamu yang bawain,"

Kak rini pergi begitu saja meninggalkan aku di meja kerjaku.

Kuhempas kasar nafasku, mencoba untuk bisa menalar semua kejadian yang kemungkinan akan terjadi.

" Gimana? berat?" ucap Susan yang kini telah bersender angkuh di meja kerjaku.

" Apanya?" tanyaku bingung setelah untuk sepersekian detik menatap dan memastikan siapa yang tengah bicara denganku.

"kau mau coba merasakan menjadi pusat perhatian di meeting kan, nah... jadi aku membantumu untuk bisa merasakannya,"

" Ouh... jadi ini karna kamu, gak papa sih, btw makasih ya... aku memang gak pernah ngerasain persentasi secara langsung di meeting,"

"Kok malah bilang makasih sih?!" tiba-tiba gadis itu kesal, hal yang membuat jemariku berhenti meloncat di atas keyboard pcku.

" Terus aku harus bilang apa? masa iya aku malah ngambek?" aku bingung.

" Dasar bodoh, kau liat aja nanti," ucapnya melengos pergi.

Terkadang aku paham kalau wanita itu susah di tebak. Aku hanya berterima kasih karena berkat ia aku bisa melakukan persentasi pertamaku, tetapi apa ada yang salah dengan kalimat yang aku gunakan? kenapa ia malah beranggapan lain?"

" Kau gak gugup Fer?" tanya Rony yangberjalan di sampingku.

" Ngapain gugup? kita uma menganalisis hasil dari penjualan di perusahaan ini, selebihnya kita memutuskan mau turut kerjasama atau tidak, semudah itu,"

" Lalu bagaimana jika keputusanmu salah,"

" Hasil dari analisis yang baik pasti tidak akan mengecewakan, jangan terlalu kaku gitu Ron, toh cepat atau lambat kita juga akan di tuntut seperti ini,"

Rony hanya berdehem.

Ada hal lain yang mengganggu pikiranku, Hari ini aku dan Rony akan melakukan meeting lanjutan terkait dengan kerjasama perusahaan kami dengan perusahaan tempat Ana bekerja. Namun bukan itu titik masalahnya.

Titik masalah sebenarnya ada pada gadis ituj. Bagaimana aku bersikap saat bertemu dengan gadis itu. Rasanya ingatanku enggan untuk melupakan peristiwa tidak mengenakkan semalam. Hal yang membuatku merasa canggung walau hanya dengan menyebut namanya.

" Selamat siang pak Fery, pak Rony,"

Deg...

Masa seakan enggan menuruti keinginanku untuk tidak berjumpa dengan gadis itu.

Tatapan kami bertemu, beberapa detik waktu seakan beku oleh pandangan yang bertemu sesaaat setelah aku masuk kedalam ruangan meeting itu.

Rasanya seluruh suara seakan diredam secara tiba-tiba, hanya ada suara detakan jantungku yang bergemuruh saat aku menemukan hezel indahnya.

Apa ia telah memmbenciku?