Hari mulai gelap,
Matahari telah terbenam dan seluruh suara jangkrik tengah beradu insrumen dengan sang angin malam yang mulai mendekap langit yang kelabu. Mungkin benar yang di kisahkan oleh Henny, gadis itu tidak akan bisa di ganggu saat fokusnya benar-benar telah berfungsi.
" Yank..., kalian ngapain!!" teriak Tio yang etah sejak kapan berada di ambang pintu kamarku.
" Ich... bising banget sih!!" teriak gadis itu, dan dalam hitungan detik, tampak wajahnya di selimuti oleh kebingungan.
" Kok pada disini?" tambahnya masih dengan wajah bingungnya.
" Harusnya aku yang tanya sama kau!! ngapain kau di kamar cowokku!!" bentak Tio yang mendekat pada Ana dengan gaya arogannya.
" Kamar cowokmu?"
Kelihatannya ia masih bingung. Ia memandangku saat Tio berbicara ketus, seakan ingin mendapat pembenaran dari kalimat yang di lontarkan Tio.
" Gatel banget sih jadi cewek. Kalau aku gak datang, pasti udah aneh-aneh kau disini kan? pasti udah kau goda cowokku kan!!" bentaknya.
" Tio, Apaan sih!!" Bentak Henny yang tidak terima temannya di kucilkan.
" Aku gak tau kalau ini bukan kamar Henny. lagian dari tadi kenapa aku gak di kasih tau?"
" Kami udah dari lama disini. Tapi kayanya kau fokus banget, jadi kami putusin buat gak ganggu," ucapku.
" Allah, gak mungkin kau gak sadar orang ini udah masuk, bilang aja kalau kau sengaja tiduran disitu biar di liatin Fery ... Akh,
Tio tersentak ketika leher bajunya di tarik oleh Ana, disusul dengan suara Henny yang menerikkan namany, mencoba untuk melerai gerakan kasar gadis itu.
" Aku gak semurah itu Tio. Jaga bicaramu. Kau bisa tanya sama mereka, kenapa mereka gak bilang kalau aku salah kamar. Aku gak tau kalau kamar ini kamar Fery. Jadi jaga lisanmu."
ucapnya dengan tatapan dingin yang mematikan.
" Ana udah!!"
Henny menghentakkan tangan gadis itu hingga terlepas dari Tio.
" Udah ayo," ucap Henny yang kemudian menarik Ana keluar dari kamarku.
" Kalian ngapain sih di dalam kamar !!" teriak Tio.
Aku menggelengkan kepala, lalu berjalan menuju tempat tidurku, duduk dan kemudian menatapnya kembali, " pulang sama siapa?". ucapku.
" Kau belum jawab pertanyaanku !!" tuntutnya masih dengan suara yang nyaring.
Fery adalah lelaki yang memiliki tingkat kesabaran yang tinggi. Ia jarang sekali terpancing oleh kemarahannya. Namun kekasihnya itu sungguh sangat keterlaluan.
" Aku udah bilang kami gak ada ngapa-ngapain !! kau lihat sendiri kan dengan mata kepalamu, kau lihat siapa saja yang ada di dalam kamar ini bukan !!" serunya dengan geram.
Tio hanya terdiam melihat kemarahan yang telah menyelimuti kekasihnya tersebut.
Sementara itu,
" terus kenapa kau gak manggil aku? kenapa gak nyadarin kalau aku gak berada di kamarmu?!!" kedua gadis itu cekcok.
" Fery gak ngijinin aku buat ganggu kau. Kau serius banget, dan dia pikir kalau tugas yang kau kerjakan itu penting,"
" iya, tapi paling gak, dengan kalian nyadarin aku di awal, gak akan seribet ini Hen,"
" Udahlah akh.. malas kau berdebat. Lagi pula masalah apa sih yang kau maksud! Tio? dia gak akan marah, dia itu punya banyak laki-laki, dan Fery juga tau soal itu,"
" Itu bukan urusanku, hmm.. aku mau pulang," putus gadis berwajah ketus itu.
" Gak, ini udah malam, mau pulang kemana ?!! " Heny benar-benar tak habis pikir dengan gadis itu.
" Aku balik aja," ucapnya menerobos keluar dari kamar Heny.
" Ana !!!" teriak Heny.
Sejauh ini hanya Heny yang paham betul tentang Ana. Gadis itu tidak akan berhenti jika emosinya masih tertahan.
" Ada apa sih Hen?" tanya Fery yang keluar dari kamarnya karena mendengar teriakan Heny.
Suara Heny cukup keras memenuhi ruangan di rumah itu.
Tak hanya Fery, Rony dan Tio juga keluar dari kamar mereka masing-masing ingin menyaksikan keributan apa yang terjadi diluar.
" Lepasin aku mau pulang!!" bentak Ana layaknya orang kerasukan.
" Hen, kau megang tangannya terlalu keras, liat pergelangannya sampe merah gitu,"
" Dia mau pulang tengah malam gini Fer, aku gak ngjininlah," ucap Heny yang terus menggenggam erat tangan Ana.
" Kau dengar gak aku bilang Lepas !!!" teriak Ana sambil menatap nanar Heny.
Heny menghempas kasar nafasnya, " Aku bilang nggak,"
" Aku bilang,
Plakk!!!
"Hen,"
Teriakan itu beriringan dari suara tamparan dari tangan Heny ke wajah mulus milik Ana, dan seketika tatapan nanar itu hilang. berubah menjadi tatapan sendu yang dingin.
" Aku udah bilang gak boleh pulang. Kok kau gak paham sih? atau kau mau aku laporin ke bapak? hah!! " Teriak Heny.
Ana tidak menjawab sepatah kata pun, ia hanya memandang kesal wanita yang telah menamparnya, tanpa bernafsu untuk membalasnya.
Heny meregangkan pegangnnya di pergelangan tangan Ana. Membawanya dengan tarikan lembut ke kursi makan yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.
Rony, Tio dan Fery masih terdiam menyaksikan apa yang terjadi. Mereka bagai sedang menyaksikan tayangan drama singkat remaja yang cukup menarik.
" Duduk," Heny menarik salah satu kursi itu dan mempersilahkan Ana duduk.
" Aku mau keluar sebentar. Aku mau beli eskrim oreo. Dan aku mau, saat aku pulang, kau masih duduk disini. Dan gak buat ulah lain,"
Gadis itu tetap diam.
5 menit berlalu setelah kepergian Heny. Tio dan Rony sudah masuk ke kamar, tinggallah Fery yang masih menatapi Ana dengan tatapan penuh arti.
" Kenapa masih disitu? bukannya dramanya udah selesai?" ucap Ana setelah menyadari Fery menatapinya.
" Hehe... ternyata kau sadar aku ada disini?"
" Sadarlah, aku gak pingsan," jawabnya ketus.
" Sengaja, itung-itung bantu Heny buat jagain kau,"
"Aku bukan anak kecil," ucap Ana kemudian beranjak dari kursi tempat ia duduk.
" Heh, mau kemana kau?" tanya Fery yang reflek berdiri mengikuti Ana berjalan ke arah belakang rumah.
Ana duduk sambil merendam kakinya ke dalam kolam ikan yang kini terpampang di depannya.
" Heh... gila kau ya, bisa mati itu ikan kena kuman dari kakimu," bentak Fery.
" Kau pikir kakiku beracun?"
Gadis ini sungguh sangat keras kepala.
" Hmm.. baiklah, biar aja, besok aku yang bertanggung jawab,"
ucapku sembari ikut memanjangkan kaki untuk di rendam di kolam itu.
" Tanggung jawab apa?"
"kolam ikan ini milik perusahaan, dan ikan koi ini adalah ikan mahal. mungkin setengah dari gaji yang aku terima perbulannya."
" Gila !!" ucapnya sambil reflek menarik kedua kakinya hingga tampak menggantung di bibir kolam itu.
" Kenapa?" tanyaku sambil menatap tepat ke retina coklat itu.
"Enggak... airnya dingin," ucapnya yang dengan mimik lucu memutar kakinya untuk terhindar dari kolam.
" Heh, sebenanya kau lucu ya," ucapku mencoba mencairkan suasana.
" Kau punya kepala batu yang sangat keras, tetapi ,memiliki kepedulian yang besar. Heran cowokmu gak memperdulikanmu kaya gitu.
" Dia bukan gak perduli sama aku, itu salahku, karena terlalu membiarkannya," ucapnya.
Aku sedikit tertarik dengan gadis itu, hingga akhirnya aku memutuskan untuk menjiwainya.