"Hei... masuk jam berapa kau?" tanyaku saat menemukan Henny makan siang di kantin.
" Hmm... telat beberapa menit aja,"
" beberapa menit pun pasti kena finalty bodoh," ucapku sambil duduk di meja yang sama dengannya.
" Huft... iya-iya, aku capek Fer, liatin tingkah si kampret itu. Aku ngerasa gak di hargain banget," ucap Henny.
" Lah kau, udah di ajakin pulang sama Ana, kau gak mau,"
" Cie.. udah hapal aja sama nama Ana.Btw, si Tio ngamuk tau kau pergi."
" Hm... udahlah Hen, lagian aku gak ada apa-apa sama dia,"
" Yah... itu urusan kalian sih," ucapnya.
" Oiya...Aku mau tanya sesuatu tentang Ana, Ana sama cowoknya udah putus ya?"
" Emm... gak tau siih, tapi belakangan ini aku gak pernah dengar dia cerita tentang itu. Biasanya dia curhat sambil nangis-nangis. Kenapa?"
" Enggak,"
" Hmm... ingat Acca Fer, jangan lupa tentang dia,"
"Aku tau Hen, tapi kayanya semua sia-sia Hen, Aku sama Acca udah selesai,"
" Apa?!! Selesai? Serius?"
" Iya, aku gak tau apa dia cuma ngambek. Atau gimana. Cuma aku harap ini cuma bercanda aja,"
" Tunggu!! jangan bilang kau tanyain Ana karena itu?"
" Gila kau!! gaklah,"
" Eh.. makan siang gak ngajak-ngajak!! Aku nungguin tau," ucap Tio yang tiba-tiba datang dan segera mengambil tempat duduk tepat di sampingku.
" Em... dari mana aja? tadi kok aku gak ada nemu di ruanganmu?" tanya Henny sambil memicingkan mata.
" Aku ada meeting loh,"
" Meeting? sama siapa?" tanyaku.
Aku adalah senior mereka, dan tentu aku harusnya tau kalau ada meeting.
" Emm... bukan urusan kantor sih, aku ada jalain bisnis, jadi meeting soal itu,"
" Ouh... tapi kau harus bisa utamain kerjaan utamamu Tio,"
" Ih... jangan serius banget donk yank," ucapnya sambil menggelayut di tanganku.
Aku dan Henny saling menatap, seakan ada sesuatu yang ia ingin utarakan padaku.
" Baik pak, saya akan segera menuju kantor,"
Aku berjalan setengah berlari saat kelas sudah selesai.
Yah... mungkin nasib sedang berpihak kepadaku, kak Aldi, pemilik bengkel yang pernah mempekerjakanku menawarkanku bekerja di salah satu perusahaan temannya yang sedang berkembang pesat. Walau pun mereka hanya mempekerjakanku sebagai karyawan magang, ternyata mereka menghargaiku dengan gaji yang cukup besar.
" Duh...maaf ya Ann, sekertaris bapak sedang tidak bisa hadir, dan bapak dengar dari staf lain, kinerjamu itu bagus dan bisa di andalkan. Hari ini bapak ada rapat, jadi butuh notulen untuk rapat nanti. kamu bisa bapak andalkan?" tanya pak direktur yang tak lain adalah salah satu atasan di perusahaan itu.
"Emm... baik pak, saya akan coba untuk tidak mengecewakan bapak," ucapku yang menerima tantangan itu.
"Kamu enak bisa langsung di kasi kepercayaan dari bos. Padahal kamu anak baru. Magang pula," ucap Waki yang merupakan teman sekelasku tetapi merupakan senior ku di tempat kerja.
" Apaan sih Ki, jangan gitu, lagian aku cuma gantiin sekertaris bos kok. cuma satu rapat aja. Btw sulit gak sih?"
" Gak lah, orang cuma jadi notulen kok. Dan lagi kamu kan biasa buat dokumen. gampang aja itu,"
" Eh... udah jamnya nih. Aku berangkat ya ki... byee...." ucapku yang kemudian pergi meninggalakn Waki.
" Pak maaf, bukannya kita mau meeting?" tanyaku yang bingung kenapa malah berdiri di lobby kantor.
" Oiya... Ann, bapak lupa bilang, kita meeting dengan perusahaan lain, jadi kita yang akan mendatangi mereka."
" Ouh... saya pikir kita meeting di kantor pak," ucapku.
" Tidak. eh... kamu tidak keberatan kan?"
" Gak kok pak," ucapku yang kemudian mengekor masuk ke mobil milik bos ku itu.
Rapat itu berjalan dengan semestinya. dan hal yang menjadi kejutan untuk mereka semua adalah perusahaan tempat Ana bekerja meeting dengan perusahaan tempat Henny dan Fery bekerja.
Selain itu, mereka bertemu di meja yang sama. Alhasil, Henny mencoba mengganggu konsentrasi dari teman dekatnya itu.
Ana yang baru pertama kali ikut meeting besar seperti itu, tetap menjadi seorang yang profesional. Namun ia tidak bisa menghindar dari kekocakan expresi Henny yang mencoba mengganggunya, hingga dengan sekuat tenaga gadis itu mencoba untuk menahan tawanya.
" Hen, jangan gitu, wajah dia udah merah tau," ucap Fery yang sedari tersenyum menatap wajah Ana yang memerah karena menahan tawa.
" Ann, kamu sakit?" Tanya Bos Ana yang kaget ketika melihat wajah Ana memerah.
" Enggak pak, cuma sedikit grogi aja," ucapnya malu sambil menatap Henny dengan tatapan mengancam.
beberapa menit setelah rapat selesai,
" Ann, saya masih ada acara dengan pemilik perusahaan ini, kalau kamu mau ikut boleh, hanya mungkin kamu akan pulang larut. Tetapi jika kamu mau pulang diluan gak papa. laporan tadi bisa kamu kirim besok sebelum jam 10:00 ya,"
" Baik pak. Saya diluan aja ya pak,"
" Oklah kalau begitu. Terima kasih ya Ann,"
" Baik pak ," ucap gadis itu yang kemudian membereskan semua barang miliknya.
" Woi... sombong amat sih," ucap Henny yang tiba-tiba datang.
aKKKKHH...
"Kau mau buat aku di pecat hah!!" Ana marah sambil menjewer kuat kuping Henny.
" Aduh sakit banget,"
" Eh... maaf-maaf," ucap Ana yang langsung melepas jewerannya.
" sakit tau,"
" Iya maaf," Gadis itu tampak menyesal.
" Kau gak bilang kalau udah dapat kerja,"
" Kau sibuk makanya aku gak ngomong,"
" Btw kau udah pulang kan, nongkrong yok?" ajak Henny yang dengan sengaja mengambil tas Ana yang berisi labtop.
" Ngapain kau ambil itu, siniin," ucapnya sambil menngulurkan tangannya.
" Ayolah... gak papa kali kamu coba buat keluar dari rumah. gak di kamr mulu. Lagian kita gak pernah nongkrong bareng,"
" Iya, aku tau. Tapi kan semua teman mu. aku sendirian,"
" Gak kok, ada Fery juga," balas Henny.
" Aku ada tugas kuliah,"
" Besok kampus kan ada acara. mana ada kuliah," ucap Henny dengan mata lelah menghadapi gadis di hadapannya.
" Hmm...ya udah. kamu berhasil," Ucap Ana yang pasrah dengan sikap teman baiknya itu.
Sebuah Cafe yang sangat estetik. Dengan paduan warna hitam dan putih yang begitu bagus.
" Mau pesan apa?" tanya Henny yang sedari tadi sibuk dengan teman-temannya.
"Emm... aku mau oreo cake sama matchalate yang hot," ucapku sambil tersenyum.
" Ok...eh...lama banget kalian," ucap Henny ketika beberapa teman kantornya datang.
" Ana," ucap Fery menyapa gadis yang sedari tadi hanya memasang wajah senyum tanpa arti.
" Hai," ucapnya ramah.
" Hai... kenalin nama Tio, pacar Fery," ucap Tio yang sedari tadi ngelendot di tangan lelaki itu.
" Perasaan aku gak nanya," guma gadis itu dalam hati sambil menyambut dengan senyum ucapan Tio.
waktu rasanya berjalan sangat lambat. Ana mulai bosan dengan tongkrongan itu. Sedetik kemudian mereka berbincang dan sisanya mereka sibuk dengan ponsel masing-masing. Hanya Fery dan Rony yang berbincang satu sama lain ntah membahas apa.
" Ana ngantuk ya?" tanya Rony sok akrab.
Aku gak tau dari mana laki-laki itu tau namaku, yyang jelas aku sangat tidak berminat untuk mengenalnya.
"Enggak," ucapku dengan senyum di buat-buat.
Selama bersama dengan mereka, aku lebih banyak menutup mulut, mendengarkan cerita mereka, dan kadang asyik dengan ponselku. Terkadang aku mengajak Rony berbincang tentang bisnis. Namun ada hal lain yang lebih menarik untukku. Gadis yang duduk di samping Henny, gadis itu sepertinya punya perasaan yang sama denganku saat ini. Kami sama-sama patah hati, sama-sama merasa kosong, dan sepertinya ia juga tidak menikmati kebersamaan yang ada di hadapan kami.
Akkh...
Kami semua kaget ketika seorang lelaki datang dan menyiram wajah Ana dengan air putih.
Ana juga tampak kaget sekali, ia berdiri dengan tiba-tiba karena ia sangat kaget dengan perlakuan itu.
" Kau kemana aja? Kau gak tau segila apa aku karna kau!!" bentak lelaki itu sambil menunjuk-nunjuk Ana.
" Ngapain kamu disini?" tanya Ana yang tampak masih menahan nada amarahnya.
" Ngapai? ikut aku," ucap Ari sambil menggenggam erat lengan Ana dan coba menyeret Ana untuk ikut dengannya.
"Aku gak mau, lepasin aku!!" Ana mencoba untuk menolak. Ari adalah sosok yang sangat egois. Ia terbiasa untuk dituruti Ana, dan ia akan sangat marah jika Ana melawannya.
Fery dan lelaki lain yang ada di cafe itu tampak ingin menolong Ana, tetapi mereka tidak bisa ikut campur dengan keduanya.
"Kamu berani ngelawan aku!!"
"Heh.. kau itu cowok, kasar banget sih !!"
" Kau jangan kurang ajar. dan jangan ikut campur urusan kami," ucap Ari sambil menunjuk wajah Henny.
" Ari... jangan gitu," bentak Ana.
Plakk...
Sebuah tamparan panas kembali mendarat di pipi Ana.
Ana tampak kaget sambil terdiam.
" Sejak kapan kau berani membela orang lain selain aku hah!!" bentak Ari.
Aku merasa bodoh, aku merasa kecil dan terhina. Lelaki itu kini berani menamparku di depan umum.
" Ikut aku atau,
Plak!!!
Sebuah tamparan yang tak pernah di terima oleh Ari kini ia dapati. Gadis yang selama ini ia manfaatkan telah berubah. Ana menatapnya dengan dingin, tak ada perasaan disana. Hanya ada amarah dan kebencian. Henny bahkan terkejut dengan apa yang ia lihat.
" Dia bukan Ana," batin Henny.