Dia tidak cantik, bahkan terkesan menyebalkan, hanya saja aku tidak bisa menampik, kalau keberadaannya mampu mengusik sepiku.
" Sayang... udah makan siang?" tanyanya yang menerobos masuk ke dalam ruanganku.
" Kau ngapain sih datang kemari? kau tau kan aku lagi kerja,"
" Ich... udah bela-belain juga. Makan dulu sini, aku beli makanan enak buat kamu," ucapnya sambil menghidangkan beberapa makanan yang ia bawa.
Tak ada gunanya aku menolak keinginan wanita itu, ia akan terus memaksaku untuk ikut kehendaknya.
" Yang, aku pengen beli ini," ucapnya manja sambil duduk di mejaku dan menunjukkan online shop di hpnya.
" Ya udah beli aja sendiri," ucapku tanpa memalingkan wajahku dari layar komputer di hadapanku.
" Bayarin ya,"
" Tio. Kalau kamu mau sesuatu kamu kerja, jangan bisanya minta mulu. aku juga ngehidupin keluargaku,"
"Ich... anggap aja kaya balas budi. kamu pelit," ucapnya yang kemudin melengos keluar dari ruanganku.
Ya... Gadis itu matrek, dan aku telah terhubung dengannya dari semua sikap baik yang beralasan itu.
Akh...
Aku meraung kesal saat untuk kesekian kalinya Aca tidak mengangkat telponku.
Ia benar-benar membuatku kesal.
Aku mengiriminya beberapa pesan teks yang penuh dengan amarahku.
Namun tak satupun di balas olehnya.
" Halo Ron, kita party yok, aku lagi kalut banget,"
" Ya... kau sama siapa coba? kalau aku pastinya sama Henny,"
" Ya udah aku sama Tio," ucapku yang benar-benar kacau karena ulah Acca.
" Mau kemana?" tanya Ana yang tiba-tiba sudah mendaratkan tubuhnya di kasurku.
" Mau jalan sama Rony sama Fery juga."
" Jam segini?" tanyaku sambil menoleh pada jam dinding yang ada di atas meja rias Henny.
" Iya... kita gak ber-4 kok sama teman-teman yang lain juga,"
"Ouh.. ydh deh, hati-hati ya,"
" Kamu mau ikut?"
" Em..aku? gak deh, makasih. Aku masih ada tugas," ucapku penuh alasan.
" Ya udah kalau gitu. jangan kangenin aku," ucapnya yang kini tampak cantik dengan wajah yang sempurna.
" Have fun," teriakku yang kemudian mendapati diriku sendiri di ruangan itu.
Aku memang susah bergaul dengan orang-orang yang baru aku kenal. Dan aku lebih memilih untuk menikmati kesendirianku.
Tentang Ari,
ntahlah...
aku dan ia menggantung hubungan yang tidak memiliki ujung ini. Ia masih berusaha untuk menghubungiku dan mencoba untuk menjadikan aku atmnya. Aku yang masih enggan untuk melepasnya karena perasaanku, semuanya aku jalani, dan aku berharap, ada kekuatan dalam diriku yang akhirnya membuatku bisa memutuskan untuk meninggalkannya.
Dentum suara musik memenuhi ruangan remang-remang yang di penuhi oleh aroma alkohol itu. Ini bukan hal yang baru untukku, aku bahkan sudah terbiasa dan paham berapa takaran alkohol yang baik bagiku dan kesadaranku.
" Gile sih, dah lama gak kaya gini," ucap Roni yang mulai nakal pada gadis-gadis yang ada di sampingnya.
Aku bisa melihat wajah Henny yang kini tengah ilfil melihat tingkah lelaki yang diam-diam ia sukai itu.
" Gak minum Hen?" tanyaku sambil menyesap alkoholku.
"Gila kau Fer, sorry aku bukan cewek kaya gitu," ucap Henny yang tampaknya telah di bakar api cemburu.
Aku juga sebenarnya risih dengan Tio yang sedari tadi menggelendot nakal di sampingku.
Tring...
Akhinya notifikasi yang aku tunggu-tunggu sedari tadi muncul. aku mendapati pesan dari gadis yang begitu aku cintai.
Maafin aku Fer,
kalau aku gak bisa lagi lanjutin hubungan kita.
8 Tahun rasanya sangat panjang ya, dan aku pikir aku bisa bahagia sama kamu.
Maafin aku kalau aku gak bisa memberimu semangat . Aku Juga gak bisa buat kamu tenang. Aku cuma mau bilang, Aku ketemu cowok yang benar-benar bisa menghargai keberadaanku, dia benar-benar sayang sama aku dan gak pernah kasar sama aku.
Maafin aku, kita gak akan bisa bersama. Bahagialah Fer...
Rasanya jantungku berhenti berdetak, Andai aku mampu, ingin aku segera berlari kehadapan gadisku itu, menanyakan langsung kebenaran dari apa yang ia katakan. Namun semua itu adalah hayalanku.
tring...tring...
"Apaan sih," lirihku yang terganggu dengan suara ponsel yang terus berdering.
" Iya... kenapa Hen?" tanyaku saat mengetahui kalau yang menelpon itu adalah Henny.
" Bisa gak jemput aku? aku pengen banget pergi dari sini," ucapnya dengan desakan tangis.
" Kamu kenapa? kamu dimana?" tanyaku yang panik saat mendengar suara tangisannya.
" Pokoknya jemput aku!!!!" serunya yang kemudian mematiakn ponsel.
" Apaan sih!!"
Aku segera bangun, mengganti hotpans tidurku dengan celana jeans dan mengambil jaket untuk menutupi tanktop army yang aku kenakan.
Tring...
Notifikasi itu kembali berbunyi, Henny mengirim lokasi keberadaannya.
" Inikan club!! gila ya tu cewek!!" ucapku kesal.
Waktu menunjukkan jam 01:45 Malam, dan cuaca diluar tampak tidak bersahabat.
Tetapi aku tidak bisa membiarkan Henny berada di sana. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk pergi alamat yang dikirimnya padaku.
Aku sangat benci situasiku saat ini, Bukankah ia mengajakku pergi? tetapi yang ada di hadapanku saat ini, Ia malah mabuk-mabukan dan bersenang-senang dengan teman kerja wanita yang lain.
Fery juga bertingkah aneh dan menyebalkan. Ngapain coba ngajak Rony taruhan buat mabuk!!
Tempat itu semakin menyebalkan, Aku tidak menyentuh makan atau minuman apapun yang di sajikan di atas meja itu. Tio masih sibuk dengan caranya agar bisa merayu Fery yang sedari tadi diam. mungkin karena pengaruh alkohol, atau ia memnag sedang banyak pikiran.
" Pulang!!!"
Aku kaget ketika tiba-tiba Ana datang dengan tubuh sedikit basah kuyup.
" Ana," ucapku yang kini tekah berdiri sejajar dengan gadis itu.
" Ngapain sih disini!! ini yang kamu bilang party!!"
Tampaknya Ana sangat marah.
" Heh! gak usah teriak-teriak. berisik!!" Ucap Fery yang tampak terganggu dengan kedatangan Ana.
"Tutup mulutmu!!"
Aku tidak pernah melihat Ana semarah itu.
" Na... udah, aku malu," ucap ku berharap ia menghentikan amarahnya.
"Malu apaan!!"
" Hen... kau gak bilang kau punya teman cantik kaya dia," ucap Rony yang telah melepas Mely yang sedari tadi bercumbu dengannya.
" Buat apa aku kenalin dia sama laki-laki berengsek kaya kamu," ucapku marah.
Bukannya membalas ucapanku, Rony malah berdiri dan mendekati Ana.
" Kenalin...
" Jangan dekati aku kalau kau gak mau babak belur!!" ucap Gadis itu dengan tatapan dingin yang mengerikan.
Mungkin aku memang belum benar-benar mengenal karakter gadis di hadapanku.
" Aku kagum dengan gadis yang saat ini ada di hadapanku, ia sedikit berbeda dengan gadis lain. Ia tampak bercahaya meskipun ia sedang marah.
" Kita pulang sekarang. Ini bukan tempat kita," ucapnya yang kemudian menarik Henny keluar dari club itu.
Kepalaku semakin sakit, di tambang dengan Tio yang sama sekali tidak memberiku waktu untuk tenang. Aku juga sudah muak melihat Rony dengan tingkahnya yang terus berciuman dengan Mely tanpa malu.