Sore datang dengan cepatnya, suasna pesta yang tadinya ramai dan meriah kini telah menjadi sunyi dan lebih tenang. tinggal kerabat yang mulai memilah-milah barang-barang untuk di susun.
dari kejauhan tampak Fery dan teamnya sedang bekerja sama untuk membongkar kembali pelmaina indah yang mereka buat karena telah habis masa sewanya.
" Woi..."
Sial... pasti aku ketauan.
" Ayo... meratiin siapa ?"
"Apaan sih Tar, ngagetin aja!! kenapa gak sekalian kau pukul tu kuali besi biar sekalian nyawaku yang copot,"
" Yaa.. janganlah, nanti kau mati gak ada kawan akunya,"
" Syetan bhiadap," ucapku bercanda.
" Ngapain liat abang itu?"
DamN!!! benerkan, anak ini akan membuatku malu.
" Siapa yang liatin dia, orang aku gak liatin siapa-siapa," ucapku ngeles.
" Allah.... udahlah dah ketauan juga,"
" Aku gak liatin Feey,"
Ops... ok kali ini kau habis Ana.
" Ciee.... Feeyy... bang Feeyy!!!"
Eee... buset ni anak...
Aku menyumpal mulutnya dengan tanganku secara cepat. dan berharap Fery tidak mendengar teriakannya.
" Iya kenapa?"
Deg...
Jantungku rasa berhenti ketika mendengar sayup sapaan itu sangat dekat.
Aku tak sadar dan langsung berbali. Benar saja, lelaki itu sudah berdiri tepat di hadapanku.
"emmmm...emm....emmm,"
Tari berbahasa alien akibat sumpelan tangan ku yang tak juga aku lepaskan.
" Apa?" ucap Fery bingung.
" Gak usah dengarin dia, dia emang rada gila manusianya," ucapku dengan wajah yang aku yakin sudah semerah tomat.
" Bukannya kau yang gila? ngapain coba kau tutup mulut dia kaya gitu, lepas!!" ucapnya ketus padaku. dan dalam sekejab moodku langsung down.
" Kenapa tadi Tar?" tanyanya lagi yang tampaknya fokus pada Tari.
" Akh... hampir saja aku kehabisan oksigen," tambah Tari yang membuatku semakin dongkol.
" Emi...cepat, jemputanmu mau datang," teriak bibi.
Tanpa memperdulikan keduanya aku langsung melenggok pergi begitu saja.
" Eh.... kok pergi...si bodoh, bang kejar itu,"
" Kok aku? " ucap lelaki itu polos.
" Sebenarnya tadi Emi mau ngomong sesuatu sama abang, cuma ya itu, aku gangguin. sana bang, kejar aja,"
" Yakin dek?"
" Iya... pergi sana," ucap Tari mendesak Fery.
Dan tanpa mengetahui alasannya, aku mulai berlari menyusul gadis keras kepala yang belum jauh dari kami.
" Hei.. tunggu!" ucapku yang menghalangi jalannya.
" Apa?!!" ucapnya ketus dengan wajah yang lucu.
" Kau mau bilang apa tadi?"
" Gak bilang apa-apa," ucapnya sambil memalingkan pandangannya dariku.
" Yakin?" tanyaku kembali yang sama sekali tidak mengerti mengapa aku melakukan hal itu.
Gadis itu hanya menggeleng tanpa melirikku sedikit pun.
Baiklah, kini aku sadar tindakan bodohku. untuk apa aku melakukan semua ini? memangnya dia siapa?
" Baiklah kalau begitu, hati-hati," ucapku sambil berjalan melewatinya.
" Aku minta maaf,"
sayup suara itu menghentikan langkahku.
" Kau bilang sesuatu?" tanyaku sambil menoleh padanya yang kini telah menghadap aku.
" Aku minta maaf udah buat semuanya runyam. Aku gak tau semua bakalan kacau kaya gini," ucap gadis itu sambil memandangku dengan sungguh.
Bukannya fokus pada ucapannya, aku malah lebih tertarik melihat wajahnya yang penuh penyesalan.
Wajah itu sekilas tampak sangat cantik dan polos.
" Aku juga mau minta maaf sama Johan, tapi setiap aku coba buat dekatin dia, dia malah menjauh."
" Kenapa minta maaf ke Johan? emang kamu buat salah apa?"
" Aku udah nampar dia. ya... wajar donk aku minta maaf, aku ngerasa salah,"
" Hmmm... dengar, kenapa kau nampar dia?"
" Krna dia mau menciumku,"
" Kau senang dengan hal itu?"
" Kalau aku senang, aku gak akan nampar. aku kesal di perlakukan seperti itu sama laki-laki yang cuma sekedar kenal dan sekedar dekat. pacarku aja belum tentu bisa nyentuh aku," ucapnya dengan penuh kekesalan.
" Kau belum pernah ciuman?"
Ok...Fer... kau sungguh idiot.
Gadis di hadapanku sama sekali tidak menjawab. Ia hanya menunduk dengan pipi yang perlahan muncul sembrutan merah.
" Jangan bilang belum pernah?" tebakku dan ia tampak salah tingkah.
Gadis secantik ini? apa mungkin?
" Emi!!!! itu bus mu sudah datang... lama sekali kau!!" teriakn bibinya dengan suaea yang seperti biasa menggetarkan seisi bumi.
" Duh... gimana nih, Johan gak nampak pula," ucapnya yang masih tampak gelisah.
" Pergilah, aku yang akan sampaikan pada Johan. kau tenang saja,"
" Kau yakin dia tidak akan marah? "
" Yakin... kau tenang saja. hati-hati di jalan ya... selamat sampai tujuan," ucapku yang sedari tadi menahan sesak yang entah dari mana di dadaku.
"Hei... Fery,"
Aku tertegun, untuk pertama kalinya ia menyebut namaku.
" iya?"
" Apa kita akan bertemu lagi?" ungkapnya dengan senyuman.
" Tentu saja, jika jodoh ada, kita pasti bertemu lagi. bye," ucapku sambil melambai. yang sesaat kemudian bus itu meninggalakan tempat itu.
Jika ini adalah salah satu kecurangan cinta, mungkin aku telah bersalah pada Acca. Aku tidak bilang aku mencintai gadis yang baru aku kenal itu, aku hanya merasa dia sangat berbeda dengan semua gadis yang aku kenal.
Gads dengan hati yang tampak begitu kuat, namun ternyata rapuh.
Aku kagum dengan kepeduliannya, ia sama sekali tidak membedakan orang lain dengan saudaranya, gadis yang begitu ceroboh, tetapi tidak ingin merepotkan orang lain.
" Ana udah pulang tadi," ucapku yang mendatangi Johan yang sedang istirahat.
" Aku gak perduli, cewek kasar kaya gitu gak layak buatku,"
" Kau salah Jo, kaunya yang gak layak buat dia,"
" Maksud kau apa ngomong gitu Feey?" ucap Johan yang tampak terpancing.
" Kenapa? kau gak terima? kau pikir semua cewek mau di perlakukan kaya gitu di depan umum?" ucapku kesal.
" Lah... aku kan udah bilang gak sengaja,"
" Gak sengaja gimana?"
" Iya... aku gak sadar mau cium dia!!"
" Nah itu kau tau!! kalau kau emang gak sadar mau cium dia, kau gak akan tau apa yang kau perbuat. dasar kau, kalau mau jadi player belajar sama ahlinya," ledekku sambil meghisap sebatang rokok di tanganku.
" Akh... aku khilaf Feey, dia cantik banget, aku pangling."
" Dan kau dapat hasilnya kan?" ucapku.
Johan pun terdiam.
Sepanjang jalan pulang aku hanya berkisah tentang semua hal yang aku alami di rumah bibi, tentang malam itu saat kakiku terluka, tentang dia yang tidak sengaja mengelus kepalaku, tentang tragedi cium sembarangan dan tentang ia yang ternyata baik.
Banyak hal lucu yang aku bayangkan, dan aku bersyukur bisa berada di tempat yang sama dengan dia yang sempat kuanggap buruk. Aku tak tau kapan, dan dimana kami kelak akan bertemu lagi, aku hanya berharap ia akan bahagia dengan kehidupannya, bisa bertemu orang baik sepertinya bagiku adalah anugerah.
Feey...
Mungkin nama ini tidak akan bertahan lama di kepalaku. tetapi sama seperti perkataanmu, jika jodoh, suatu saat aku kan kembali mengenal nama itu.
Terimakasih untuk beberapa hari singkat yang penuh arti.