Chereads / BUKU SIHIR SANG RAJA ELF / Chapter 34 - Pasukan Baru

Chapter 34 - Pasukan Baru

Kabut hitam nan pekat masih memenuhi wilayah hutan yang sudah menjelang pagi. Keadaan udara di sekitar menjadi sangat lembab akibat sirkulasi yang tidak baik.

Sesekali angin terasa bertiup, namun itu sama sekali tidak membawa kesejukkan justru aroma pengap dan tidak enak yang dapat mengusik ketenangan siapapun yang menciumnya.

Sekelompok pasukan pria berjubah hitam penjaga hutan perbatasan wilayah Timur, sedang berjalan menyusuri hutan, lebih tepatnya menyusuri jejak dari tiga tawanannya yang telah dia bebaskan.

Nig dan pasukannya mendapatkan sepucuk surat dari Kerajaan yang dikirimka oleh pasukan rahasia gagak Kerajaan. Dia mendapatkan kabar kalau di Kerajaan sedang mendapatkan tamu sekelompok pria dengan misi penyelamatan dunia.

Raja Gael juga memerintahkan mereka untuk dapat memberikan bantuan pada Keturunan Raja Elf kalau saja mereka melintas di wilayah perbatasan yang dijaga oleh pasukan Nig.

Pria berambut hitam panjang nan Nampak menyeramkan dengan perangai petarungnya itu segera membagi pasukan, sebagian untuk tetap berada di posisi penjagaan perbatasan dan sebagian lagi menyusul Wedden dan kawan-kawan untuk dapat memberikan bantuan.

Nig juga memerintahkan seorang pasukannya untuk membawa mahkota kebesaran Raja Timur agar tidak berlarut dan menimbulkan semakin banyak masalah di wilayahnya, karena dia paham betul dengan sikap sang raja yang sangat membenci jika ada barangnya yang hilang dan itu akan membuatnya menjadi sosok yang sangat keji.

Nig memimpin langkah pasukannya. Bukan pertam baginya untuk menyusuri lembah Gigi Gergaji beserta hutan lebatnya, namun mereka masih harus bersiaga karena hal buruk dapat menyerang mereka sewaktu-waktu.

Setelah sebelumnya mereka sempat ragu apakah ketiga pria itu masih selamat karena bekas pertempuran kucing sihir dan monster mengerikan, Nig menemukan sebuah lencana emas bergambar sayap yang membuatnya berpikir kalau Keturunan Elf itu mungkin masih baik-baik saja karena mendapatkan bantuan dari peri lembah.

Keadaan kabut yang tidak kunjung memudar membuat pasukan tentara perbatasan TImur itu bergerak sedikit pelan. Mereka tidak akan mengambil resiko untuk bertemu dengan para gnome yang selalu siap untuk bertarung melawan siapapun yang ditemui.

Nig memerintahkan pasukannya untuk berhenti saat ia mendengar adanya suara semacam gumaman, lebih tepatnya adalah suara sekelompok gnome yang sedang berbincang dengan bahasa mereka di balik pepohonan tua yang tumbuh besar dan cukup memberi para makhluk itu perlindungan.

Berbeda dengan ketua pasukan, Mod, dia lebih focus pada gemercik air yang ia dengar dengan samar. Pandangannya segera tertuju pada aliran sungai kecil dari sumber mata air yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Segera saja dia mengambil dan meminumnya dengan telapak tangan saja.

Nig hanya menoleh, memperhatikan apa yang dilakukan oleh rekannya.

"Bukankah itu gua?" tanya Wite berbisik lirih pada Nig. Dia menunjuk sebuah batu besar yang ada di belakang pasukan gnome itu berkumpul.

Nig mengerutkan dahinya, lalu dia bertanya pada rekannya itu. "Apa kau mengerti bahasa mereka, Wite?"

"Sayangnya tidak, Nig. Aku hanya bisa memperkirakan dari ekspresi, tapi … mereka gnome, aku bahkan tidak tahu bagaimana ekspresi yang mereka miliki," jawab Wite.

Mereka masih mengamati dari kejauhan. Para gnome bermata merah itu sesekali nampak bergurau, namun seolah tidak lengah dan tidak jarang juga mereka mengedarkan pandangan ke sekitar.

"Kurasa mereka sedang melindungi sesuatu di dalam sana," gumam Wite lagi.

Nig menggeleng, dia hanya segera menepuk pelan bahu WIte dan bergabung dengan Mod dan yang lain untuk beristirahat dan minum sejenak.

Wite masih berada di tempatnya, instingnya mengatakan kalau dia perlu menyerang pasukan gnome itu, namun akalnya belum menerima karena diapun masih tidak tahu apa keuntungan dari menyerang tanpa hasil.

Wite mengelus dagunya beberapa kali, tatapannya tertuju pada sepotong kain yang terikat di ranting pohon. Hal itu membuatnya semakin yakin kalau di dalam gua itu ada hal yang disembunyikan atau mungkin lebih tepatnya, dijaga oleh para gnome.

Tidak lama berselang, Wite melihat gua batu itu terbuka dan membuat ratusan bahkan ribuan makhluk kecil putih berterbangan keluar dengan selanjutnya muncullah sosok wanita cantik bergaun putih dengan tatapan sayu namun siap membunuh.

Wite nyaris terjatuh setelah melihat hal itu, dia bergegas menghampiri Nig dan rekan yang lain untuk menyampaikan hal yang ia lihat.

"Ratu putih …," ucap Wite terbata-bata.

Nig segera siaga, namun kali ini Mod yang ingin ambil sikap. Pria berjambang yang cukup lebat itu memang memiki dendam pribadi dengan ratu Putih.

Pada saat masih awal Mod diangkat menjadi pasukan perbatasan, ia bersama dengan saudara kembarnya yang menjadi pasukan Nig. Namun Ratu Putih menangkap dan melenyapkan kembarannya itu saat hari pertam mereka mulai bertugas.

Ahl itu tentu bukan hal yang mudah untuk dilupakan oleh Mod. Hal itu juga salah satu yang membuat pasukan Nig tidak lagi berjaga hingga wilayah Lembah Gigi Gergaji, selain memang wilayah ini sudah akan sangat aman dari penyusup karena keberadaan makhluk yang sangat mengerikan.

Seketika Mod mengajak Nig dan pasukan untuk melakukan penyerangan pada sekelompok gnome dan Ratu Putih.

"Walaupun kita tidak mengenal siapa yang mereka tawan, kurasa tidak aka nada salahnya membantu sebelum penyesalan datang," ucap Mod yakin.

Tanpa ragu Nig memberikan ijinnya.

Namun belum sempat mereka mengatur strategi, keberadaan mereka telah dideteksi oleh makhluk putih kecil yang berterbangan di sekitaran mereka.

Sigap saja, mereka segera menyerang makhluk terbang kecil itu dengan menyabetkan pedang tajam mereka. Terlalu banyak jika hanya dibiarkan, mereka juga akan menjadi korban karena sengatannya yang dapat membuat seseorang lumpuh.

Ratu putih dan para gnome yang mendengar adaya keributan, segera mencari tahu. Wanita bergaun putih itu hanya menyunggingkan senyum jahatnya dengan senang. Dia tidak perlu repot mencari, kini makananlah yang datang menghampiri.

Nig, Mod dan Wite saling pandang untuk beberapa saat lalu ketiganya mengangguk pelan bersamaan.

Mereka segera mengacau, menyerang dengarn brutal dan memerintah pasukan lain untuk berpencar. Hal itu tentu membuat Ratu Putih merasa tidak senang.

Ketiga pria itupun segera menyerang para gnome yang dengan arti lain mereka juga mengancam Ratu Putih.

"Hah?" Ratu Putih sempat melangkah mundur, dia terkejut dengan kegesitan pasukan berjubah hitam itu yang selalu membuat gerakan tidak terduga dan menyebabkan para gnome cukup kuwalahan.

Ratu putih yang memiliki kekuatan sihir itu tidak tinggal diam. Dia lalu membuat seluruh tubuh ketiga penyerangnya itu kaku dan tidak dapat lagi memberikan perlawanan.

Namun rupanya Nig dan dua rekannya sudah mempelajari wanita itu sejak lama. Mereka bertiga tidak menatap mata Ratu Putih. Debu putih yang berkelip mengelilingi tubuh mereka, hanya dengan berpura-pura, mereka bersikap seolah mereka kehilangan akal dan menurut dengan semua perintah wanita itu.

Saat Ratu Putih meminta mereka mendekat, saat itulah mereka bersiap menyerang karena wanita itu lengah.

Lagi-lagi dengan gerakan cepat dan kompak, ketiganya menyerang dengan menebaskan pedangnya pada Ratu Putih.

Bagian leher, perut dan tangan. Semuanya terluka hingga membuat wanita itu hanya mampu melotot dan mengerang hebat.

Tongkat kecil di tangannya terjatuh, itulah sumber kekuatannya. Mod mengambil benda itu dan menghancurkannya segera.

Ratu Putih tidak berdaya, dia masih berkomat kamit, namun Nig bergegas masuk ke gua untuk menemukan tawanan wanita itu. Sementara Mod dan Wite masih berjaga kalau-kalau Ratu Putih dapat kembali menyerang.

Hal aneh terjadi, membuat Mod dan Wite terkejut sekaligus takut. Saat Ratu Putih itu nampak sekarat, ribuan makhluk putih berterbangan mengerubungi tubuhnya dari ujung kaki hingga ujung kepala bahkan hingga tidak nampak sedikitpun.

***