Nig kembali dikejutkan dengan gua yang sangat indah. Seluruh bagian dinding batu berwarna putih dengan kelip dari sebuk yang sama dengan yang ada di tubuh kupu-kupu putih.
Tidak ada aroma tidak sedap sama sekali, dia bahkan hingga melupakan tujuan utama ia memasuki tempat persembunyian Ratu Putih itu untuk beberapa saat.
"Ah sialan!" umpatnya lirih saat ia melihat ada seeorang yang sedang terbaring di sebuah tempat tidur batu yang juga berselimut putih tebal.
Nampak nyaman, namun Nig merasa kalau orang itu bukan hanya sekedar terbaring.
Nig melangkah pelan semakin mendekat, rambut panjang merah muda yang tergerai panjang di sisi wajah dengan mata terpejam, sangat familiar baginya.
"Pangeran cantik itu? Apa yang dia … lakukan?" kalimatnya sempat terjeda saat ia menyadari kalau bagian leher pria yang terbaring itu terlihat ada bekas cengkeraman tangan yang telah membakar kulitnya.
Segera saja Nig memeriksa denyut nadinya. Sangat lemah, namun tubuhnya masih terasa hangat sehingga ada kemungkinan kalau dia akan dapat sembuh.
Ck!
Hanya berdecak. Nig harus kembali mengumpat karena dia akan disusahkan dengan pria itu. Disaat seperti ini, mendadak saja dia sempat terpikir "Andaikan aku adalah seorang penyihir."
"Ahh menyebalkan sekali!"
Nig segera membawa tubuh Pangeran Soutra yang berukuran sama dengan tubuhnya itu dengan menggendongnya. Namun sebelumnya dia memastikan kalau di sekelilingnya tidak ada hal yang bahaya lainnya.
Dia juga sempat mengambil sebuah belati dan buntelan yang ada di dekat Pangeran Soutra terbaring. Tidak berpikir panjang, dia hanya berpikir kalau itu mungkin akan berguna di waktu yang akan datang.
Nig keluar bersama Pangeran Soutra yang tidak sadarkan diri. Di luar gua, dilihatnya kedua rekannya masih bersiaga dengan pedang masing-masing dan segera menyambut kemunculan Nig.
Tanpa basa basi, mereka segera pergi untuk mencari tempat yang akan mereka gunakan untuk beristirahat sekaligus berlindung.
Mod melihat keadaan Pangeran Soutra yang kritis itu menarik napas panjang beberapa kali. Memori mengenai saudara kembarnya kembali muncul membuatnya merasakan sesak di dadanya.
"Dia akan segera sadar, kurasa." Wite baru saja kembali mengecek denyut nadi Pangeran Soutra.
Nig membuka buntelan yang tadi ia dapat di gua. Semua rekan pasukannya memperhatikan itu, mereka juga bersiap kalau saja itu bukanlah hal baik.
"Apakah itu … batu sihir?" tanya WIte, dia sangat memperhatikan benda putih yang berkilau di tangan ketua mereka.
"Kurasa begitu, tapi kenapa ini ada di dekat tubuhnya terbaring?" gumam Nig.
"Itu batu yang berisi semua energi yang telah diambil Ratu Putih dari pria ini," sahut Mod yang masih menyandakan tubuh pada sebuah akar kayu besar.
"Aku melihat wanita itu memakan satu saat ia menangkap saudaraku, setelah itu … saudaraku mati. Kurasa Pangeran ini sangat istimewa, energi dalam tubuhnya sangat banyak sehingga wanita itu perlu waktu cukup lama untuk menyerap semuanya," imbuh Mod.
"Lalu apakah kita perlu mengembalikan energi ini? Kita biarkan pria ini memakannya?" ucap Wite bingung.
"Kurasa tidak perlu," sahut Nig. Dia melihat adanya pergerakan dari Pangeran Soutra. Segera dia memberi kode pada Wite untuk menghampiri dan mengeceknya.
Denyut nadinya kembali normal, ujung jemarinyapun nampak bergerak sedikit.
Semuanya segera bersiaga. Beberapa diantara mereka bahkan siap dengan pedang mereka, berjaga-jaga jika ada hal yang tidak diinginkan.
"Hey! Bangunlah!" Nig menendang kaki Pangeran Soutra pelan. Dia sudah memastikan kalau pria itu akan sadar segera, namun masih belum sepenuhnya pulih.
Semua orang semakin siaga saat Pqngeran Soutra membuka mata dan menampakkan manik mata yang nerkilau keemasan.
Nig dan Wite bahkan sampai melangkah mundur melihatnya.
Beberapa detik kemudian, Pangeran Soutra mengerjapkan matanya dan kembali menjadi normal. Dia menatap Nig dan pasukannya lekat.
"Apa yang kalian lakukan disini?" tanya Ren.
Nig seketika mengerutkan dahinya. "Tidak tahu terimakasih!" ucapnya geram.
Melihat ketuanya mulai tersulut emosi Wite menenangkan suasana. Sementara Mod masih berada di posisinya dan memantau sekitar.
"Kau baik-baik saja? Kami menyelamatkanmu dari Ratu Putih," ujar Wite.
Ren termenung sejenak, ingatannya tertuju pada saat ia bertemu dan mendapat serangan dari wanita yang mengerikan.
Seketika Ren menggidik, seolah dia masih dapat merasakan sengatan dari kupu-kupu putih yang membuatnya mati rasa.
Pangeran Soutra menghembuskan napas dengan kasar. "Terimakasih," ucapnya.
"Ehm …," Wite mengangguk lirih seraya melirik Nig yang masih tidak berminat.
Mereka masih beristitahat untuk waktu yang lama. Pasukan Nig memberikan perawatan pada Pangeran Soutra. Bukan karena mereka ingin, tapi karena mereka berpegang pada perintah Raja Gael.
.
.
Sementara itu, kelompok kecil Wedden sudah meninggalkan batu tempat persembunyian mereka. Dengan info dari Corea, mereka segera menuju gua batu tempat Ratu Putih dan pasukan gnome berada.
Masih dengan sesekali mempraktikkan sihirnya, Wedden berjalan di barisan paling belakang membiarkan peri lembah wanita dan si bocah Seredon mendahuluinya.
"Apa kau masih belum bisa melakukan apapun?" tanya Ser yang berbalik setelah mendengar Wedden mengumpat lirih.
Pria Vitran itu hanya mendengkus. Sama sekali tidak ada perkembangan. Bahkan, mengalihkan pisau milik Nig saat menjadi tawanan pasukan itu adalah kekuatannya yang terbaik.
Corea fokus dengannya jalannya. "Kau belajar mantra sebelumnya?"
"Tidak satupun. Yah seperti yang pernah kukatakan pada kalian sebelumnya, Rader hanya menemui dan mengatakan kalau aku adalah keturunan Raja Elf dan aku harus melakukan perjalanan panjang untuk mengalahkan kegelapan. Aku tidak menemukan kekuatan apapun" jawab Wedden putus asa.
"Apa dia sungguh tidak salah orang?" gumam Corea. "Hey, apa kau tahu kalau kau tidak nampak istimewa walau kau memiliki ciri seorang Elf?" tambahnya.
Wedden tidak merespon. Dia mencoba untuk memfokuskan pendengarannya, samar namun pasti, dia mendengar ada suara gumaman.
Wedden menghentikan langkahnya, dia mulai mengendap menuju sumber suara.
Seredon yang tidak mendengar langkah Wedden di belakangnya, segera kembali berbalik dan mengamati pergerakan si pria Vitran.
"Kenapa kalian berhenti? Kukira kalian ingin segera menemukan pria cantik itu," ucap Corea dengan suara yang meninggi.
Namun seketika Wedden memberi kode yang menyuruhnya untuk diam. Wedden juga memberikan isyarat kalau mereka harus mengintip di balik semak karena ia mendengar ada aktivitas disana.
"Tidak perlu! Mereka akan menangkapmi!" ujar Corea sedikit berbisik.
Wedden menggeleng, dia yakin suara yang ia dengar berbeda dengan suara gnome hutan yang serak dan berat.
Seredon mengikuti Wedden, dia memberanikan diri untuk mengintip. Sayangnya, semak itu terlalu tinggi sehingga membuat tubuhnya yang tidak terlalu tinggi harus membuka celah baru di deduaunan yang tebal.
"Aarrghhhhh!!!"
Seredon berteriak nyaring juga berlari hingga terjatuh.
Rupanya dia baru saja mengganggu rumah lebah hutan dan membuat kelompok lebah itu marah hingga menyerangnya.
Wedden dan Corea yang terkejut segera memberikan pertolongan, namun mereka juga harus menerima sengatan dari ribuan lebah yang minimalnya akan membuat tubuh mereka nyeri hingga kejang.
***