Pov Author
Hari ini adalah hari pernikahan Zahra dan Andre, kedua orang tua Andre dan Zahra pun begitu semangat bahkan mereka rela membuat pesta yang cukup mewah dengan di hadiri banyak orang. Entah berapa uang yang mereka habiskan hanya untuk pesta tiga hari tiga malam.
Tamu yang di undang pun sekitar seribu orang, bayangkan aja betapa banyak orang yang datang setiap menitnya, bahkan ada yang pulang, ada yang baru datang, ada yang masih asyik ngobrol bertemu teman lama seperti reuni saja.
Zahra dan Andre yang menjadi pengantinnya pun hanya diam kaku, tak ada yang membuka suara. Bahkan wajah mereka sama datarnya, hanya Zahra yang kadang sesekali tersenyum saat kedua matanya tak sengaja bertatapan dengan orang lain.
Andre sudah melakukan ijab qobul tadi jam 8 pagi di Masjid Besar Al Ikhlas. Setelah itu lanjut pergi ke hotel untuk ganti baju pengantin karena harus menyambut setiap tamu yang datang dan harus bersedia jika ada tamu yang meminta foto.
Lelah, sangat lelah. Tapi mereka bisa apa. Hanya para orang tua yang merasa bahagia, puas dan keinginan mereka terkabul. Ini seperti pesta kebahagiaan mereka yang berhasil menyatukan kedua putra putrinya tanpa melihat bagaimana perasaan buah hatinya, yang mungkin setelah pesta ini berakhir hanya ada penderitaan dan tetesan air mata.
Saat Zahra asyik melamun memikirkan masa depannya, ia mendengar suara yang sangat ia kenal.
"Zah, pengantin kog wajahnya cemberut gitu?" tanya Anna, sahabatnya. Yah, ia datang bersama Sofyan, kakaknya.
"Bagaimana mungkin aku bisa bahagia An, sedangkan aku menikah dengan laki-laki yang tak aku cintai. Semua ini terjadi hanya karena orang tua kami, demi mereka, baik aku dan Mas Andre terpaksa melakukan pernikahan ini," jawab Zahra lesu, matanya berembun, namun tak sampai jatuh karena ia tak mau membuat suasana yang canggung. Untung jarak dirinya dan Andre agak menjauh sehingga Andre tak mendengar kata-katanya. Andre juga lagi ngobrol dengan Sofyan, entah apa yang mereka bicarakan.
"Sejujurnya aku sedih Za dengan nasib kamu yang seperti ini, tak menyangka juga, habis lulus kuliah langsung nikah. Padahal aku berharap kita bisa kerja bareng di perusahaan yang sama agar kita pun tetap bersama selamanya. Nyatanya semua itu hanya angan-angan belaka," ujar Anna, ia pun langsung terlihat sedih mendengar curahan hati sahabatnya.
"Sekarang aku sudah sah jadi istri orang, An. Mas Andre sudah sah jadi suamiku, baik secara agama maupun hukum. Kini aku hanya berharap ridhonya agar aku bisa masuk surga kelak, karena Ridho Allah ada pada Ridho suamiku. Jika aku tak bahagia di dunia, setidaknya aku ingin bahagia di akhirat kelak, kebahagiaan yang kekal, yang tak akan membuatku kecewa."
"Aku hanya bisa bantu doa aja Za, tapi jika suatu saat kamu butuh bantuanku atau hanya sekedar ingin curhat, aku akan selalu ada buat kamu. Jangan sungkan-sungkan untuk menghubungiku, aku tetap Anna yang kamu kenal dulu dan tak akan pernah berubah, persahabatan ini akan selalu aku jaga sampai kapanpun," ucap Anna sambil memeluk sahabatnya, seakan-akan ia ingin memberikan kekuatan untuk Zahra agar sahabatnya itu bisa kuat menjalani kehidupannya setelah ini.
"Makasih ya, An. Makasih karena kamu selalu mengerti perasaanku."
Setelah mereka bercakap-cakap sejenak, Anna pun berpamitan pulang karena ia tau, masih banyak tamu yang mengantri ingin minta foto ataupun berjabat tangan dengan pengantin baru.
Sebelum pulang Sofyan pun juga menghampiri Zahra dan tak lupa mengucapkan selamat. Jujur, melihat Zahra, Sofyan merasa kasihan karena wanita sebaik Zahra harus bernasib seperti ini karena keegoisan orang tua.
Setelah kepergian Anna dan Sofyan, Zahra dan Andre pun kembali hening. Mereka hanya akan buka suara jika ada tamu yang menyapa mereka untuk sekedar mengucapkan selamat, dan minta foto bersama sebagai kenang-kenangan.
Setelah berjam-jam, mereka pun boleh Istirahat sejenak untuk ganti pakaian, sholat, makan siang dan setelah itu lanjut pakai pakaian pengantin lagi dengan model dan warna yang berbeda untuk menyambut kedatangan para tamu.
Selama melakukan aktivitas ini itu, tak ada yang membuka suara, mereka lebih memilih diam dan melakukan semuanya sendiri atau minta bantuan orang lain.
Seorang MUA yang mengerti perasaan mereka, hanya merasa kasihan. Melihat raut wajah pengantinnya, ia tau betul mereka melakukan pernikahan ini karena terpaksa. Sebagai seorang MUA, tentu ia sudah seringkali menemukan hal seperti ini. Jika mereka menikah dengan orang yang mereka cintai, auranya akan kelihatan, kebahagiaan yang tak bisa di ungkapkan dan rasa gugup, semangat, senang dan lainnya akan sangat kelihatan sekali.
Beda jika menikah karena terpaksa, tak ada raut wajah kebahagiaan sama sekali. Walaupun make up nya sebagus mungkin, namun aura kebahagiaan itu tetap gak akan kelihatan apalagi jika kedua pengantinnya sama-sama berwajah datar dan acuh tak acuh, bahkan saat berdekatan pun hanya diam membisu, membuat semua orang yang tak tau menjadi tau kalau mereka menikah hasil perjodohan.
Jam 2 siang, Alana datang dengan gaun berwarna hitam, kontras dengan warna kulitnya. Dia berjalan sangat elegant sekali bahkan bak model yang berjalan di atas pentas. Ia tersenyum seakan-akan tak terjadi apa-apa, padahal dalam hatinya ada luka yang begitu menganga melihat pacarnya, menikahi wanita lain.
Awalnya ia pun tak mau datang, hanya saja ia ingin menunjukkan pada Andre dan semua orang bahwa ia baik-baik saja. Bahkan di depan kedua ornag tuanyapun, ia tak menampakkan sedikitpun kesedihannya.
"Zahra, selamat ya. Selamat karena kini sudah menjadi istri Mas Andre," ucapnya sambil menjabat tangan Zahra. Zahra pun membalas jabat tangan Alana. Tentu Zahra sudah tau bagaimana wajah Alana karena sebelumnya, Anna sudah menceritakan semua masa lalu suaminya dan wanita yang kini ada di hadapannya bahkan semua potret kebersamaan mereka pun nuga sudah ia lihat dan semua itu ia dapatkan dari Anna dan juga Sofyan.
"Terimakasih, dan maaf untuk semuanya." Zahra memeluk Alana, ia mengerti, sangat mengerti bagaimana perasaan Alana saat ini Sebagai seorang perempuan, ia sangat tau betul bagaimana sakitnya Alana, walau ia berusaha untuk terlihat baik-baik saja tapi Zahra bisa melihat dari sorot kedua matanya, ada banyak luka yang tak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata. Bahkan ia merasa sangat bersalah karena telah menjadi orang ketiga dalam hubungan mereka.
Bahkan karena dirinyalah, dua manusia yang saling mencintai harus mengalami hal ini karena perjodohan orang tua. Tapi Zahra bisa apa, ia sudah pernah meminta untuk membatalkan pernikahan ini, nyatanya ia malah di bentak oleh Abahnya dan sejak itu, ia hanya bisa diam dan berusaha menjaga jarak dengan kedua orangtuanya.
"Ini bukan salahmu, mungkin memang takdirku dengan Mas Andre harus seperti ini. Aku tau, kamu pun tak bahagia dengan pernikahan ini, bukan? Menikah dengan laki-laki yang tak kamu cintai, bukankah itu juga sama sakitnya seperti apa yang aku rasakan, apalagi kamu harus menghabiskan sisa hidupmu bersama dengan laki-laki yang tak mencintaimu dan yang tak kamu cintai. Kita sama hancurnya, tak ada yang bisa di salahkan dalam hal ini. Mungkin yang bisa kita lakukan adalah mencoba untuk berdamai dengan keadaan walaupun itu sangat menyakitkan," ujar Alana tersenyum.
Mereka berpelukan layaknya seorang sahabat, sungguh Zahra semakin merasa bersalah karena harus memisahkan dua orang yang saling mencintai.
Sedangkan Andre yang melihat istri dan pacarnya berpelukan pun merasakan sakit juga. Semuanya sama-sama sedang menahan rasa sakit, dan ketiga-tiganya juga berusaha ntuk terlihat tegar dan tersenyum seakan tak ada beban.
Setelah Alana dan Zahra selesai bicara, Alana pun menghampiri Andre. Andre yang tak kuasa melihatnya langsung memeluk Alana dengan sangat erat, tak perduli dengan tatapan semua orang yang melihatnya. Yah mungkin semua orang bingung karena Andre memeluk wanita lain dengan erat sedangkan istrinya berada tak jauh darinya dan hanya menatap mereka dengan tatapan yang sulit di mengerti.
"Maaf sayang, maaf," ucap Andre yang terus mengucapkan kata maaf.
"Sudah, jangan seperti ini. Aku tak enak di lihat orang, kamu harus bisa melalui semua ini. Aku tau ini berat, tapi aku yakin kamu bisa melaluinya," ujar Alana sambil melepaskan pelukan pacarnya.
"Jangan pernah tinggalin aku, aku mohon," pinta Andre dengan wajah memelas.
"Iya, aku gak akan pernah tinggalin kamu. Aku akan selalu ada buat kamu, sekarang aku harus pergi, aku gak bisa berlama-lama di sini karena masih ada urusan," bohongnya. Ya, dia terpaksa mengatakan hal dusta karena sebenarnya ia hanya ingin segera keluar dan mencoba untuk bernafas di luar sana, karena di dalam sini, ia merasa sangat sesak, bahkan ia seperti tak sanggup lagi untuk terus berpura-pura tegar. Bahkan air matanya pun seakan sudah tak tahan untuk segera di tumpahkan.
Andre yang mengerti, hanya bisa mengangguk lemah. "Baiklah, carilah tempat yang nyaman buat kamu melampiaskan emosimu. Aku akan segera menyusulmu, tapi aku tunggu waktu yang tepat."
Alana tak menjawabnya, ia pun langsung pergi gitu aja. Andre menatapnya dengan tatapan yang sangat sendu. "Ma, Pa. Kalian bukan hanya menghancurkan perasaanku, perasaan Zahra tapi juga perasaan Alana, wanita yang aku cintai," gumam Andre dalam hati.