Dua Minggu sebelum akad nikah berlangsung, undangan sudah jadi. Dan mulai di sebar, sedangkan yang jauh hanya di kabari lewat aplikasi berwarna hijau.
"Umi, boleh gak undangan buat Anna, Neng aja yang ngasih sendiri sekalian Neng pengen ketemu langsung dengannya. Sejak lulus Neng dan Anna jarang bertemu dan hanya berkomunikasi lewat media sosial aja," kataku sambil memegang undangan untuk Anna, sahabatku.
"Boleh, Neng juga pasti jenuh kan di rumah terus. Tapi ingat! Harus hati-hati ya, jangan lupa baca doa dulu sebelum berangkat," pesan Umi.
"Iya, Umi. Kalau gitu Neng berangkat dulu ya mumpung masih jam delapan pagi ini," ucapku.
"Loh emang Anna gak kerja?" tanya Umi.
"Kan sekarang hari Minggu, Umi. Jadi, Anna libur kerja," sahutku.
"Iya sudah hati-hati. Biar nanti Umi yang pamitkan ke Abah," ujar Umi.
"Iya, Umi. Neng berangkat dulu, Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam.
Setelah itu aku pun langsung berangkat menuju rumah Anna. Tadi aku juga sudah memberitahu dia kalau aku akan ke rumahnya. Aku sudah tak sabar ingin curhat-curhatan seperti dulu lagi. Dimana aku dan dia masih sama-sama menjadi mahasiswi di kampus. Tak seperti sekarang, mau ketemu aja susah karena dia sibuk kerja, dan aku sibuk diam di rumah menunggu statusku berubah menjadi seorang istri.
Setelah hampir setengah jam di perjalanan, tiba juga aku di rumah Anna dan ternyata ia sudah menunggu kedatanganku di depan rumahnya.
"Assalamualaikum," sapaku setelah memarkirkan mobilku dan berjalan menghampiri Anna.
"Waalaikumsalam. Ya ampun, baru berapa bulan tak ketemu, sudah cantik aja kamu," pujinya.
"Kebiasaan, kalau ketemu langsung muji," tegurku.
"Haha habis emang kenyataannya kamu makin cantik sih. Ayo masuk, di dalam juga ada kakakku loh,"
"Loh dia gak kerja?" tanyaku. Aku emang kenal dengan Kak Sofyan karena aku pernah beberapa kali ketemu, saat aku main ke rumah Anna dan saat Kak Sofyan antar jemput Anna ke kampus kalau Anna gak bawa sepeda motor sendiri.
"Libur juga dia. Tapi jam segini dia masih tidur, belum bangun,"
"Iya sudah gak papa, mungkin dia capek setelah kerja dari Senin sampai Sabtu," ucapku.
"Iya juga sih."
Lalu aku dan Anna pun akhirnya duduk di ruang tamu, ngobrol bareng seperti dulu lagi.
"Kamu mau minum apa?" tanyanya.
"Hallah gak usah, gak haus juga aku. Udah duduk aja di sini," sahutku. Ia pun yang tadinya udah berdiri mau mengambilkan minuman akhirnya duduk kembali.
"Oh ya katanya kamu mau ngasih sesuatu sama aku, apa?" tanyanya penasaran. Aku pun mengambil undangan yang aku taruh di dalam tas dan aku kasih ke Anna.
"Ini," ujarku sambil memberikan undangannya dan yah sesuai dugaanku dia kaget saat melihat undangan tersebut.
"Kamu mau nikah?" tanya Anna sambil membuka undangan tersebut.
"Iya, dua Minggu lagi, aku harap kamu hadir ya," jawabku.
"Eh bentar kamu nikah sama Andika Andre Maulana Ibrahim, Putra pertama dari Bapak Agus Wicaksono Maulana Ibrahim dan Ibu Dewi Ayu Laksmi Pramita." Membacanya dengan hati-hati dan seperti mengingat-ingat seseorang. Apa Anna kenal dengan Mas Andre?
"Kak ... Kak Sofyan?" teriak Anna mengagetkanku.
"Kak ... sini kak, cepet," teriaknya lagi dengan suara yang kebih keras hingga aku sampai menutup kedua telingaku.
"Apa sih dek, teriak-teriak kayak di hutan aja," hardik Kak Sofyan kesal. Ia keluar dari kamarnya dengan memakai celana pendek warna hitam yang hanya sampai lutut dan kaos singlet warna putih.
"Ini, Kak. Coba deh baca," Anna memberikan undangan yang ada di tangannya ke Kak Sofyan. Kak Sofyan yang masih terlihat ngantuk berat pun mau gak mau langsung membaca undangan yang terus di sodorkan oleh Anna.
Kak Sofyan yang membaca surat undangan yang ada di tangannya langsung terbelalak kaget.
"Ini Andre nikah sama Fatimah Az-Zahra. Kog bisa? Bukannya pacarnya Andre itu Alana Safa Septhiani Wibowo. Kenapa bisa menjadi Fatimah Az-Zahra?" tanya Kak Sofyan yang membuat aku kaget.
"Maksud Kak Sofyan apa ya?" tanyaku penasaran.
"Loh ada Zahra," ujar Kak Sofyan sambil menoleh ke arahku. Jadi dari tadi dia gak sadar kalau ada aku di sini. Ya Ampun ... segede ini gak kelihatan.
"Kamu sejak kapan di sini?" tanya Kak Sofyan lagi sambil duduk di dekat Anna.
"Dari tadi, Kak. Aku ke sini nganter undangan buat Anna. Tapi jika Kak Sofyan berkenan, Kak Sofyan bisa ikut hadir di acara nanti," jawabku berusaha untuk tenang walaupun dalam hatiku bertanya-tanya tentang siapa itu Alana Safa Septhiani Wibowo.
"Oh jadi kamu yang mau nikah sama Andre? Tapi kog bisa?" tanya Kak Sofyan.
"Nah itu, Kak. Aku juga kaget loh. Pasalnya setau aku Kak Andre itu ya pacaran sama Kak Alana, tiba-tiba Zahra datang ngasih undangan ini. Makanya aku bingung," celetuk Anna.
"Sebenarnya aku dan Mas Andre di jodohkan. Tapi aku sudah nanya ke Mas Andre waktu itu, tapi dia bilang dia gak punya pacar. Aku juga ketemu sekali sama Mas Andre waktu pertemuan dua keluarga. Hanya itu dan sampai sekarang gak pernah ketemu lagi. Jangankan ketemu, komunikasi aja gak pernah. Dan yang mengurus semua pernikahanku dan Mas Andre, ya Abah, Umi sama kedua orangtuanya Mas Andre," jawabku.
"Astaga, aku ngerti sekarang. Kenapa akhir-akhir ini Andre galau terus jadi karena masalah ini. Tapi kenapa Andre gak cerita ya sama aku. Biasanya kalau ada apa-apa dia selalu cerita sama aku atau dia udah gak anggap aku sahabatnya lagi," gumam Kak Sofyan yang masih di dengar olehku.
"Apa Kak Andre nerima perjodohan ini karena terpaksa ya Kak? Secara kan yang kita tau itu Kak Andre cinta mati sama Kak Alana. Kalau tiba-tiba Kak Andre mau nikah sama Zahra, pasti ada sesuatu nih," ujar Anna menerka-nerka.
"Mungkin. Siapa tau kan, Andre di paksa buat nikah sama pilihan orang tuanya. Secara dia kan paling takut jika di ancam gak akan mendapatkan harta warisan dari papanya," ucap Kak Sofyan.
"Terus aku harus gimana? Aku emang merasa kalau Mas Andre terpaksa melakukan perjodohan ini. Tapi Kenapa Mas Andre tak menolaknya? Apa hanya karena harta dia rela pisah sama wanita yang ia cintai dan memilih menikah denganku, wanita yang bahkan baru ia kenal," ujarku.
"Kamu sendiri gimana?" tanya Anna tiba-tiba.
"Andai aku bisa menolaknya. Aku juga pasti akan menolaknya. Aku menerimanya hanya demi Abah dan Umi," jawabku jujur.
"Ya Ampun jadi kamu dan Kak Andre menikah sama-sama karena terpaksa nih?" tanya Anna dan aku pun menganggukan kepala.
"Sebenarnya lebih baik di batalkan dari pada lanjut tapi hanya bertahan sebentar. Tapi ya itu kembali lagi pada kalian berdua, aku hanya bisa mendoakan yang terbaik buat kamu dan juga Kak Andre," ujar Anna.
Aku, Anna dan Kak Sofyan pun ngobrol seputar Kak Andre dan juga pacarnya Alana. Jujur hatiku sakit tapi apa yang bisa aku lakukan sedangkan undangan sudah di sebar kemana-mana. Mau gak mau, pernikahan ini pun tetap harus di lanjutkan.