Pov Author
Setelah pulang dari rumah Anna, Zahra merasa semakin tak tenang. Ia langsung masuk kamar dan tak menghiraukan Umi dan Abahnya yang lagi memanggil dirinya.
Saat ini ia butuh sendiri untuk menenangkan emosinya, ia tak mau jika sampai dirinya melampiaskan emosinya ke kedua orang tuanya. Makanya dia akan menghindar lebih dulu sampai emosinya mereda.
Zahra menangis dalam diam, ia memeluk bantal gulingnya seerat mungkin.
"Mas, kenapa kamu berbohong waktu itu, kenapa kamu tak bilang yang sejujurnya sama aku dan sama yang lainnya kalau kamu punya pacar dan kamu sangat menyayangi wanita itu.
Kenapa kamu malah menerima perjodohan ini Mas? Sebenarnya apa maksud dan tujuan kamu menerima perjodohan ini?" tanya Zahra sambil terus menangis dan memeluk gulingnya.
"Belum nikah aja, aku sudah di buat sakit gini. Gimana jika nikah nanti, apa rasa sakit yang aku rasakan akan jauh lebih sakit dari pada yang aku rasakan sekarang. Dan lagi, jika hubungan sudah di awali dengan sebuah kebohongan apa bisa berjalan dengan baik. Dengan ini aja, aku semakin tau kalau Mas Andre bukan type orang yang jujur, ia rela berbohong di depan semuanya hanya demi menutupi kejadian yang sebenarnya kalau dia masih menjalin hubungan dengan pacarnya yang bernama Alana.
Tapi apa benar hubungan mereka tak di restui oleh Tante Ayu dan Om Agus. Tapi kenapa? Pasti ada alasannya kan? Apa karena aku? Apa gara-gara aku, semuanya jadi seperti ini. Bisa jadi Tante Ayu dan Om Agus tak merestui hubungan mereka karena Tante Ayu dan Om Agus pengen besanan dengan sahabat mereka yang tak lain Abah dan Umi. Dengan aku menikah sama Mas Andre maka persahabatan mereka akan semakin erat. Jika memang benar seperti ini, lalu siapa yang di salahkan? Apakah aku yang menyetujui perjodohan ini atau memang takdir yang tak memihak sama hubungan mereka. Kenapa ribet seperti ini sih? Kepalaku jadi pusing memikirkannya.
Kenapa harus ada perjodohan segala, andai tak ada perjodohan ini, mungkin aku akan hidup tenang dan melamar pekerjaan yang aku suka. Lalu aku akan menjadi wanita karir seperti yang aku impikan selama ini.
Dan Mas Andre pun juga akan hidup bahagia bersama wanita pilihannya.
Abah, Umi. Ingin rasanya aku bilang, aku ingin mengagalkan pernikahan ini. Tapi aku takut buat Abah dan Umi kecewa. Di tambah undangan sudah mulai tersebar. Apa yang harus aku lakukan Umi? Mau di bawa kemana hubungan rumah tangga yang akan aku bina nanti?
Akankah aku bisa membangun rumah tangga seperti yang aku impikan selama ini, rumah tangga yang sakinah, mawadah dan warohmah. Apakah aku juga bisa membuat Mas Andre mencintaiku dan belajar melupakan wanita yang ia cintai?
Dan bagaimana perasaanku, Apa aku juga bisa mencintainya?
Kenapa mesti seperti ini takdirku. Padahal dulu aku selalu berkhayal aku menikah dengan orang yang mencintaiku dan yang aku cintai Betapa bahagianya andai khayalanku itu bisa terwujud.
Namun khayalan hanyalah sebuah khayalan karena kenyataannya, aku malah di jodohkan." Zahra hanya bisa bermonolog sendiri. Tak ada yang bisa mendengar apa yang menjadi curahan hatinya.
Sedangkan di luar sana, Umi Hilda dan Abah Ahmad lagi bersitegang.
"Mas, ada apa ya dengan Zahra? Tak biasanya ia aku panggil langsung nyelonong gitu?" tanya Umi Hilda.
"Mana aku tahu dek, sudahlah mungkin dia lagi capek," jawab Abah Ahmad walaupun dalam hatinya ia juga bertanya-tanya tentang perubahan sifat putrinya akhir-akhir ini yang sering murung dan tak lagi ceria, di tambah dengan sifatnya tadi yang langsung pergi gitu aja tanpa memperdulikan panggilan orang tuanya, membuat Abah Ahmad juga jadi kepikiran.
"Mas, aku takut Zahra sakit jika terus seperti ini. Dia seperti menanggung beban yang sangat berat. Dulu dia selalu terlihat ceria, tak suka menampakkan wajah murungnya dan sedikit cerewet. Bahkan rumah ini juga jadi rame karena celotehannya itu. Tapi sekarang, ia lebih suka menyendiri, bahkan dia juga suka mengurung dirinya di kamar. Apa sebenarnya Zahra tak suka dengan perjodohan ini?" tanya Umi Hilda.
"Sudahlah jangan mikir macam-macam. Mungkin ia merasa gugup karena bentar lagi dia akan jadi seorang istri, kayak kamu gak muda aja. Dulu kamu juga pasti merasakan apa yang di rasakan oleh anak kita kan?" goda Abah Ahmad.
"Iya sih, tapi bedanya dulu kita saling suka, saling cinta. Jadi walaupun gugup, takut, cemas, tapi juga ada rasa bahagia karena kita akhirnya di persatukan dalam ikatan yang sah, yang halal," sahut Umi Hilda.
"Nah mungkin saat ini Zahra pun merasakan hal yang sama," ujar Abah Ahmad.
"Mungkin."
"Iya sudah aku mau masak dulu buat makan siang, Mas kerjakan aja bagian yang belum selesai," ucap Umi Hilda. Memang mereka masih sibuk dengan pernikahan yang tak lama lagi akan segera berlangsung untuk putri kesayangan mereka.
Di lain tempat pula, seorang wanita muda terlihat sangat cemas begitupun dengan saudara laki-lakinya.
"Kak, aku kasihan sama Zahra. Aku gak tega melihatnya. Aku bahkan juga tak bisa membayangkan andai aku bisa jadi dia. Bagaimana mungkin di zaman sekarang masih ada yang namanya perjodohan.
Apa mereka bisa bahagia sedangkan Zahra tak mencintai Kak Andre. Terlebih Kak Andre juga menjalin hubungan dengan Kak Alana. Mau seperti apa rumah tangga mereka nantinya?
Jujur, aku tak mau jika Zahra nantinya malah menderita setelah menikah. Apalagi jika sampai Kak Andre memperlakukan sahabatku semena-mena. Apa jadinya jika mereka sudah sah jadi suami istri tapi Mas Andre masih menjalin hubungan dengan Kak Alana, bagaimana rasa sakit Zahra. Bagaimanapun sebagai seorang istri, ia tak akan rela suaminya menjalin hubungan dengan wanita lain walaupun wanita itu adalah belahan jiwanya sekalipun," ujar Anna yang merasa kasihan terhadap sahabatnya.
"Terus kita harus gimana dek?" tanya Sofyan yang tak tau harus bagaimana. Ia sangat tau adeknya itu sangat menyayangi sahabatnya tapi apa yang harus ia perbuat, sedangkan posisi dia sendiri hanyalah orang luar dan ia tak berhak melakukan apapun.
"Ya kakak nasihatin Kak Andre dong, bilang ke dia jangan sakitin Zahra karena jika itu terjadi, aku akan membela Zahra. Walaupun aku juga orang luar tapi aku tak akan biarkan siapapun menyakiti sahabatku. Aku sudah menganggap Zahra seperti saudaraku sendiri, jadi jika dia di sakiti. Maka akupun juga akan merasa di sakiti," sahut Anna lalu ia pergi ke dalam kamarnya. Jujur, ia masih kefikiran dengan Zahra terlebih pernikahannya pun hanya menghitung hari.
---
Jika ada typo atau salah penyebutan nama, tolong komen di bawah agar saya segera memperbaikinya.