Sore harinya jam 5 Andre berpamitan untuk pergi. Sejujurnya ia masih belum sehat betul dan belum kuat bepergian kemana-mana, namun ia sudah bosen mendengar ocehan Alana apalagi ia mengirim chat berulang-ulang membuat Andre muak. Ia yang seharusnya banyak-banyak istirahat malah terganggu dengan telfon dan chat Alana yang seperti sengaja ingin menganggu dirinya.
"Mas, Mas yakin mau pergi. Kondisi Mas belum pulih loh?" tanya Zahra khawatir.
"Iya, aku ada urusan," jawab Andre. Sungguh ia merasa senang Zahra sangat mengkhawatirkan dirinya seperti ini.
"Iya sudah gini aja, apa perlu aku antar atau Mas pesen taxi online aja gimana. Bukannya aku melarang Mas pakai mobil sendiri, hanya saja aku merasa takut dan khawatir kalau Mas kenapa-napa di jalan," ujar Zahra.
"Aku pesen taxi online aja," jawab Andre. Jika sampai Zahra yang mengantarkannya maka semuanya akan berakhir.
"Iya sudah Mas pesen dulu aja gih,"
"Iya."
Andre pun memesan taxi online untuk mengantarkan dirinya ke tempat Alana. Setelah taxi online datang, barulah Andre pamit. Tak lupa Zahra mencium tangan suaminya seperti biasa.
"Hati-hati ya Mas. Kalau ada apa-apa cepet kabari aku. Mas nanti malam gak usah pulang, Mas nginep aja di tempat Mas yang entah ada dimana. Mas boleh pulang jika keadaan Mas membaik. Aku tak mau Mas bolak-balik kesana-kemari karena itu akan membuat kondisi Mas memburuk. Dan jika memang Mas lebih suka tinggal disana, aku tak keberatan. Mas bisa berangkat kerja dari sana," ucap Zahra yang seakan tau segalanya, padahal ia gak tau apa-apa. Ia hanya bicara sesuai apa yang ia rasa bahwa suaminya menyembunyikan sesuatu namun Zahra tak mau mencari tau, ia menunggu takdirnya yang memperlihatkan semuanya.
"Zahra, a ... aku ....."
"Mas, gak perlu jelasin apa-apa. Aku mengerti. Aku tau apa yang mas rasakan. Aku tak akan meminta Mas untuk menjelaskan apa yang terjadi saat ini. Biarkan waktu yang menjawab semuanya," tutur Zahra memotong ucapan suaminya.
"Maafin aku, Za." Andre benar-benar malu, malu sekaligus ia takut, takut jika Zahra tau dan ia meninggalkan dirinya. Sesungguhnya Andre tak mau kehilangan Zahra, wanita yang begitu tulus.
"Tak perlu minta maaf, Mas. Ini bukan salah, Mas. Mungkin memang Allah sedang menguji kita saat ini. Untuk itu aku tak bisa menyalahkan siapapun. Biarkan ini berjalan seperti air yang mengalir. Aku tau Mas juga tak berkenan dengan pernikahan kita, begitupun dengan aku. Untuk itu aku tak bisa menahan Mas untuk ada di samping aku dan menjadi imam, kepala keluarga dan suami yang terbaik buat aku, karena aku sadar, hati dan perasaan Mas bukan untukku. Kita hanya terikat dalam ikatan pernikahan, bukan ikatan hati. Sekarang Mas berangkatlah, kasihan sopir taxinya jika menunggu Mas terlalu lama."
"Iya, kamu jaga diri baik-baik ya. Mungkin besok aku pulang sore."
"Iya gak papa. Mas nginep disana lebih lama juga gak apa-apa."
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Lalu Andre pun berangkat dengan taxi online yang ia pesan. Setelah kepergian Andre, Zahra masuk untuk bersih-bersih rumah dan lanjut mandi. Sebenarnya ia sudah mandi tadi jam 3 pagi, tapi kalau habis bersih-bersih rumah, ia merasa gerah dan ingin mandi lagi.
Karena sekarang ia datang bulan, ia tak perlu sholat. Jadi waktunya hanya ia habiskan main Hp atau mengerjakan berkas yang dikirim Reyhan lewat email.
Jam 7 malam, ada seseorang yang memencet bell rumahnya. Zahra pun segera berjalan menuju ruang tamu dan saat pintu terbuka, ia melihat Anna dan kakaknya.
"Assalamualaikum," ucap Anna.
"Waalaikumsalam. Ayo masuk," ajak Zahra.
Mereka pun masuk dan duduk di sofa. Lalu Zahra pergi ke dapur membuatkan minuman. Dan membawanya ke ruang tamu. Untungnya di meja ruang tamu masih ada camilan, yang kemarin sempat ia beli untuk suaminya namun masih utuh, hanya camilan yang ada di ruang tengah aja yang sudah sisa setengah.
"Minum, An, Kak." ucap Zahra mempersilahkan.
"Iya. Andre mana?" tanya Sofyan sambil meminum teh buatan Zahra.
"Oh Mas Andre pergi, Kak," jawab Zahra.
"Loh katanya sakit Za?" tanya Anna.
"Iya tadi malam ia pulang muntah-muntah, Semalam badannya panas, mengigau terus muntah-muntah juga. Tapi tadi sih agak baikan, tapi dia pergi," sahut Zahra.
"Pergi kemana?" tanya Sofyan.
"Gak tau, Kak," balas Zahra.
"Emang gak pamitan?" tanya Anna lagi.
"Dia cuma bilang ada urusan penting," jawabnya.
"Kok aneh, sejak Andre menikah, ia bahkan tak ada waktu lagi. Jangankan bertemu, nelfon aja gak di angkat, chat juga gak di balas. Sebenarnya ia kemana selama ini? Sedangkan ia mengambil cuti lama. Tapi Anna bilang, Zahra selama ini masuk kerja, terus Andre kemana?" tanya Sofyan dalam hati.
"Maaf Za, jika boleh tau selama seminggu ini Andre kemana ya? Soalnya ia tak masuk kerja," tanya Sofyan. Sebenarnya ia kerja di perusahaan Papanya Andre, makanya ia tau jika Andre tak masuk kerja. Walaupun dirinya hanya karyawan biasa, tapi jika Andre masuk, ia pasti akan datang menemuinya saat jam makan siang.
"Kan Mas Andre ambil cuti Kak setelah menikah,"
"Tapi kata Anna, kamu selama ini malah sering kerja dan lembur terus. Apa kamu ninggalin suamimu sendiri di rumah Sedangkan kamu sibuk cari uang?" tanya Sofyan. Bukan maksudnya ia ikut campur, ia hanya takut Andre di luar sana macam-macam. Lebih parahnya Andre masih sibuk berhubungan dengan Alana.
"Aku sudah izin Kak, dan Mas Andre tak mempermasalahkan aku kerja. Dan sebenarnya selama seminggu ini Mas Andre pergi gak tau kemana. Dan baru pulang dua hari lalu, dan kemarin ia baru masuk kerja sehari dan pulang tengah malam dan langsung sakit. Sekarang ia pergi lagi entah kemana," jawab Zahra terus terang. Menurutnya tak masalah cerita ke Sofyan atau Anna, karena ia sudah menganggap mereka berdua seperti saudaranya sendiri.
"Jadi selama ini kamu sering di tinggal, Za. Astaga tega banget Kak Andre. Tapi dia pergi kemana ya?" tanya Anna, selama ini ia tak tau karena Zahra tak pernah bercerita padanya.
"Hmm ... tapi aku gak papa kok," balas Zahra tersenyum.
"Gak papa gimana. Seharusnya kamu harus nanya yang jelas jika suamimu itu pergi, gimana kalau Kak Andre menemui Kak Alana di luar sana. Lebih parahnya Kak Andre menginap di rumah Kak Alana, apa kamu gak kefikiran sampai ke sana?" tanya Anna gregetan karena ia merasa Zahra begitu polos.
"Aku gak mau ikut campur masalah itu An. Jika memang ketahuan Mas Andre selingkuh atau duain aku. Aku akan memilih mundur. Tapi selama aku tak tau, aku akan bersikap biasa aja," jawab Zahra, lagi-lagi ia tersenyum seakan-akan semuanya baik-baik aja.
"Ck ... jika aku jadi kamu, aku pasti akan cari tau semuanya," ujar Anna.
Sedangkan Sofyan, ia merasa Andre sedang menyembunyikan sesuatu dan ia akan cari tau apa yang di lakukan Andre di luar sana sampai mengabaikan Zahra seperti ini. Bagaimanapun Zahra adalah sahabat terbaik adiknya yang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri.
"Oh ya, tadi bekal kamu gimana? Siapa yang makan? Maaf ya, aku gak masuk jadinya gak bisa nyoba masakan kamu deh," ucap Zahra mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Tadinya aku mau kasih ke kamu dan Mas Reyhan. Tapi berhubung kamu gak masuk dan Mas Reyhan gak mau keluar dari ruangannya, akhirnya aku kasih aja ke Mbak Sisil sama Mbak Reyna. Tau gak, Mas Reyhan tadi wajahnya kayak lesu gitu, kayak gak punya semangat. Dia tadi juga pulang lebih awal, jam 2 siang dia pulang, gak seperti biasanya. Kayaknya gara-gara kamu gak kerja deh, makanya Mas Reyhan gitu," ucap Anna terang-terangan.
"Ck ... ada-ada aja kamu. Mungkin Mas Reyhan kayak gitu karena ada masalah," seru Zahra.
"Hehe mungkin. Terus besok kamu kerja gak?" tanya Anna.
"Kerjalah. Lagian juga Mas Andre kan gak ada di rumah dan pulang sore. Jadi ngapain aku di rumah, mending kerjakan?" ujar Zahra.
"Iya lah. Lagian gak ada kamu, gak enak. Aku gak punye temen."
"Gimana kalau kamu nginep aja di rumahku. Tidur di kamar aku,"
"Tapi ... apa gak papa?" tanya Anna.
"Gak papalah. Besok kamu bisa pakai baju aku. Atau jika kamu besok mau pulang dulu, aku gak keberatan nganterin kamu pulang," tutur Zahra.
"Kak, gimana? Boleh gak aku nginep?" tanya Anna ke Sofyan.
"Iya gak papa, toh juga Zahra kan sendirian di rumah ini. Kasihan juga. Biar kakak pulang sendiri," jawab Sofyan yang tak mau melarang Anna tidur di rumah Zahra, sahabatnya.
Dan setelah itu mereka pun ngobrol hingga sejam kemudian, Sofyan pamit pulang. Kini tinggal Zahra dan Anna di rumah itu.
"Ayo aku antar ke kamarku," ajak Zahra ke Anna.
Mereka pun pergi ke kamar Zahra. Anna melihat sekeliling ruangan, tak ada baju cowok atau apapun. Semuanya serba punya Zahra seorang diri.
"Ini kamar kamu?" tanya Anna sambil duduk di kasur.
"Iya." Jawab Zahra sambil ikut duduk, tapi ia gak duduk di kasur melainkan di kursi yang ada di kamarnya. Kursi itu di pakai buat kerja. Memang di dalam kamar Zahra ada meja kerja. Jadi jika ada pekerjaan, bisa ia kerjakan disana.
"Terus kamar Kak Andre dimana?" tanya Anna penasaran.
"Di sebelah," jawab Zahra gamblang.
"Kalian pisah kamar?" tanya Anna terkejut.
"Yup," sahut Zahra santai.
"Astaga ... jangan bilang kamu masih perawan?" tebak Anna sambil melihat ke arah Zahra dengan serius.
"Nyatanya emang sampai sekarang aku masih perawan karena Mas Andre gak pernah menyentuhku," balas Zahra, entah kenapa ia ingin jujur kepada sahabatnya ini.
"Ya ampun ... kok Kak Andre bisa tahan sih gak nyentuh kamu?"
"Entahlah. Sudahlah jangan bahas itu Kita bahas yang lain aja," ucap Zahra yang kurang suka rumah tangganya di tanya ini itu.
Anna yang mengerti akhirnya membahas yang lain, bercanda ria, menghabiskan waktu bersama hingga tengah malam.
Sedangkan di tempat yang beda Andre dan Alana bertengkar hebat. Alana yang kesal karena Andre yang sulit di hubungi dan datang telat, sedangkan Andre yang kesal pengorbanannya seperti sia-sia. Ia yang masih kurang enak badan, rela-relain ke tempat Alana, nyatanya sampai sini malah di marah-marahin.
"Aku tuh capek Mas kalau di giniin. Kamu mulai tak mempedulikan aku," teriak Alana kesal.
"Gak memperdulikan gimana? Kenapa kamu selalu iri sama Zahra Al? Kenapa? Dia istri pertamaku, bahkan aku tak pernah menyentuhnya sampai sekarang, apa itu masih kurang? Aku juga meninggalkan dia di rumah sendirian hanya untuk menikah denganmu dan bulan madu ke Bali. Aku bahkan tak peduli bagaimana perasaannya. Aku juga bukan hanya tak menyentuhnya, aku juga tak memberikan ia uang untuk memenuhi kehidupannya padahal ia kini menjadi tanggung jawabku. Tapi aku malah membiarkan dia cari uang sendiri untuk memenuhi kehidupannya. Aku juga jarang ada waktu untuknya, aku pulang ke rumah dia hanya untuk numpang makan dan tidur. Itupun sampai detik ini aku dan dia pisah kamar. Apa itu masih belum cukup Al? Kenapa kamu berubah? Bahkan setelah apa yang aku lakukan, ia tak membenciku. Ia malah merawatku di saat aku sakit. Sungguh Al, aku tak mengerti dengan apa yang ada di kepalamu. Kamu hanya memikirkan perasaanmu tanpa mempedulikan perasaanku ataupun perasaan Zahra. Aku kecewa sama kamu Al," ucap Andre mengungkapkan isi hatinya. Ia duduk di sofa dan menundukkan kepalanya.
"Aku seperti ini karena aku mencintaimu, Mas. Apa aku salah jika aku takut kamu jatuh cinta padanya.
Aku takut kamu dan dia melakukan hubungan suami istri seperti apa yang kita lakukan. Apa itu salah?"
"Emang kenapa jika aku melakukannya Al. Dia istri pertamaku, bahkan aku menikah secara agama dan negara. Apa aku salah jika aku mencintai istriku sendiri? Apa aku salah jika aku meminta hakku padanya? Berdosakah aku?" tanya Andre frustasi.
"Mas, kamu kok ngomong gitu sih?" tanya Alana.
"Sudahlah Al, jika kamu terus menerus seperti ini Aku lama-lama muak juga sama kamu. Kita bahkan baru nikah seminggu lebih tapi rasa cemburumu sampai sebesar ini, gimana jika berminggu-minggu atau berbulan-bulan?" tanya Andre.
"Lebih baik aku tidur di hotel aja. Aku lelah Al, aku juga butuh istirahat. Jika di sini, aku bukannya cepet sembuh tapi bisa-bisa aku sekarat di sini." Andre pun pergi meninggalkan Alana begitu saja.
"Mas, jangan pergi," ujar Alana. Namun Andre tak memperdulikannya. Ia tetap melangkahkan kaki keluar dan untungnya ada ojek di depan rumah Alana membuat dia langsung menggunakan jasa ojek tersebut untuk pergi ke hotel terdekat.