Kedatangan Andre dan Zahra di sambut hangat oleh Agus dan juga Ayu. Bahkan Agus dan Ayu sudah menunggu kedatangan mereka sejak sejam yang lalu.
"Assalamualaikum, Ma, Pa," sapa Zahra sambil mencium tangan mertuanya.
"Waalaikumsalam, sayang," jawab Agus dan Ayu bersamaan
Andre pun juga mencium punggung tangan mereka seperti apa yang di lakukan oleh Zahra.
"Ini, Ma. Maaf ya aku cuma bawa ini," ujar Zahra tanpa memanggil dirinya "Neng" lagi. Ia memberikan kue yang ia beli saat dalam perjalanan ke rumah mertuanya.
"Makasih ya sayang, seharusnya kamu gak perlu repot-repot bawa ini. Kamu datang aja, mama sudah seneng banget," ucap Mama tersenyum. Namun dalam senyuman itu, ia merasa ada yang aneh. Ia merasa ada yang berbeda dari menantunya itu, bukan hanya dirinya aja, tapi Agus pun merasa ada sesuatu yang berubah dari Zahra.
"Oh ya ayo duduk, nanti capek loh berdiri terus. Mama mau naruh kue ini dulu ya ke dalam sambil ambil minum,"
"Gak usah repot-repot, Ma," ucap Zahra tak enak hati.
"Gak repot kok. Lagian juga kan minumannya sudah ada, mama udah buat sebelum kalian datang. Jadi tinggal ambil aja. Pa, bisa bantu mama," ujar Ayu ke sang suami.
"Iya, Ma." Suaminya yang terlalu peka seakan tau, ada hal yang mau di omongin.
"Nak, papa ke dalam dulu ya sayang," ujar Agus ke sang menantu.
"Iya, Pa."
Lalu Agus pun masuk ke dalam bersama Ayu. Sedangkan di ruang tamu ada Andre dan Zahra yang duduk diam manis, tak ada yang mereka obrolin. Andre sibuk dengan hp nya sedangkan Zahra hanya melihat ruang tamu di rumah mertuanya yang cukup mewah.
Sedangkan di dapur, setelah menaruh kue itu di atas meja. Ayu dan Agus pun ngobrol berdua.
"Pa, papa merasa ada yang beda gak sama Zahra?" tanya Ayu.
"Iya, Ma. Tapi apa ya?" tanya balik Agus.
"Nah itu, mama merasa seperti ada yang janggal," jawab Ayu. Agus pun berfikir, sehingga ia menemukan kejanggalan itu.
"Papa tau," ucap Agus.
"Apa, Pa?" tanya Ayu penasaran.
"Zahra sekarang makin kurus, bahkan sangat-sangat kurus sekali. Bahkan wajahnya begitu tirus. Walaupun kecantikannya tak berkurang, tapi seperti tak ada pancaran kebahagiaan. Dia tak lagi terlihat ceria seperti dulu, ia seperti tertekan," sahut Agus.
"Iya, papa benar. Apa Zahra tak bahagia dengan pernikahannya. Apa Andre memperlakukan Zahra tidak baik. Kita tak mungkin menanyakan hal itu pada mereka, pasti mereka tak mau jawab,"
"Jika sampai Andre tega menyakiti Zahra dan bersikap buruk, papa tak akan pernah memaafkannya. Bagaimanapun kita sudah menganggap Zahra seperti putri kita sendiri,"
"Apa perlu kita menyelidiki ini semua, Pa. Aku tak mau Zahra semakin menderita. Ya Tuhan, baru beberapa Minggu Zahra jadi menantu kita, sudah seperti ini, Pa. Pipinya yang dulu sangat tembem, sudah berubah tirus. Tubuhnya yang dulu cukup berisi, kini seperti sisa kulit dan tulang saja. Andai Ahmad dan Hilda tau, aku malu, Pa. Anak kita tak bisa menjaga Zahra dengan baik. Apa mereka juga belum melihat perubahan Zahra ya. Jika mereka tau, pasti mereka akan ngasih tau kita tentang hal ini," ucap Ayu. Sebagai seorang ibu dan mertua. Ayu merasa ada yang janggal dengan pernikahan putranya. Jika benar mereka tak bahagia, maka dirinya pasti akan merasa bersalah karena menjodohkan mereka berdua yang malah berakhir saling menyakiti seperti ini.
"Papa akan meminta seseorang buat menyelidiki Andre. Kayaknya sumber masalahnya ada di Andre. Dia juga jarang masuk kerja, papa bahkan cuma sekali ketemu dia di kantor."
Tanpa mereka tau, pembicaraan mereka terdengar jelas di telinga seseorang. Siapa lagi kalau bukan Andre, tadinya ia menyusul mamanya karena ada yang mau di bicarakan. Tapi ia malah mendengar pembicaraan mama dan papanya.
"Mampus aku! Papa mau menyelidiki aku. Ya Tuhan, kenapa kedatanganku ke sini malah jadi seperti ini. Ini pasti gara-gara mereka melihat tubuh Zahra yang semakin kurus hingga mereka berfikir buruk tentang aku dan mau menyelidiki aku. Apa yang harus aku lakukan. Apa aku tidak usah menemui Alana dulu ya untuk sementara waktu karena jika sampai ketahuan. Aku gak akan tau apa yang akan di lakukan oleh papa sama mama. Mereka pasti akan membuangku, walaupun aku anaknya tapi entah kenapa kadang aku merasa, mereka tak benar-benar menyayangiku. Buktinya mereka mengancam akan memberikan seluruh hartanya untuk panti asuhan jika aku tak menikahi Zahra. Bukankah itu tak masuk akal, apakah mereka tega melihat aku menderita. Kadang aku berfikir aku ini sebenarnya anak kandung mereka apa bukan?" gumam Andre dalam hati karena takut ketahuan kalau ia menguping pembicaraan mama dan papanya. Andre pun kembali ke ruang tamu dan melanjutkan main Hpnya. Walaupun saat ini fikirannya sudah tak tertuju dengan Hp. Ada hal lain yang harus ia fikirkan karena ini menyangkut pernikahan dan masa depannya.
Tak lama kemudian, Ayu dan Agus pun datang. Ayu membawa minuman sedangkan Agus membawa kue kering buatan Ayu kemarin.
"Maaf ya lama," ujar Ayu sambil menaruh minuman di atas meja.
"Gak papa, Ma," sahut Zahra tersenyum.
"Oh ya gimana betah tinggal di rumah itu?" tanya Ayu.
"Betah banget, Ma. Suka sama rumahnya, benar-benar sesuai keinginanku," balas Zahra
"Syukurlah. Kamu kalau suamimu kerja, dan kamu kesepian. Kamu bisa ke sini, mama juga kan di rumah terus, kita bisa rujaan bareng atau masak bareng. Mama pengen loh bisa akrab sama menantu mama," ujar Ayu.
"Hmm maaf, Ma. Tapi aku gak bisa," jawab Zahra.
"Kenapa gak bisa sayang?" tanya Ayu penasaran.
"Aku kerja, Ma."
"Kerja?!" Agus dan Ayu merasa kaget mendengar jawaban menantunya.
"Andre, kamu gak kasih dia uang!" bentak Agus.
"Tadi pagi sudah aku kasih, Pa. Dua juta malah," jawab Andre. Untung saja dia sempat memberikan Zahra uang, kalau enggak bisa berabe kan jadinya.
"Sebelum itu, apakah kamu pernah memberikan Zahra uang?" tanya Ayu. Dan Andre tak bisa menjawabnya.
"Jangan bilang sejak kamu nikah kamu tak memberikan dia uang, Dre," lanjut Ayu yang merasa Andre telah melakukan besar. Lagi-lagi Andre tak bisa menjawabnya karena memang nyatanya sejak ia menikah, ia tak memberikan Zahra uang kecuali tadi pagi.
"Sudahlah, Ma. Lagian juga kan Zahra sudah bekerja, aku rasa dia gak butuh uangku," balas Andre pada akhirnya.
Agus menghampiri Andre dan
Plak
Untuk pertama kalinya Agus menampar putranya sendiri.
"Papa tak pernah mengajarkan kamu untuk menjadi laki-laki bangsat seperti ini. Nak, papa gak tau dosa apa yang telah papa lakukan, sampai punya anak seperti kamu!" bentak Agus.
"Papa masih nanya, apa dosa papa? Papa dan mama sudah tega menjodohkan dua orang yang tidak saling mencintai hanya karena keegoisan kalian yang ingin berbesanan dengan sahabat kalian sendiri. Tanpa memikirkan perasaan aku dan Zahra. Dan sekarang kalian mau menyalahkan aku? Di sini aku dan Zahra yang tersiksa, Pa.
Bagaimanapun dalam sebuah pernikahan, cinta itu sangat penting. Sedangkan aku, aku tak mencintai Zahra, Pa. Lalu bagaimana mungkin aku bisa memperlakukan dia sebagai mana papa memperlakukan mama.
Bahkan untuk menyentuhnya pun aku tak bisa, Pa. Aku tak bisa!" teriak Andre kesal.
Membuat Agus dan Ayu tertegun.
"Jadi selain kamu tidak memberikan dia nafkah lahir, kamu juga belum memberikan dia nafkah batin?" tanya Ayu.
Dan Andre menjawabnya dengan anggukan kepala.
"Maafin aku, Ma. Nyatanya memang aku tak bisa. Aku tau Zahra adalah wanita yang begitu tulus, dia baik, penyayang, sabar, sholeha. Bahkan dia sangat sempurna. Bahkan siapapun laki-laki yang mendapatkannya, pasti akan beruntung sekali. Tapi itu tidak berlaku untukku, Pa. Aku tidak mencintainya. Jadi jangan paksa aku untuk melakukan sesuatu yang tak bisa aku lakukan.
Sejujurnya aku pun juga merasa bersalah, bahkan aku sering meninggalkannya begitu saja tanpa memikirkan perasaannya. Tapi mau bagaimana lagi, aku juga tak mungkin berpura-pura kalau aku baik-baik saja," ucap Andre dengan suara yang mulai bisa ia kontrol. Tapi ia tak sekalipun menyebut nama Alana, karena ia gak mau menambah-nambah masalah.
"Ya Allah ...." Ayu langsung menangis setelah tau bagaimana rumah tanggan anaknya. Selama ini ia berfikir rumah tangga mereka baik-baik saja. Nyatanya, tidak seperti apa yang ia fikirkan.
"Baiklah, kalau gitu ceraikan Zahra saat ini juga!" ucap Agus membuat semua yang ada di sana tercengang, mereka tak menyangka papanya bisa berkata seperti itu.
"Tapi pa ...." Entah kenapa Andre merasa keberatan. Ia gak mau pisah dari Zahra.
"Kenapa? Bukankah kamu tak mencintainya. Lalu buat apa kamu mempertahankan hubungan rumah tangga ini? Lebih baik kamu lepaskan Zahra, agar ia bisa menikah dengan laki-laki yang pantas untuknya. Laki-laki yang bisa membahagiakannya. Tapi jika suatu saat kamu melihat Zahra hidup bahagia bersama dengan suami barunya, jangan pernah sedikitpun kamu menyesalinya. Ingat, Nak! Seperti katamu, Zahra terlalu sempurna untuk menjadi seorang istri. Bahkan papa berani bertaruh, jika kamu punya wanita pilihan. Ia pasti akan kalah telak dari Zahra. Mungkin saat ini kamu tak akan merasakannya, tapi kelak kamu bisa buktikan ucapan papa!" ujar Agus tegas.
Entah kenapa ucapan papanya membuat Andre semakin takut, ia takut untuk melepaskan Zahra. Ia takut jika apa yang di ucapkan papanya benar. Ia akan menyesal jika sampai melepaskan Zahra.
"Mama setuju dengan apa yang di ucapkan olah papamu, Nak. Mungkin kalian lebih baik bercerai aja. Mama dan papa minta maaf karena sudah menjodohkan kalian. Mama menyesal, sangat menyesal. Tak seharusnya wanita sebaik dan setulus Zahra, mama jodohkan dengan laki-laki yang tak mau bersyukur, laki-laki yang hanya bisa menyia-nyiakannya saja."
"Dari kecil Zahra di rawat sebaik mungkin, bahkan tak pernah sedikitpun orang tuanya membuat Zahra bersedih. Tapi setelah ia menikah denganmu, bukan kebahagiaan yang ia dapatkan. Apakah kamu tak lihat perubahan Zahra, Nak? Dia semakin kurus, untuk itu mama lebih rela melepaskan Zahra, dari pada mempertahankan dia menjadi seorang menantu, tapi mama akan menjadi penyebab hancurnya kebahagiaan Zahra. Untuk itu, mama mohon ceraikan Zahra." Lanjut Ayu menangis.
"Zahra mau kan bercerai dengan Andre, anaknya papa yang brengseknya ini?" tanya Agus melihat wajah Zahra.
"Aku terserah Mas Andre aja, Pa. Jika dia mau menceraikan aku, aku akan terima. Mas Andre bener, tak ada cinta di antara kami. Jadi aku akan ikhlas jika Mas Andre melepaskan aku dan mengembalikan aku ke orang tuaku," Zahra yang tadi terdiam pun akhirnya angkat bicara. Ia tak menyangka, ini pertama kali ia mengunjungi rumah mertuanya sejak menikah, tapi malah seperti ini. Ia juga menyesal sudah mengatakan dirinya bekerja, kareja dari kata-kata itulah, malah merembet ke mana-mana. Tapi jika ia gak jujur, lambat laun juga mertuanya pasti tau.
Mendengar kata-kata Zahra, entah kenapa hati Andre begitu sakit. Ia tak menyangka Zahra bisa berkata seperti itu. Ia fikir Zahra akan mempertahankan hubungan ini, nyatanya ia malah terlihat begitu santai sekali. Apa karena ia tak mencintainya? Atau karena ia sudah lelah dengan sikapnya yang acuh tak acuh selama ini.
"Za," panggil Andre sambil menatap Zahra.
"Mas, aku tau kamu tak mencintaiku begitupun denganku. Walaupun Allah benci penceraian, tapi Allah pun tak menghalalkan perceraian itu. Jadi mungkin sudah saatnya aku mundur dari pernikahan ini dan melepaskan kamu bahagia bersama wanita lain."
"Tapi Za ...." Andre seperti bingung mau berkata apa. Ia merasa dadanya begitu sesak. Walaupun ia belum mencintai Zahra, tapi entah kenapa ia merasa tak rela melepaskan Zahra begitu saja.
"Aku ikhlas Mas jika Mas ingin menceraikan aku saat ini juga," tutur Zahra tersenyum lembut.
Andre yang tak bisa tahan lagi langsung memeluknya, untuk pertama kali ia memeluk sang istri dengan erat. Sedangkan Ayu mengedipkan matanya ke sang suami. Sebenarnya mereka berdua hanya acting saja. Mereka tak benar-benar menginginkan Andre dan Zahra bercerai karena bagaimanapun mereka sudah sangat menyayangi Zahra seperti putrinya sendiri.
"Za, jangan bilang seperti itu," ujar Andre menitikkan air mata.
"Kenapa, Mas? Bukankah ini yang kamu mau dari dulu! Mama sama Papa juga setuju jika kita berpisah, begitupun denganku. Dan aku yakin Abah dan Umi pun juga pasti setuju. Aku tau ini berat, tapi aku yakin setelah ini kita bisa menjalani kehidupan kita masing-masing. Aku akan menjalani kehidupan baruku dengan statusku sebagai janda, begitupun dengan Mas Andre. Mungkin memang jodoh kita sampai di sini saja," ucap Zahra tanpa membalas pelukan suaminya.
"Enggak mau. Entah kenapa hatiku sakit, Za. Aku emang belum mencintai kamu, tapi mendengar kata kamu ingin berpisah, membuat hatiku sakit. Aku masih belum rela pisah dari kamu. Beri aku kesempatan, aku janji akan membahagiakanmu. Ayo kita mulai dari awal," ujar Andre sambil melepas pelukannya.
"Mas, kamu yakin? Mau memulai semuanya dari awal?" tanya Zahra.
"Iya, aku yakin. Aku akan belajar mencintaimu. Aku janji, aku gak akan menyia-nyiakan kamu lagi," ujar Andre berusaha meyakinkan Zahra.
Zahra menatap mertuanya dan mereka pun menganggukan kepala.
"Baiklah, aku beri kesempatan. Aku tau ini bukan sepenuhnya salah Mas Andre. Aku mengerti. Memang di antara kita belum ada cinta, tapi jika Mas Andre mau belajar mencintaiku, aku pun akan melakukan hal yang sama. Tapi ingat Mas, jangan pernah sekalipun mengkhianatinya aku, mengkhianati pernikahan kita karena jika itu terjadi, tak ada kata maaf buat Mas Andre," ucap Zahra.
Andre pun menganggukkan kepala lalu mereka berpelukan lagi. Melihat hal itu, Agus dan Ayu pun tersenyum lega. Mereka berharap setelah ini Andre benar-benar memperlakukan Zahra dengan baik dan bisa membahagiakan Zahra.
Ayu memberi kode kepada sang suami, Agus yang mengerti akhirnya langsung pergi. Ya mereka berdua pergi ke taman belakang dan memberikan waktu berdua untuk anak dan menantunya agar memperbaiki masalahnya.