Chereads / Istri Di Atas Kertas / Chapter 34 - Tidur Satu Ranjang

Chapter 34 - Tidur Satu Ranjang

Sehabis dari kafe, Andre dan Zahra memutuskan untuk langsung pulang. Awalnya Andre masih ingin mengajak Zahra jalan-jalan lagi, tapi Zahra tak mau karena ia masih ada pekerjaan yang harus ia selesaikan.

Akhirnya kini mereka tiba di rumah, setelah perjalanan 30 menit dari kafe.

"Mas, kita sholat bareng yuk," ajak Zahra. Kini ia telah suci sehingga bisa melaksanakan sholat lagi.

"I ... iya," ujar Andre gugup. Bagaimana gak gugup, selama ini ia jarang sholat, tiba-tiba sang istri mengajaknya sholat berjamaah. Tapi menolak pun ia merasa gak enak hati. Akhirnya mau gak mau ia pun mengiyakan. Lalu mereka berdua segera ambil wudhu dan pergi ke musholla yang ada di rumah itu. Memang di dekat ruang tamu, ada musholla kecil yang bisa di pakai sekitar 12 orang.

Namun selama ini Zahra tak pernah sholat di mushola dan lebih memilih untuk sholat sendirian di kamarnya.

Saat ini Andre berdiri di depan Zahra dan siap-siap untuk sholat Maghrib.

"Mas kenapa gemetar?" tanya Zahra melihat suaminya yang sedari tadi gelisah.

"Emm gak papa. Kamu dah siap?" tanya Andre sambil menoleh ke belakang, menatap istrinya yang memakai mukenah warna putih. Terlihat cantik dan teduh.

"Iya, Mas."

Lalu setelah itu, Andre pun mulai sholat, untuk pertama kalinya ia menjadi imam untuk istrinya sendiri. Saat ia membaca Al Fatihah, ia membacanya dengan suara merdu, siapapun tak akan menyangka Andre mempunyai suara merdu, membuat siapa saja yang mendengarnya terkesima.

Hingga setelah sholat tiga rakaat, akhirnya Andre pun merasa lega. Setelah itu, Andre berdoa yang di amini oleh Zahra. Entah kenapa untuk pertama kalinya, ia merasa nyaman dan tenang dalam hidupnya. Ia merasa ada sesuatu yang berbeda, apakah karena ia baru aja selesai sholat dengan sangat khusu' terlebih ia sholat bersama sang istri.

Saat bersama Alana, jangankan di ingetin sholat, yang ada mereka hanya menghabiskan waktu di atas ranjang atau bercengkrama tentang hal-hal yang tak penting.

"Mas, terima kasih ya. Terima kasih sudah mau sholat bareng sama aku," tutur Zahra lembut. Ia pun juga merasa bergetar, sungguh inilah yang ia inginkan dari dulu. Ia berharap setelah ini suaminya itu selalu mau untuk di ajak sholat berjamaah. Ia juga ingin membimbing suaminya, bukan karena dirinya merasa sok suci, tapi ia merasa suaminya itu sudah salah jalan, ia jauh dari Tuhannya dan sebagai seorang istri. Ia ingin suaminya kembali ke jalan yang benar dan lebih mendekatkan diri sama Allah. Tuhan yang sudah menciptakan seluruh alam semesta ini.

"Iya," jawab Andre tersenyum tulus.

"Mas, mau ngaji bareng aku?" tanya Zahra. Ia tak mau memaksa jika suaminya itu tak menginginkannya, bagaimanapun ia tak ingin suaminya melakukan itu karena terpaksa. Baginya, Andre mau di ajak sholat berjamaah pun sudah merupakan kemajuan yang sangat pesat.

"Boleh," balas Andre, yang membuat Zahra terpana. Lagi-lagi ia tak menyangka jika sang suami mau ngaji dengannya.

"Baiklah, sebentar ya. Aku mau ambil Al-Qur'an dulu, kebetulan aku punya Al-Qur'an lebih dari satu." Zahra pun dengan semangat 45 langsung pergi ke kamarnya untuk mengambil Al-Qur'an. Sedangkan Andre ia senang melihat Zahra yang begitu semangat untuk mengaji dirinya.

"Ya Tuhan ... apakah Engkau akan mengampuniku jika aku mau bertaubat. Sedangkan selama ini aku banyak melakukan dosa, bahkan aku jauh dariMu Ya Rabb," gumam Andre dalam hati. Entah kenapa tiba-tiba ia merasa ingin merubah dirinya, ia juga lelah hidup hanya untuk bekerja dan mencari kesenangan duniawi. Tanpa mendapatkan kadamaian dalam hati.

"Mas, ini Al-Qur'an nya." Zahra memberikan Al-Qur'an yang ia pegang untuk Andre, membuat Andre yang tadinya termenung langsung kaget seketika.

"Iya, makasih ya," tutur Andre.

"Sama-sama. Kita ngaji bareng ya, setelah itu kita ngaji bergantian. Mas nyimak aku saat aku mengaji, setelah itu aku menyimak Mas saat Mas mengaji. Gimana? Atau mas mau yang lain, aku akan nururt."

"Emm kita ngaji bersama aja, setelah itu bergantian seperti katamu." Jawab Andre.

"Baiklah."

Lalu setelah itu mereka mulai membuka Al-Qur'an, dan mereka membaca dari awal, surat Alfatihah, lalu lanjut surat Al Baqarah. Mereka membaca satu jus secara bersama-sama, setelah itu bergantian, Zahra membaca setengah juz begitupun dengan Andre. Hingga tak terasa untuk pertama kalinya, mereka membaca dua juz dalam satu waktu.

Setelah selesai membaca Al-Qur'an, mereka pun sholat Isya' berjamaah lagi karena memang sudah memasuki sholat isya'. Lagi-lagi Andre manjadi imam untuk sang istri.

Selesai sholat, Andre dan Zahra pun pergi ke ruang tengah dan nonton tivi bersama.

"Mas, lusa ada pengajian di Masjid Al Mubarok. Kamu mau ikut?" tanya Zahra.

"Jam berapa?" tanya balik Andre.

"Jam setengah tujuh. Jadi nanti kita berangkat jam 5 sore. Sholat Maghrib di sana. Pengajiannya juga dari jam setengah tujuh sampai jam delapan. Lalu sholat Isya' terus pulang. Nanti kita bisa sekalian makan malam di luar, gimana?" tanya Zahra dengan mata berbinar-binar, membuat Andre tak bisa untuk menolaknya.

"Baiklah aku ikut. Jadi lusa kamu gak lembur?" tanya Andre.

"Enggak. Aku usahakan jam setengah lima sudah ada di rumah. Masalah pekerjaan, aku bisa mengerjakan di rumah aja. Mas besok mau lembur?" tanya Zahra sambil menatap wajah suaminya.

"Iya, gak papa kan? Dan mungkin aku pulang tengaj malam seperti biasa," ujar Andre. Sejujurnya ia bukan lembur tapi ada istri lain yang menunggu dirinya. Inilah jika punya dua istri, harus pinter-pinter waktu.

"Gak papa, santai aja. Walaupun mas lembur, aku akan tetap pulang lebih awal."

"Makasih ya, kamu sangat pengertian banget. Aku bersyukur mempunyai istri seperti kamu," ucap Andre dan ia membawa sang istri ke dalam pelukannya.

Sedangkan Zahra memilih diam tak merespon. "Oh ya bentar lagi aku harus mengerjakan pekerjaan kantor yang harus aku selesaikan, gak papa kan? Kamu jangan lupa bawa barang-barang kamu ke kamar utama ya, mulai saat ini dan seterusnya aku ingin kita satu kamar, bagaimanapun kita itu suami istri, tak mungkin selamanya tidur berpisah. Maaf sudah meminta kamu untuk tidur di kamar sebelah," ujar Andre menyesali semuanya.

"Iya." Zahra hanya membalas dengan singkat. Sejujurnya dalam hati, ia lebih suka tidur berpisah seperti biasanya. Tapi ia tak mungkin membantah ucapan suaminya, bagaimanapun mereka suami istri dan harus tidur satu ranjang. Tapi yang membuat Zahra takut, apakah sang suami akan meminta hak nya malam ini, sedangkan dirinya belum siap dan ia juga takut untuk ke depannya bagaimana. Sedangkan ia masih merasa suaminya belum mencintainya sepenuh hati, terlebih ia merasa suaminya menyembunyikan rahasia yang sangat besar. Dan itu benar-benar membuat fikiran kacau.

"Iya udah sayang, kamu pindahin gih barang-barang kamu, aku tak menyelesaikan pekerjaanku dulu ya," ujar Andre dan Zahra pun hanya menganggukkan kepala.

Lalu Andre masuk ke dalam ruang kerjanya sedangkan Zahra ia langsung mengambil barang-barangnya tapi tak semua hanya sebagian saja yang ia pindahkan ke kamar utama, kamar suaminya yang kini juga akan menjadi kamarnya.

Setelah setengah jam mindahin barang akhirnya ia selesai juga. Lalu ia langsung membuatkan kopi untuk sang suami dan membawanya ke ruang kerja suaminya.

"Mas, ini kopinya," ucap Zahra sambil menaruh kopi di atas meja tapi agak menjauh dari laptop dan berkas-berkas kantor karena ia takut kopi itu jatuh dan membuat berkas penting itu rusak.

"Makasih sayang,"

"Iya sama-sama. Pekerjaan mas banyak, apa perlu aku bantu?" tanya Zahra.

"Jika kamu gak keberatan hehe."

"Baiklah sini." Zahra pun membantu sang suami mengerjakan pekerjaan kantornya, sesekali Andre meminum kopi yang di buatkan Zahra saat ia di dera rasa mengantuk. Zahra sendiri begitu fokus dengan berkas yang ada di tangannya. Ia membantu sang suami padahal pekerjaannya sendiri jauh lebih banyak, namun ia terlihat begitu santai.

Masalah pekerjaan miliknya akan ia kerjakan nanti jam dua dini hari sekalian sholat malam juga. Untuk saat ini yang terpenting pekerjaan suaminya selesai lebih dulu.

Untung Zahra mengambil jurusan manajemen bisnis sehingga saat-saat seperti ini, ia bisa membantu pekerjaan sang suami.

Setelah dua jam berkutat dengan laptop dan berkas, akhirnya pekerjaan pun selesai.

"Makasih ya sayang, berkat kamu pekerjaanku selesai juga. Kalau kamu gak bantu, gak tau deh sampai jam berapa ini selesainya," ujar Andre mengucapkan terima kasih atas bantuan Zahra.

"Sama-sama, Mas. Iya udah sekarang ayo kita tidur, ini sudah malam. Besok mas harus kerja kan?"

"Iya sayang."

Lalu mereka berdua pun masuk ke kamar utama, lagi-lagi Zahra di dera rasa takut dan gugup, namun ia berusaha santai

"Aku ambil wudhu dulu ya Mas,"

"Loh ngapain?"

"Gak papa, ini sudah jadi kebiasaanku. Sebelum tidur, cuci muka, gosok gigi sekalian ambil wudhu biar enak tidurnya," jawab Zahra membuat Andre pun mengangguk-anggukkan kepala.

"Iya sudah sana." Zahra pun pergi ke kamar mabdi suaminya di mana di sana sudah ada barang barang miliknya sehingga ia tak perlu menggunakan sabun mandi, pasta gigi dan sikat gigi milik sang suami.

Setelah sekitar 10 menit, Zahra pun keluar dengan wakah yang cukup segar. Ia mengeringkan wajahnya dengan handuk khusus wajah.

Lalu ia pun mulai berbaring di samping sang suami. Andre yang memang belum tidur langsung memeluk Zahra layaknya guling.

"Tidurlah, aku janji gak akan ngapa-ngapain kamu selain peluk dan cium hehe."

Dan kata-kata itu cukup membuat Zahra lega Memang Andre tak mau meminta hak nya karena ia tau Zahra belum siap untuk melakukan hal itu.

Mungkin karena rasa lelah Andre pun langsung terlelap sambil memeluk Zahra, sedangkan Zahra yang sulit untuk tidur hanya pura-pura memejamkan mata. Walaupun ia sudah baca doa sebelum tidur dan bersholawat namun tetap tak membuat dirinya ngantuk. Mungkin karena ia belum terbiasa untuk tidur satu ranjang bersama laki-laki lain walaupun laki-laki itu adalah suaminya sendiri.

Sedangkan di tempat yang berbeda, ada seorang wanita yang ngamuk seharian, siapa lagi kalay bukan Alana, istri kedua Andre.

Ia mengamuk karena ia tak bisa menghubungi suaminya sejak tadi siang. Bahkan ia sudah menunggu suaminya dari jam 8 malam karena ia berharap suaminya datang. Nyatanya sampai jam satu malam, hp nya tetap gak aktiv. Dan ia pun juga tak datang dan itu sukses membuat Alana benar-benar marah. Ingin rasanya ia pergi ke rumah Zahra, namun sekuat hati ia berusaha untuk tak ke sana karena jika itu terjadi. Pasti akan ada masalah besar nantinya.