Chereads / Pendekar Mabuk / Chapter 38 - 005.Pendekar Mabuk - Murka Sang Nyai Eps38

Chapter 38 - 005.Pendekar Mabuk - Murka Sang Nyai Eps38

Episode 38

CAHAYA pagi menerobos dedaunan hutan. Pendekar

Mabuk berlari sambil memanggul Perawan Sesat yang

terluka parah karena pukulannya. Pendekar Mabuk

terpaksa berhenti sejenak untuk memeriksa luka dalam

Perawan Sesat itu. Ternyata keadaan bertambah

membahayakan jiwa perempuan yang berambut acak-

acakan itu.

"Perjalanan ini tak bisa dilanjutkan," pikir Suto.

"Bisa-bisa perempuan ini mati sebelum kutemukan

daerah yang bernama Bukit Garinda. Aku harus

berusaha menyembuhkannya dulu. Kalau dia mati, aku

akan kehilangan jejak tentang tempat tinggal kekasihku,

Dyah Sariningrum."

Suto memang tidak tahu bahwa dirinya telah

dikelabui oleh Perawan Sesat. Rasa cinta Suto kepada

seseorang yang bernama Dyah Sariningrum dijadikan

kesempatan melumpuhkan amukan Suto pada saat geger

di Perguruan Merpati Wingit. (Baca serial Pendekar

Mabuk dalam episode: "Perawan Sesat"). Suto Sinting

percaya, bahwa Perawan Sesat diutus oleh gurunya

untuk membawa Suto ke Bukit Garinda, dan gurunya itu

bernama Dyah Sariningrum. Suto memang tak pikir-

pikir lagi begitu mendengar nama Dyah Sariningrum

disebutkan. Bahkan ia sendiri yang mendesak Perawan

Sesat agar segera dibawa ke Bukit Garinda. Karenanya,

walau susah payah ia harus menggendong Perawan Sesat

yang terluka oleh pukulan tabung tuaknya, Suto merasa

masih punya tenaga untuk berlari satu hari satu malam

lagi. Sayang, hal itu tidak bisa ia lanjutkan mengingat

keadaan Perawan Sesat kian bertambah parah.

Sekujur tubuh Perawan Sesat bukan hanya pucat

kebiru-biruan, tapi juga mengeluarkan bintik-bintik

merah dari setiap pori-porinya. Ini yang mencemaskan

Suto. Sebab dia tahu pukulan jurus 'Bumbung Bernyawa'

itu punya akibat sangat buruk bagi orang yang ilmu

tenaga dalamnya tidak terlalu tinggi. Darah bisa

memercik keluar dari pori-pori tubuh, dan orang itu akan

menemui ajal secara mengerikan.

Baru saja Suto Sinting yang berpakaian coklat tua

dengan celana putih itu ingin melakukan penyembuhan

terhadap luka Perawan Sesat, tiba-tiba ia dikejutkan

dengan hembusan angin cepat di arah belakangnya.

Hembusan angin itu dirasakan bukan hembusan angin

sembarangan. Cepat pula Pendekar Mabuk kibaskan

bumbung tuaknya ke belakang sambil putar tubuhnya.

Wuuut...!

"Aahg...!"

Kibasan angin bumbung itu membuat seseorang

bertubuh kurus kering terpental jatuh ke belakang dalam

jarak empat langkah. Orang itu menyeringai memegangi

pinggangnya yang terasa mau patah itu. Ia bangkit

dengan menggeliat sakit dan menggerutu,

"Sial! Begitukah sambutanmu kepada orang yang

tidak memusuhimu, Suto?"

"O, maafkan aku, Peramal Pikun! Kukira kau musuh

yang ingin memukulku dari belakang!"

Peramal Pikun, orang yang sudah berambut uban

merata dengan alis dan jenggotnya pun putih semua,

sedikit terpincang-pincang mendekati Suto. Dari mulut

tuanya masih mengeluarkan gerutuan yang membuat

Pendekar Mabuk jadi tersenyum geli,

"Aku tak pernah membokong musuhku, kecuali

kepepet!"

Peramal Pikun hentikan langkah setelah jaraknya

hanya dua tindak dari Suto. Matanya terkesiap sekejap

ketika memandang sosok tubuh Perawan Sesat yang

dibaringkan oleh Pendekar Mabuk di rerumputan. Kejap

berikutnya orang tua kurus kering itu terkekeh dalam

tawanya, sambil ia lirikkan mata kepada Suto dengan

menggoda,

"He he he... aku tahu, aku tahu! Kau ingin perkosa

gadis ini, bukan? He he he boleh!" Peramal Pikun

manggut-manggut. "Menurut ramalanku, kau akan

berhasil perkosa gadis ini, Suto. Lakukanlah, aku

bersembunyi dulu!"

Cepat tangan Pendekar Mabuk menarik kain

pembalut tubuh Peramal Pikun di bagian pundak. Bett...!

Langkah lelaki tua yang mirip tulang dibungkus kulit itu

jadi berhenti. Wajahnya dipalingkan ke belakang dengan

malu-malu. Suto tersenyum dan berkata,

"Tetaplah di sini! Aku tidak akan perkosa dia. Dia

pingsan. Kalau dia tidak pingsan, mungkin aku yang

akan diperkosanya, atau barangkali kau juga, Pak Tua!"

"Aku...?! O, itu tidak mungkin. Aku sudah tidur

semalaman dengan Perawan Sesat ini dalam sebuah gua,

tapi dia agaknya tidak berminat menikmati tubuh

kurusku ini!"

"Kau sudah bersamanya sebelum ini?"

"Ya. Dia yang desak aku dan ancam aku untuk

menunjukkan di mana dirimu berada. Dia memang ingin

sekali bertemu denganmu. Lalu, kami berpencar, aku ke

utara dan dia ke selatan. Rupanya dia yang beruntung,

bisa bertemu denganmu. Tapi..., oh, ya... kenapa ia

pingsan, Suto?"

"Terkena pukulanku!" jawab Suto sambil membuka

tutup bumbung tuaknya, ia menenggak beberapa teguk

ketika Peramal Pikun bertanya,

"Apakah lukanya parah?"

"Sangat parah. Karena itu aku membutuhkan tempat

untuk menyembuhkan luka-lukanya. Aku tahu, pukulan

itu sebentar lagi akan membuat ia semaput!"

"Lalu, kenapa kau ingin menyembuhkannya?

Bukankah kau yang telah memukulnya dengan sengaja?"

"Ya. Tapi aku waktu itu tidak tahu, bahwa ia akan

membawaku kepada seseorang yang menjadi kekasihku,

yaitu orang yang bernama Dyah Sariningrum!"

Terkesiap mata Peramal Pikun seketika itu juga.

Terperanjat ia dalam kejut tertahan. Ada napas yang

ditariknya satu sentakan. Dan pada saat itu, Suto melihat

ada darah mengalir keluar dari lubang telinga Peramal

Pikun. Keluarnya darah itu pernah dilihat oleh Suto

beberapa waktu yang lalu, ketika, ia menyebutkan nama

Dyah Sariningrum (Baca serial Pendekar Mabuk dalam

episode: "Darah Asmara Gila"). Melihat keanehan itu,

hati Suto jadi bertanya-tanya,

"Mengapa tiap kali kusebutkan nama Dyah

Sariningrum telinga Peramal Pikun itu jadi berdarah?!

Wajahnya pun kulihat terperanjat dan sorot matanya

secepatnya beralih pandang ke arah lain. Dalam indera

penglihatanku, ada rasa takut dan waswas dalam hati

Peramal Pikun jika kusebutkan nama perempuan yang

sangat kurindukan dan ingin kutemui itu. Mengapa ia

begitu? Pasti ada rahasia aneh yang tersimpan dalam

olehnya."

Darah itu hanya menggumpal di tepi lubang telinga

Peramal Pikun. Tapi agaknya Peramal Pikun tidak

menyadari atau memang berpura-pura tidak mengetahui

keluarnya darah kental itu. Bahkan Peramal Pikun segera

alihkan pembicaraan kepada masalah lukanya Perawan

Sesat itu.

"Suto, kalau kau butuh tempat untuk mengobati

perempuan ini, bawalah dia ke pondokku yang kebetulan

tak jauh dari sini!"

"Ada siapa saja di pondokmu itu, Peramal Pikun?"

"Tak ada siapa pun selain diriku!" jawab Peramal

Pikun.

"Baiklah. Tapi sebelum itu aku ingin ajukan satu

pertanyaan tentang kekasihku yang...."

"Ikutilah aku!" potong Peramal Pikun, ia segera

menjejakkan kaki ke tanah dan tubuh kurusnya

melenting di udara, melesat ke arah tikungan jalan. Suto

terkesiap sejenak, lalu bergegas mengangkat tubuh

Perawan Sesat dan membawanya lari menyusul Peramal

Pikun.

Pendekar Mabuk memang sangat penasaran dengan

perempuan cantik idaman hatinya yang ia temukan

dalam semadinya di dalam gua, tempat tinggal gurunya.

Kalau saja waktu ia bersemadi sukmanya tidak dipakai

melayang ke mana-mana, hanya khusus untuk mencari

Pusaka Tuak Setan, mungkin ia tak sempat jumpa

dengan perempuan cantik bernama Dyah Sariningrum.

Tetapi menurut si Gila Tuak, gurunya itu, jika Suto

sempat bertemu dengan perempuan dalam semadinya,

maka perempuan itulah yang kelak menjadi jodoh Suto

dalam waktu yang tak terbatas. Tapi di mana Dyah

Sariningrum berada, sampai saat ini Pendekar Mabuk

belum bisa menemukan tempatnya yang pasti. (Baca

serial Pendekar Mabuk dalam episode: "Pusaka Tuak

Setan").

Satu-satunya orang yang dianggap mampu menjadi

penunjuk jalan untuk menemukan tempat tinggal Dyah

Sariningrum adalah Peramal Pikun. Hanya orang kurus

kering itulah yang menjadi satu-satunya orang yang

dicurigai Suto telah menyimpan rahasia tentang jati diri

kekasih idaman hatinya itu. Tapi agaknya tak mudah

mengorek keterangan dari mulut Peramal Pikun

mengenai Dyah Sariningrum. Karena setelah mereka tiba

di pondok tempat bernaungnya Peramal Pikun, lelaki tua

renta itu langsung mengajaknya bicara mengenai

kesaktian dan kehebatan ilmu-ilmu yang dimiliki

Perawan Sesat itu.

"Aku tahu dia punya guru yang sangat tinggi

ilmunya," kata Peramal Pikun.

"Apakah gurunya itu yang bernama Dyah

Sariningrum?!" pancing Suto, tapi Peramal Pikun tidak

menjawab. Hanya tubuhnya kentara sedikit mengalami

sentakan halus. Kemudian kembali telinganya tampak

mengeluarkan darah tak banyak. Peramal Pikun pun

kembali alihkan bicara,

"Lakukanlah penyembuhan dengan segera, sebelum

nyawa perempuan liar ini melayang. Agaknya dia

memang orang yang kau butuhkan. Dia bisa

membantumu."

"Kau yakin begitu?"

"Tidak," jawab Peramal Pikun sambil keluar dari

pondoknya yang beratap rumbia, yang terletak di tengah

kerimbunan hutan liar.

Malam mulai datang. Cahaya purnama berpendar di

atas memandangi bumi. Sejenak Pendekar Mabuk ingat

janji pertarungannya dengan Manusia Sontoloyo pada

purnama kedua nanti. Tapi untuk sementara ia

kesampingkan dulu tantangan Dirgo Mukti tersebut, ia

masih membutuhkan pemusatan pikiran untuk

penyembuhan luka Perawan Sesat.

Ketika malam semakin kelam, selesai sudah

penyembuhan yang dilakukannya terhadap Perawan

Sesat. Suto tinggal menunggu perempuan itu siuman.

Untuk membuang rasa penat di dalam pondok

berdinding anyaman pandan itu, Suto melangkah keluar.

Ditatapnya Peramal Pikun yang duduk di atas sebuah

batu, lima langkah dari pondoknya, merenung sambil

dongakkan kepala, bak sedang mengamati indahnya

rembulan.

Pendekar Mabuk mendekatinya sambil menenteng

bumbung tuak yang tak pernah jauh dari jangkauannya

itu. Ia duduk di batang pohon kering yang tumbang

miring. Di sana ia teguk tuaknya beberapa kali,

kemudian ia segera ajukan tanya kepada Peramal Pikun,

"Aku ingin sekali mengetahui suatu rahasia yang

amat penting bagi hidupku. Maukah kau menjawabnya?"

Peramal Pikun tidak menjawab, melainkan justru

bertanya, "Bagaimana keadaan Perawan Sesat itu?"

"Sudah membaik. Sebentar waktu dia akan siuman."

"Dia cantik. Kau sepaham dengan pendapatku?"

"Ya. Memang cantik. Tapi jiwanya liar dan buas."

"Itulah yang amat kusayangkan. Barangkali memang

begitulah perangai jati dirinya yang tak bisa dipungkiri

lagi. Sebagai orang tua, aku menaruh rasa kagum

terhadap keberanian dan jiwanya. Dia pemberani dan

tegas, pendiriannya sekeras batu gunung! Tak ada

ruginya punya istri macam dia."

Suto hanya sunggingkan senyum malas. Sepertinya ia

tidak tertarik dengan percakapan itu. Tapi demi

menyenangkan hati si kurus kering itu, Suto tetap

mendengarkan kata-katanya.

"Perempuan itu bukan hanya bisa melindungi dirinya

sendiri, tapi juga akan bisa melindungi suami dan anak-

anaknya kelak. Semangat cintanya pun menggebu-gebu.

Menurut ramalanku, dia seorang perempuan yang

mempunyai kehangatan cinta yang akan berkobar

sepanjang masa."

Sekali lagi Suto sunggingkan senyum dan lontarkan

tawa pendek serta pelan, ia tidak kasih ulasan, sehingga

Peramal Pikun segera ajukan pertanyaan,

"Apa kau tidak tertarik padanya, Suto?"

"Tidak!" jawab Pendekar Mabuk tegas.

"Jangan lihat liarnya, tapi lihatlah hasil akhirnya

nanti!"

Suto makin kekehkan tawa geli. "Aku tak ada minat

sedikit pun untuk jatuh cinta kepada perempuan lain,

kecuali kekasihku yang...."

"Hentikan!" sergah Peramal Pikun dengan wajah

tegang dan bersungguh-sungguh. Bahkan ia cepat berdiri

dengan tutupkan telinga memakai kedua tangannya. Suto

memandang dengan heran. Sebelum lontarkan tanya,

Peramal Pikun sudah lebih dulu bicara,

"Jangan sebut lagi nama itu!"

"Kenapa?"

"Kali ini aku bisa marah jika kau sebutkan nama

orang yang kau rindukan itu!"

"Aku butuh alasan, Peramal Pikun!"

"Tidak ada alasan!"

"Kau membuatku bingung!"

"Tidak perlu bingung! Aku hanya minta, jangan sebut

nama itu. Tak sulit menuruti permintaanku, bukan?!"

Suto menarik napas panjang. Ketegangan yang terjadi

ingin diredakan kembali. Untuk itu Suto tak berani

mendesak Peramal Pikun lagi, dan dia memilih diam

adalah yang terbaik untuk suasana malam itu. Hening

pun menembus hati sanubari mereka masing-masing,

sehingga Peramal Pikun mendahului bicara.

"Sejak kapan kau kenal perempuan yang menjadi

idaman hatimu itu, Suto?"

"Sejak kutemukan dia, Peramal Pikun!" jawab Suto

kalem.

"Di mana kau temukan dia?"

"Di alam semadiku!"

Terkesiap mata Peramal Pikun menatap wajah Suto

dalam cahaya rembulan malam,. Suto diam saja walau

tahu dipandang dalam keheningan. Lama kemudian

Peramal Pikun kembali bertanya,

"Sejauh mana kau bertemu dengan dia di alam

semadimu?"

"Hanya sekadar pertemuan biasa. Dia menangis

memandangiku. Dia sebutkan namanya tiga kali, seakan

mengharap kehadiranku. Dan aku tak sadar, ternyata aku

telah melelehkan air mata darah."

Sekali lagi wajah Peramal Pikun terperanjat

mendengarnya. Mulutnya sedikit ternganga bengong,

seakan tak bisa dipakai bicara.

Pendekar Mabuk tetap tenang, ia meneguk tuaknya

dua kali tegukan, kemudian menghempaskan napas

lewat mulut, pertanda menikmati rasa enak dalam

kecapan rasa tuaknya. Pada saat itulah terdengar suara

Peramal Pikun berkata pelan,

"Barangkali memang kaulah orang yang ditunggu-

tunggunya!"

"Tapi aku tak tahu siapa dia dan di mana dia berada!

Aku tak bisa menemukan arah tempat tinggalnya. Dan

aku yakin, kau pasti banyak tahu tentang dia, Peramal

Pikun. Aku berharap kau mau menolongku

menunjukkan di mana dia tinggal."

Setelah bungkam sejenak, Peramal Pikun ucapkan

kata pelan lagi,

"Aku tak berani, Suto!"

"Maksudmu bagaimana, Peramal Pikun?"

"Aku tak berani tunjukkan di mana dia berada."

"Kenapa?"

"Aku takut dia murka!"

"Murka kepadaku atau kepadamu?"

"Kepadaku!"

"Mengapa di murka?" desak Pendekar Mabuk

semakin penasaran.

"Karena...," Peramal Pikun berhenti bicara, ia melirik

ke kanan-kiri, takut ada yang mencuri dengar

percakapan itu. Dan ternyata dugaannya benar. Memang

ada yang mencuri dengar. Peramal Pikun segera

menjebaknya dengan kata-kata,

"Kalau sudah merasa enak badanmu, keluarlah

Perawan Sesat! Duduklah di sini bersama kami!"

Perawan Sesat sudah sembuh. Badannya terasa lebih

segar dari sebelum ia jatuh terluka parah. Perempuan

berambut acak-acakan lurus berkesan jabrik itu segera

langkahkan kaki keluar dari pondok. Merasa sedikit

malu karena perbuatannya diketahui oleh Peramal Pikun.

Pendekar Mabuk memandang kehadiran Perawan

Sesat yang berpakaian ketat. Dalam cahaya rembulan,

wajah Perawan Sesat semakin cantik, menggairahkan

lelaki. Peramal Pikun terkekeh lirih bagai gumam

melihat kehadiran Perawan Sesat yang kelihatan segar

itu. Walau tak ada senyum di wajahnya, tapi menurut

pandangan dua mata lelaki yang ada di situ, Perawan

Sesat memang bisa membuat pikiran setiap lelaki

menjadi sesat karena daya tariknya. Namun di balik

semua dugaan itu, justru Perawan Sesat dalam hatinya

memuji dan mengagumi wajah tampan yang dimiliki

Suto Sinting itu.

Ada rasa kecewa terselip di hati Suto, karena

kehadiran Perawan Sesat membuat penjelasan rahasia

dari mulut Peramal Pikun itu terputus. Tetapi, Suto yakin

dia akan memperoleh keterangan lebih lanjut setelah

Perawan Sesat pergi tidur. Mungkin setelah hari

melewati pertengahan petang nanti.

"Ada di mana aku ini?" tanya Perawan Sesat.

"Di pondokku," jawab Peramal Pikun.

"Siapa yang membawaku kemari?"

"Aku," jawab Suto tegas dengan pandangan mata

mendebarkan hati. Namun Perawan Sesat tak mau

tunjukkan debaran hatinya, ia tetap berwajah angkuh dan

berkesan dingin.

"Kau telah menyerangku dan membuatku hampir

mati?!"

"Ya!"

"Lalu siapa yang sembuhkan lukaku?"

"Aku juga!"

"Kenapa kau sembuhkan aku?"

"Iseng-iseng saja," jawab Suto dengan santai,

berkesan menyepelekan pertanyaan itu.

Cepat sekali kaki Perawan Sesat berkelebat

menampar pipi Suto. Cepat pula tangan kanan Pendekar

Mabuk berkelebat naik sampai telapak tangannya yang

merapatkan jari itu berhenti di depan pipinya. Kaki yang

sudah meluncur itu membalik sebelum menyentuh

tangan Pendekar Mabuk. Hampir membuat Perawan

Sesat terpelanting jatuh kalau tidak segera ditopang oleh

tangan kurus Peramal Pikun.

"Jangan coba-coba meremehkan aku!" hardiknya

kepada Suto.

"Perawan Sesat, kau ini sudah diselamatkan

nyawamu oleh Suto. Bukannya berterima kasih malah

mengancam!" tukas Peramal Pikun.

Perawan Sesat menuding tegas di depan hidung

Peramal Pikun,

"Kau jangan turut campur urusanku kalau mau punya

umur panjang!"

Peramal Pikun dan Pendekar Mabuk justru terkekeh

geli melihat kegalakan perempuan yang tadi hampir mati

itu. Perawan Sesat menggeram gemas.

*

* *