Episode 38
CAHAYA pagi menerobos dedaunan hutan. Pendekar
Mabuk berlari sambil memanggul Perawan Sesat yang
terluka parah karena pukulannya. Pendekar Mabuk
terpaksa berhenti sejenak untuk memeriksa luka dalam
Perawan Sesat itu. Ternyata keadaan bertambah
membahayakan jiwa perempuan yang berambut acak-
acakan itu.
"Perjalanan ini tak bisa dilanjutkan," pikir Suto.
"Bisa-bisa perempuan ini mati sebelum kutemukan
daerah yang bernama Bukit Garinda. Aku harus
berusaha menyembuhkannya dulu. Kalau dia mati, aku
akan kehilangan jejak tentang tempat tinggal kekasihku,
Dyah Sariningrum."
Suto memang tidak tahu bahwa dirinya telah
dikelabui oleh Perawan Sesat. Rasa cinta Suto kepada
seseorang yang bernama Dyah Sariningrum dijadikan
kesempatan melumpuhkan amukan Suto pada saat geger
di Perguruan Merpati Wingit. (Baca serial Pendekar
Mabuk dalam episode: "Perawan Sesat"). Suto Sinting
percaya, bahwa Perawan Sesat diutus oleh gurunya
untuk membawa Suto ke Bukit Garinda, dan gurunya itu
bernama Dyah Sariningrum. Suto memang tak pikir-
pikir lagi begitu mendengar nama Dyah Sariningrum
disebutkan. Bahkan ia sendiri yang mendesak Perawan
Sesat agar segera dibawa ke Bukit Garinda. Karenanya,
walau susah payah ia harus menggendong Perawan Sesat
yang terluka oleh pukulan tabung tuaknya, Suto merasa
masih punya tenaga untuk berlari satu hari satu malam
lagi. Sayang, hal itu tidak bisa ia lanjutkan mengingat
keadaan Perawan Sesat kian bertambah parah.
Sekujur tubuh Perawan Sesat bukan hanya pucat
kebiru-biruan, tapi juga mengeluarkan bintik-bintik
merah dari setiap pori-porinya. Ini yang mencemaskan
Suto. Sebab dia tahu pukulan jurus 'Bumbung Bernyawa'
itu punya akibat sangat buruk bagi orang yang ilmu
tenaga dalamnya tidak terlalu tinggi. Darah bisa
memercik keluar dari pori-pori tubuh, dan orang itu akan
menemui ajal secara mengerikan.
Baru saja Suto Sinting yang berpakaian coklat tua
dengan celana putih itu ingin melakukan penyembuhan
terhadap luka Perawan Sesat, tiba-tiba ia dikejutkan
dengan hembusan angin cepat di arah belakangnya.
Hembusan angin itu dirasakan bukan hembusan angin
sembarangan. Cepat pula Pendekar Mabuk kibaskan
bumbung tuaknya ke belakang sambil putar tubuhnya.
Wuuut...!
"Aahg...!"
Kibasan angin bumbung itu membuat seseorang
bertubuh kurus kering terpental jatuh ke belakang dalam
jarak empat langkah. Orang itu menyeringai memegangi
pinggangnya yang terasa mau patah itu. Ia bangkit
dengan menggeliat sakit dan menggerutu,
"Sial! Begitukah sambutanmu kepada orang yang
tidak memusuhimu, Suto?"
"O, maafkan aku, Peramal Pikun! Kukira kau musuh
yang ingin memukulku dari belakang!"
Peramal Pikun, orang yang sudah berambut uban
merata dengan alis dan jenggotnya pun putih semua,
sedikit terpincang-pincang mendekati Suto. Dari mulut
tuanya masih mengeluarkan gerutuan yang membuat
Pendekar Mabuk jadi tersenyum geli,
"Aku tak pernah membokong musuhku, kecuali
kepepet!"
Peramal Pikun hentikan langkah setelah jaraknya
hanya dua tindak dari Suto. Matanya terkesiap sekejap
ketika memandang sosok tubuh Perawan Sesat yang
dibaringkan oleh Pendekar Mabuk di rerumputan. Kejap
berikutnya orang tua kurus kering itu terkekeh dalam
tawanya, sambil ia lirikkan mata kepada Suto dengan
menggoda,
"He he he... aku tahu, aku tahu! Kau ingin perkosa
gadis ini, bukan? He he he boleh!" Peramal Pikun
manggut-manggut. "Menurut ramalanku, kau akan
berhasil perkosa gadis ini, Suto. Lakukanlah, aku
bersembunyi dulu!"
Cepat tangan Pendekar Mabuk menarik kain
pembalut tubuh Peramal Pikun di bagian pundak. Bett...!
Langkah lelaki tua yang mirip tulang dibungkus kulit itu
jadi berhenti. Wajahnya dipalingkan ke belakang dengan
malu-malu. Suto tersenyum dan berkata,
"Tetaplah di sini! Aku tidak akan perkosa dia. Dia
pingsan. Kalau dia tidak pingsan, mungkin aku yang
akan diperkosanya, atau barangkali kau juga, Pak Tua!"
"Aku...?! O, itu tidak mungkin. Aku sudah tidur
semalaman dengan Perawan Sesat ini dalam sebuah gua,
tapi dia agaknya tidak berminat menikmati tubuh
kurusku ini!"
"Kau sudah bersamanya sebelum ini?"
"Ya. Dia yang desak aku dan ancam aku untuk
menunjukkan di mana dirimu berada. Dia memang ingin
sekali bertemu denganmu. Lalu, kami berpencar, aku ke
utara dan dia ke selatan. Rupanya dia yang beruntung,
bisa bertemu denganmu. Tapi..., oh, ya... kenapa ia
pingsan, Suto?"
"Terkena pukulanku!" jawab Suto sambil membuka
tutup bumbung tuaknya, ia menenggak beberapa teguk
ketika Peramal Pikun bertanya,
"Apakah lukanya parah?"
"Sangat parah. Karena itu aku membutuhkan tempat
untuk menyembuhkan luka-lukanya. Aku tahu, pukulan
itu sebentar lagi akan membuat ia semaput!"
"Lalu, kenapa kau ingin menyembuhkannya?
Bukankah kau yang telah memukulnya dengan sengaja?"
"Ya. Tapi aku waktu itu tidak tahu, bahwa ia akan
membawaku kepada seseorang yang menjadi kekasihku,
yaitu orang yang bernama Dyah Sariningrum!"
Terkesiap mata Peramal Pikun seketika itu juga.
Terperanjat ia dalam kejut tertahan. Ada napas yang
ditariknya satu sentakan. Dan pada saat itu, Suto melihat
ada darah mengalir keluar dari lubang telinga Peramal
Pikun. Keluarnya darah itu pernah dilihat oleh Suto
beberapa waktu yang lalu, ketika, ia menyebutkan nama
Dyah Sariningrum (Baca serial Pendekar Mabuk dalam
episode: "Darah Asmara Gila"). Melihat keanehan itu,
hati Suto jadi bertanya-tanya,
"Mengapa tiap kali kusebutkan nama Dyah
Sariningrum telinga Peramal Pikun itu jadi berdarah?!
Wajahnya pun kulihat terperanjat dan sorot matanya
secepatnya beralih pandang ke arah lain. Dalam indera
penglihatanku, ada rasa takut dan waswas dalam hati
Peramal Pikun jika kusebutkan nama perempuan yang
sangat kurindukan dan ingin kutemui itu. Mengapa ia
begitu? Pasti ada rahasia aneh yang tersimpan dalam
olehnya."
Darah itu hanya menggumpal di tepi lubang telinga
Peramal Pikun. Tapi agaknya Peramal Pikun tidak
menyadari atau memang berpura-pura tidak mengetahui
keluarnya darah kental itu. Bahkan Peramal Pikun segera
alihkan pembicaraan kepada masalah lukanya Perawan
Sesat itu.
"Suto, kalau kau butuh tempat untuk mengobati
perempuan ini, bawalah dia ke pondokku yang kebetulan
tak jauh dari sini!"
"Ada siapa saja di pondokmu itu, Peramal Pikun?"
"Tak ada siapa pun selain diriku!" jawab Peramal
Pikun.
"Baiklah. Tapi sebelum itu aku ingin ajukan satu
pertanyaan tentang kekasihku yang...."
"Ikutilah aku!" potong Peramal Pikun, ia segera
menjejakkan kaki ke tanah dan tubuh kurusnya
melenting di udara, melesat ke arah tikungan jalan. Suto
terkesiap sejenak, lalu bergegas mengangkat tubuh
Perawan Sesat dan membawanya lari menyusul Peramal
Pikun.
Pendekar Mabuk memang sangat penasaran dengan
perempuan cantik idaman hatinya yang ia temukan
dalam semadinya di dalam gua, tempat tinggal gurunya.
Kalau saja waktu ia bersemadi sukmanya tidak dipakai
melayang ke mana-mana, hanya khusus untuk mencari
Pusaka Tuak Setan, mungkin ia tak sempat jumpa
dengan perempuan cantik bernama Dyah Sariningrum.
Tetapi menurut si Gila Tuak, gurunya itu, jika Suto
sempat bertemu dengan perempuan dalam semadinya,
maka perempuan itulah yang kelak menjadi jodoh Suto
dalam waktu yang tak terbatas. Tapi di mana Dyah
Sariningrum berada, sampai saat ini Pendekar Mabuk
belum bisa menemukan tempatnya yang pasti. (Baca
serial Pendekar Mabuk dalam episode: "Pusaka Tuak
Setan").
Satu-satunya orang yang dianggap mampu menjadi
penunjuk jalan untuk menemukan tempat tinggal Dyah
Sariningrum adalah Peramal Pikun. Hanya orang kurus
kering itulah yang menjadi satu-satunya orang yang
dicurigai Suto telah menyimpan rahasia tentang jati diri
kekasih idaman hatinya itu. Tapi agaknya tak mudah
mengorek keterangan dari mulut Peramal Pikun
mengenai Dyah Sariningrum. Karena setelah mereka tiba
di pondok tempat bernaungnya Peramal Pikun, lelaki tua
renta itu langsung mengajaknya bicara mengenai
kesaktian dan kehebatan ilmu-ilmu yang dimiliki
Perawan Sesat itu.
"Aku tahu dia punya guru yang sangat tinggi
ilmunya," kata Peramal Pikun.
"Apakah gurunya itu yang bernama Dyah
Sariningrum?!" pancing Suto, tapi Peramal Pikun tidak
menjawab. Hanya tubuhnya kentara sedikit mengalami
sentakan halus. Kemudian kembali telinganya tampak
mengeluarkan darah tak banyak. Peramal Pikun pun
kembali alihkan bicara,
"Lakukanlah penyembuhan dengan segera, sebelum
nyawa perempuan liar ini melayang. Agaknya dia
memang orang yang kau butuhkan. Dia bisa
membantumu."
"Kau yakin begitu?"
"Tidak," jawab Peramal Pikun sambil keluar dari
pondoknya yang beratap rumbia, yang terletak di tengah
kerimbunan hutan liar.
Malam mulai datang. Cahaya purnama berpendar di
atas memandangi bumi. Sejenak Pendekar Mabuk ingat
janji pertarungannya dengan Manusia Sontoloyo pada
purnama kedua nanti. Tapi untuk sementara ia
kesampingkan dulu tantangan Dirgo Mukti tersebut, ia
masih membutuhkan pemusatan pikiran untuk
penyembuhan luka Perawan Sesat.
Ketika malam semakin kelam, selesai sudah
penyembuhan yang dilakukannya terhadap Perawan
Sesat. Suto tinggal menunggu perempuan itu siuman.
Untuk membuang rasa penat di dalam pondok
berdinding anyaman pandan itu, Suto melangkah keluar.
Ditatapnya Peramal Pikun yang duduk di atas sebuah
batu, lima langkah dari pondoknya, merenung sambil
dongakkan kepala, bak sedang mengamati indahnya
rembulan.
Pendekar Mabuk mendekatinya sambil menenteng
bumbung tuak yang tak pernah jauh dari jangkauannya
itu. Ia duduk di batang pohon kering yang tumbang
miring. Di sana ia teguk tuaknya beberapa kali,
kemudian ia segera ajukan tanya kepada Peramal Pikun,
"Aku ingin sekali mengetahui suatu rahasia yang
amat penting bagi hidupku. Maukah kau menjawabnya?"
Peramal Pikun tidak menjawab, melainkan justru
bertanya, "Bagaimana keadaan Perawan Sesat itu?"
"Sudah membaik. Sebentar waktu dia akan siuman."
"Dia cantik. Kau sepaham dengan pendapatku?"
"Ya. Memang cantik. Tapi jiwanya liar dan buas."
"Itulah yang amat kusayangkan. Barangkali memang
begitulah perangai jati dirinya yang tak bisa dipungkiri
lagi. Sebagai orang tua, aku menaruh rasa kagum
terhadap keberanian dan jiwanya. Dia pemberani dan
tegas, pendiriannya sekeras batu gunung! Tak ada
ruginya punya istri macam dia."
Suto hanya sunggingkan senyum malas. Sepertinya ia
tidak tertarik dengan percakapan itu. Tapi demi
menyenangkan hati si kurus kering itu, Suto tetap
mendengarkan kata-katanya.
"Perempuan itu bukan hanya bisa melindungi dirinya
sendiri, tapi juga akan bisa melindungi suami dan anak-
anaknya kelak. Semangat cintanya pun menggebu-gebu.
Menurut ramalanku, dia seorang perempuan yang
mempunyai kehangatan cinta yang akan berkobar
sepanjang masa."
Sekali lagi Suto sunggingkan senyum dan lontarkan
tawa pendek serta pelan, ia tidak kasih ulasan, sehingga
Peramal Pikun segera ajukan pertanyaan,
"Apa kau tidak tertarik padanya, Suto?"
"Tidak!" jawab Pendekar Mabuk tegas.
"Jangan lihat liarnya, tapi lihatlah hasil akhirnya
nanti!"
Suto makin kekehkan tawa geli. "Aku tak ada minat
sedikit pun untuk jatuh cinta kepada perempuan lain,
kecuali kekasihku yang...."
"Hentikan!" sergah Peramal Pikun dengan wajah
tegang dan bersungguh-sungguh. Bahkan ia cepat berdiri
dengan tutupkan telinga memakai kedua tangannya. Suto
memandang dengan heran. Sebelum lontarkan tanya,
Peramal Pikun sudah lebih dulu bicara,
"Jangan sebut lagi nama itu!"
"Kenapa?"
"Kali ini aku bisa marah jika kau sebutkan nama
orang yang kau rindukan itu!"
"Aku butuh alasan, Peramal Pikun!"
"Tidak ada alasan!"
"Kau membuatku bingung!"
"Tidak perlu bingung! Aku hanya minta, jangan sebut
nama itu. Tak sulit menuruti permintaanku, bukan?!"
Suto menarik napas panjang. Ketegangan yang terjadi
ingin diredakan kembali. Untuk itu Suto tak berani
mendesak Peramal Pikun lagi, dan dia memilih diam
adalah yang terbaik untuk suasana malam itu. Hening
pun menembus hati sanubari mereka masing-masing,
sehingga Peramal Pikun mendahului bicara.
"Sejak kapan kau kenal perempuan yang menjadi
idaman hatimu itu, Suto?"
"Sejak kutemukan dia, Peramal Pikun!" jawab Suto
kalem.
"Di mana kau temukan dia?"
"Di alam semadiku!"
Terkesiap mata Peramal Pikun menatap wajah Suto
dalam cahaya rembulan malam,. Suto diam saja walau
tahu dipandang dalam keheningan. Lama kemudian
Peramal Pikun kembali bertanya,
"Sejauh mana kau bertemu dengan dia di alam
semadimu?"
"Hanya sekadar pertemuan biasa. Dia menangis
memandangiku. Dia sebutkan namanya tiga kali, seakan
mengharap kehadiranku. Dan aku tak sadar, ternyata aku
telah melelehkan air mata darah."
Sekali lagi wajah Peramal Pikun terperanjat
mendengarnya. Mulutnya sedikit ternganga bengong,
seakan tak bisa dipakai bicara.
Pendekar Mabuk tetap tenang, ia meneguk tuaknya
dua kali tegukan, kemudian menghempaskan napas
lewat mulut, pertanda menikmati rasa enak dalam
kecapan rasa tuaknya. Pada saat itulah terdengar suara
Peramal Pikun berkata pelan,
"Barangkali memang kaulah orang yang ditunggu-
tunggunya!"
"Tapi aku tak tahu siapa dia dan di mana dia berada!
Aku tak bisa menemukan arah tempat tinggalnya. Dan
aku yakin, kau pasti banyak tahu tentang dia, Peramal
Pikun. Aku berharap kau mau menolongku
menunjukkan di mana dia tinggal."
Setelah bungkam sejenak, Peramal Pikun ucapkan
kata pelan lagi,
"Aku tak berani, Suto!"
"Maksudmu bagaimana, Peramal Pikun?"
"Aku tak berani tunjukkan di mana dia berada."
"Kenapa?"
"Aku takut dia murka!"
"Murka kepadaku atau kepadamu?"
"Kepadaku!"
"Mengapa di murka?" desak Pendekar Mabuk
semakin penasaran.
"Karena...," Peramal Pikun berhenti bicara, ia melirik
ke kanan-kiri, takut ada yang mencuri dengar
percakapan itu. Dan ternyata dugaannya benar. Memang
ada yang mencuri dengar. Peramal Pikun segera
menjebaknya dengan kata-kata,
"Kalau sudah merasa enak badanmu, keluarlah
Perawan Sesat! Duduklah di sini bersama kami!"
Perawan Sesat sudah sembuh. Badannya terasa lebih
segar dari sebelum ia jatuh terluka parah. Perempuan
berambut acak-acakan lurus berkesan jabrik itu segera
langkahkan kaki keluar dari pondok. Merasa sedikit
malu karena perbuatannya diketahui oleh Peramal Pikun.
Pendekar Mabuk memandang kehadiran Perawan
Sesat yang berpakaian ketat. Dalam cahaya rembulan,
wajah Perawan Sesat semakin cantik, menggairahkan
lelaki. Peramal Pikun terkekeh lirih bagai gumam
melihat kehadiran Perawan Sesat yang kelihatan segar
itu. Walau tak ada senyum di wajahnya, tapi menurut
pandangan dua mata lelaki yang ada di situ, Perawan
Sesat memang bisa membuat pikiran setiap lelaki
menjadi sesat karena daya tariknya. Namun di balik
semua dugaan itu, justru Perawan Sesat dalam hatinya
memuji dan mengagumi wajah tampan yang dimiliki
Suto Sinting itu.
Ada rasa kecewa terselip di hati Suto, karena
kehadiran Perawan Sesat membuat penjelasan rahasia
dari mulut Peramal Pikun itu terputus. Tetapi, Suto yakin
dia akan memperoleh keterangan lebih lanjut setelah
Perawan Sesat pergi tidur. Mungkin setelah hari
melewati pertengahan petang nanti.
"Ada di mana aku ini?" tanya Perawan Sesat.
"Di pondokku," jawab Peramal Pikun.
"Siapa yang membawaku kemari?"
"Aku," jawab Suto tegas dengan pandangan mata
mendebarkan hati. Namun Perawan Sesat tak mau
tunjukkan debaran hatinya, ia tetap berwajah angkuh dan
berkesan dingin.
"Kau telah menyerangku dan membuatku hampir
mati?!"
"Ya!"
"Lalu siapa yang sembuhkan lukaku?"
"Aku juga!"
"Kenapa kau sembuhkan aku?"
"Iseng-iseng saja," jawab Suto dengan santai,
berkesan menyepelekan pertanyaan itu.
Cepat sekali kaki Perawan Sesat berkelebat
menampar pipi Suto. Cepat pula tangan kanan Pendekar
Mabuk berkelebat naik sampai telapak tangannya yang
merapatkan jari itu berhenti di depan pipinya. Kaki yang
sudah meluncur itu membalik sebelum menyentuh
tangan Pendekar Mabuk. Hampir membuat Perawan
Sesat terpelanting jatuh kalau tidak segera ditopang oleh
tangan kurus Peramal Pikun.
"Jangan coba-coba meremehkan aku!" hardiknya
kepada Suto.
"Perawan Sesat, kau ini sudah diselamatkan
nyawamu oleh Suto. Bukannya berterima kasih malah
mengancam!" tukas Peramal Pikun.
Perawan Sesat menuding tegas di depan hidung
Peramal Pikun,
"Kau jangan turut campur urusanku kalau mau punya
umur panjang!"
Peramal Pikun dan Pendekar Mabuk justru terkekeh
geli melihat kegalakan perempuan yang tadi hampir mati
itu. Perawan Sesat menggeram gemas.
*
* *