Episode 40
TANGAN Perawan Sesat hendak mencabut senjata
rahasia berbentuk bintang segi enam. Tapi dengan cepat
kaki Pendekar Mabuk menendang tangan Perawan Sesat.
Plakk...! Cepat sekali Perawan Sesat menarik tangannya
kembali, tapi gerakan itu terlambat. Mata liar Perawan
Sesat memandang lurus ke arah Suto yang bermata sayu.
"Apa maksudmu menendang tanganku?!" geram
Perawan Sesat.
"Senjata itu beracun. Hanya pemiliknya yang bisa
memegang dan tidak terkena racunnya!"
"Aku lebih tahu daripada kau, Suto!" sentak Perawan
Sesat. "Senjata bintang persegi enam seperti itu adalah
senjata milik temanku sendiri. Itu senjatanya Putri Alam
Baka! Senjata itu tidak beracun dan tidak berbahaya.
Hanya sebagai senjata peluka saja, Suto!"
"Lantas mengapa daun-daun pohon ini menjadi layu
semua. Lihatlah ke atas! He he he...!"
Terkesiap mata Perawan Sesat setelah memandang ke
atas. Daun-daun pohon itu benar-benar menjadi layu
berkeriput. Bahkan sebagian besar langsung berubah
menjadi kuning. Dalam hati Perawan Sesat membatin,
"Gila! Apa yang dikatakannya memang benar. Senjata
itu memang beracun. Jika begitu, senjata itu pasti bukan
milik Putri Alam Baka. Setahuku, senjata Putri Alam
Baka tidak beracun! Dan lagi, jika benar senjata itu milik
Putri Alam Baka, dengan maksud apa ia menyerangku
menggunakan senjata berbahaya itu?"
Sebelum Perawan Sesat ucapkan kata, Suto lebih dulu
bertanya, "Apakah kau yakin bahwa kedua senjata itu
milik temanmu?"
"Aku jadi sangsi. Aku tak bisa mengenalinya.
Seingatku, senjata milik Putri Alam Baka mempunyai
goresan gambar panah cakra pada bagian sisi
pinggirnya."
Perawan Sesat mencoba mengamat-amati kedua
senjata itu, tapi ia merasa kesulitan mengenalinya,
karena kedua senjata itu melesak masuk ke batang pohon
hampir seluruhnya. Tinggal sedikit sisa yang terlihat
belum masuk ke batang pohon. Perawan Sesat kembali
berkata dalam hatinya,
"Aku jadi sangsi juga, apakah senjata ini berbentuk
bintang segi enam atau segi berapa? Jika melihat ukuran
runcing pada bagian yang tak masuk ke dalam batang,
kelihatannya bintang segi enam. Tapi siapa tahu dia
bersegi lima atau delapan?"
"Minggirlah, Perawan Sesat. Biar kukeluarkan senjata
itu dari batang pohon!" kata Pendekar Mabuk lalu ia
tersentak satu kali karena cegukan. Kejap berikutnya ia
sentakkan tabung bambunya itu ke batang pohon dengan
pelan. Dugh...! Hhrrr...! Daun-daun pun rontok banyak
akibat sodokan bambu tabung itu. Jika bukan dialiri
tenaga dalam cukup besar, tak mungkin pohon sebesar
itu terguncang dan daunnya berguguran hanya dengan
gerakan sepelan itu. Perawan Sesat menyimpan kagum
sambil mengibaskan tangannya menghindari rontokan
daun di kepala.
Sodokan itu membuat dua senjata berbentuk
lempengan bintang dari logam baja putih itu tersentak
keluar dari batang pohon, jatuh tepat di kaki pohon
depan yang tak berumput. Perawan Sesat pun segera
menghampiri dan memeriksanya dengan sebatang
ranting kayu kering. Dan ternyata kedua senjata itu
memang mempunyai goresan gambar panah cakra.
"Hmmm... jelas ini milik Sumbi, atau Putri Alam
Baka!" gumam Perawan Sesat tanpa memandang Suto.
"Apa benar itu milik temanmu?"
Perawan Sesat menjawab jujur, "Ya. Ini milik
temanku."
"Apa temanmu itu suka memakai baju kuning?"
"Ya. Dari mana kau tahu?" Perawan Sesat kerutkan
dahinya.
Suto tertawa dalam tawa mabuk, ia segera garuk-
garuk kepalanya sambil berkata, "Sebentar lagi ia akan
muncul!"
Tiba-tiba Suto bergerak cepat memutar dan kakinya
menendang pohon yang tadi terkena senjata bintang itu.
Duugh...!
Pohon tidak bergerak, seperti kena tendangan tanpa
tenaga sedikit pun. Bahkan satu daun pun tak ada yang
jatuh, padahal daun pohon itu telah layu. Perawan Sesat
juga merasa heran melihat tendangan cepat Pendekar
Mabuk itu tidak mengguncangkan daun pohon sedikit
pun.
Tetapi kejap berikutnya empat pohon yang berjejeran
sederet dengan pohon yang ditendangnya itu mulai
tergucang bagai dihembus badai. Perawan Sesat
terkesima melihat pohon yang keempat dari jajaran
pohon itu saja yang berguncang kuat, hingga dahan-
dahannya meliuk terombang-ambing. Dan dari atas
pohon berdaun rimbun itu melesatlah dua sosok manusia
turun dalam gerakan bersalto satu kali. Wuuus...!
Wussh...!
Jleg...! Jleg...!
Dua sosok manusia mendaratkan kakinya dengan
tepat di depan Perawan Sesat dalam jarak lima langkah.
Perawan Sesat kembali terkesiap melihat kemunculan
dua perempuan yang sudah dikenalnya. Untuk sesaat
mereka beradu pandang dalam wajah tegang. Pada saat
itu Perawan Sesat sempat berkata dalam hati mengenai
tendangan Suto tadi, "Luar biasa dia menyalurkan tenaga
dalamnya. Pohon yang ditendang tetap tenang, pohon
keempatnya yang terkena sasaran! Jelas hal itu jurus
penyaluran tenaga dalam yang sangat tinggi!"
Perawan Sesat cepat singkirkan bayangan tendangan
Pendekar Mabuk tadi dari otaknya, kembali ia curahkan
perhatian pada kedua perempuan yang masing-masing
mengenakan pakaian ketat merah dan kuning. Bentuk
potongan pakaiannya sama dengan bentuk potongan
pakaian yang dikenakan Perawan Sesat. Hanya berbeda
pada warnanya saja.
Potongan pakaian yang sama menunjukkan bahwa
mereka berasal dari satu perguruan.
Yang berpakaian merah dengan baju tanpa lengan
dan belahan dada sedikit terbuka lebar adalah Maharani.
Rambutnya dikepang dua, ditaruh di depan dada. Di
tangannya tergenggam sebuah kipas warna merah
berbunga-bunga hitam. Perawan Sesat kenal betul,
bahwa Maharani mempunyai tingkat ilmu yang setaraf
dengannya. Maharani juga sering menjadi utusan bagi
Nyai Lembah Asmara.
Perempuan satunya lagi mempunyai rambut dikepang
satu. Cukup panjang rambutnya itu hingga bisa melilit di
sekitar leher, sisanya jatuh di depan dada kanan.
Perempuan berkepang satu itu mengenakan ikat
pinggang tali merah. Di sana terselip sebatang bambu
kuning berukuran satu hasta. Bambu itu adalah seruling
berlilit pita merah di bagian ujung tempat meniupnya.
Perempuan yang mempunyai senjata seruling itulah yang
bernama Sumbi, alias Putri Alam Baka. Tingkat ilmunya
lebih tinggi satu tingkat dari Perawan Sesat ataupun
Maharani. Selain sering menjadi utusan bagi Nyai
Lembah Asmara, Putri Alam Baka juga merupakan
orang kepercayaan Nyai Lembah Asmara yang menjadi
wakil tertinggi dan dikenal sebagai orang kedua di Bukit
Garinda.
Jelas Perawan Sesat sedikit gentar melihat Putri Alam
Baka sampai turun tangan dan menyerangnya dari
tempat persembunyian. Cara memandangnya pun
tampak bermusuhan. Perawan Sesat semakin curiga dan
waswas. Sekalipun Putri Alam Baka adalah teman
sendiri, tetapi tingkat perbedaan ilmu dan kedudukan,
membuat Perawan Sesat merasa sungkan kepada Putri
Alam Baka. Karena itu, kehadiran Putri Alam Baka
membuat Perawan Sesat ajukan tanya,
"Sepenting apakah keperluanmu hingga datang
menemuiku, Sumbi?"
"Sejak keberangkatanmu, kami memang sudah
membuntuti!" jawab Putri Alam Baka. Tak ada senyum
di bibirnya. Sikapnya pun kelihatan dingin. Dalam
keadaan rambut lebih rapi, Putri Alam Baka dan
Maharani tampak lebih cantik dari Perawan Sesat.
Tetapi kecantikan itu tidak membuat Pendekar
Mabuk tertarik, ia bahkan bersikap sebagai pendengar
dan penonton yang baik. Ia duduk di tanah yang sedikit
lebih tinggi, punggungnya bersandarkan batang pohon,
sambil sesekali menenggak tuak.
Perawan Sesat merasa heran mendengar dirinya
diikuti oleh Maharani dan Sumbi sejak
keberangkatannya dari Bukit Garinda. Tentang
bagaimana cara mereka menguntit hingga tidak
diketahui gerakannya, bukan hal yang dipikirkan
Perawan Sesat, karena ia merasa mampu melakukan
penguntitan tanpa suara. Tapi apa sebab mereka
menguntitnya, itu yang menjadi pikiran Perawan Sesat.
Mengapa mereka harus menguntitnya? Mengapa seorang
wakil Nyai Lembah Asmara sampai turun tangan dan
mau menjadi penguntit? Pasti ada sesuatu yang tak lazim
menurut dugaan Perawan Sesat.
Lalu, hal itu pun ditanyakan oleh Perawan Sesat
dengan nada tetap tegas dan berkesan angker,
"Untuk apa kalian mengikutiku sejak dari
keberangkatan?"
"Nyai menugaskannya!" jawab Putri Alam Baka
dengan sikap berdiri tegap dengan kedua kaki tegak
sedikit merenggang.
"Untuk apa Nyai menugaskan kalian?"
"Kecurigaan, menjaga kewaspadaan, sekaligus
memberikan perlindungan padamu, Perawan Sesat!"
"Omong kosong!" sentak Perawan Sesat
menyanggah. "Buktinya kalian tidak muncul saat lelaki
itu menyerangku di Perguruan Merpati Wingit!" sambil
Perawan Sesat menuding Suto Sinting.
"Ketika kami hendak turun tangan, pemuda tampan
itu sudah lebih dulu membawamu pergi," jawab Putri
Alam Baka lebih berkesan kalem dan berwibawa.
Perawan Sesat melirik Suto sesaat. Pendekar tampan
itu hanya senyum-senyum saja memandang perdebatan
tersebut. Sesekali badannya tersentak karena cegukan.
Tapi agaknya ia sengaja tidak mau ikut campur urusan
ketiga perempuan itu.
Kembali mata Perawan Sesat memandang Maharani
dan Putri Alam Baka, setelah ia mendengar suara
Maharani yang kecil itu berkata,
"Kurasa kau salah arah, Rukmi. Bukit Garinda ada di
sebelah barat, mengapa kau membawa lari pemuda itu ke
arah timur?"
"Itu urusanku, Maharani!"
"Tugas kami adalah meluruskan jalanmu, Rukmi,"
kata Maharani dengan memanggil nama asli Perawan
Sesat.
Putri Alam Baka segera berkata pula, "Aku
menangkap adanya pengkhianatan tugas dalam hal ini!
Pasti kau akan menguasai pemuda itu dan tidak akan
menyerahkannya kepada Nyai Lembah Asmara!"
"Itu pun urusanku, Sumbi!" kata Perawan Sesat
dengan tetap perlihatkan ketegasannya dalam bersikap.
Sambungnya lagi
"Susah payah kucari dan kutemukan pemuda itu,
mengapa ia harus kuserahkan pada perempuan lain,
hah?! Lihatlah sendiri, betapa tampan dan
menggairahkan Suto tanpa pusar itu? Lihatlah...!
Haruskah aku serahkan pemuda setampan itu, kepada
orang lain?!"
Mata kedua teman Perawan Sesat itu melirik ke arah
Pendekar Mabuk. Yang dilirik justru memperlebarkan
senyum sambil melambai kecil penuh goda. Putri Alam
Baka cepat palingkan wajah, memandang ke arah
Perawan Sesat. Tapi Maharani masih menikmati
ketampanan yang begitu mengagumkan hatinya. Tak
sadar hatinya berdebar-debar.
Perawan Sesat berkata lagi, "Kalian pikir aku
perempuan bodoh yang tidak bisa membedakan, mana
lelaki mahal mana lelaki murahan?! Kupertaruhkan
nyawaku untuk mendapatkan dia, wajar kan kalau
sekarang aku memilikinya?"
"Tapi kau mengemban tugas, Perawan Sesat! Kita
selalu dididik untuk tidak mengutamakan kepentingan
pribadi dalam menunaikan tugas dari Nyai!"
"Ya. Lantas siapa yang bisa memenuhi kebutuhan
pribadi kita? Nyai...?! Apakah beliau sanggup memenuhi
kebutuhan pribadi kita, jika pribadi kita menghendaki
seorang kekasih seperti pemuda itu?!"
"Rukmi...!" sentak Maharani. "Jelasnya kau akan
melakukan pembangkangan terhadap perintah nyai kita!"
"Aku hanya menuntut hakku dan perasaanku! Aku
suka pada Suto Sinting itu!"
"Sudah lama kita berteman, Rukmi," ucap Putri Alam
Baka dengan nada rendah dan lebih berkesan tenang dari
Maharani. Lalu ia berkata lagi,
"Jangan sampai aku mengambil tindakan tegas
untukmu. Jangan sampai aku menjatuhkan hukuman
berat untuk teman sendiri, Rukmi. Kuingatkan, jaga
nafsumu. Serahkan Suto kepada Nyai Lembah Asmara
sesuai tugasmu. Kurasa Nyai Ratu punya kebijaksanaan
tersendiri untuk dirimu, Perawan Sesat!"
"Aku tetap tidak akan menyerahkan Pendekar Mabuk
kepada Nyai!"
"Kalau begitu kau menghendaki kami menghajarmu,
Rukmi!" sentak Maharani lagi sambil hentikan gerakan
tangan yang sejak tadi mengipas-ngipas di depan
dadanya yang sekal itu.
Mendengar gertakan itu, Perawan Sesat
menyunggingkan senyum sinis meremehkan, ia berkata,
"Apa pun tindakan yang akan kau ambil, aku sudah
siap menghadapinya, Maharani! Kalian boleh paksa aku
dengan cara apa pun. Tapi aku tetap tidak akan
menyerahkan Suto ke tangan Nyai!"
Terdengar ucapan pelan bernada sinis dari Maharani
kepada Putri Alam Baka.
"Ternyata apa yang dikhawatirkan Nyai Lembah
Asmara memang benar-benar terjadi, Sumbi! Perawan
Sesat melakukan pembangkangan!"
"Cuih...!" Perawan Sesat meludah dengan benci.
"Kau memang layak mendapat julukan penjilat kotor,
Maharani! Sejak dulu kau selalu menjadi penjilat agar
mendapat perhatian dari Nyai Lembah Asmara!"
"Itu urusanku, Rukmi!" jawab Maharani menirukan
jawaban Perawan Sesat tadi. Kini ia maju dua langkah,
berada lebih depan dari Putri Alam Baka. Rupanya ia
ambil alih sendiri perkara itu, sehingga Putri Alam Baka
mundur satu tindak.
"Perawan Sesat!" geramnya dengan mata menyipit
tajam. "Jika kau bersikeras untuk tidak menyerahkan
pemuda itu kepada Nyai Lembah Asmara, kau harus
melangkahi mayatku dulu!"
"Aku tak keberatan!" jawab Perawan Sesat. "Seribu
mayat dirimu akan kulangkahi dalam sekejap,
Maharani!"
"Cabut pedangmu!" sentak Maharani sambil ia mulai
pasang kuda-kuda untuk menyerang.
Perawan Sesat melangkah pelan ke kiri, kembali lagi
ke kanan sambil matanya melirik ke arah Maharani
dengan senyum meremehkan.
"Pedangku tak akan kucabut! Karena untuk
membuatmu menjadi mayat cukup menggunakan
kelingkingku, Maharani!"
"Mulut sombong busuk!" geram Maharani, kemudian
ia kibaskan kipasnya dari kiri ke kanan dalam keadaan
terbuka dan miring. Wuuus...!
Tenaga dalam bagaikan ditebarkan dalam gerakan
cepat, melesat ke arah Perawan Sesat. Dengan lincah
perempuan berambut acak-acakan itu sentakkan ujung
jempol kakinya ke tanah dan tubuhnya melesat naik ke
atas sambil ia sentakkan pula tangan kirinya ke depan.
Wuugh...!
Tenaga dalam dari kipas mengenai tempat kosong.
Sementara itu tenaga dalam dari tangan Perawan Sesat
menghempas ke wajah perempuan berkelabang dua.
Dengan gerakan cepat Maharani menutup wajah dengan
cara bentangkan kipasnya di depan mata. Brett...!
Begggh...!
Pukulan tenaga dalam Perawan Sesat bagai
menghantam lereng sebuah gunung. Hempasannya
membalik ke arah Perawan Sesat, tapi ketika itu Perawan
Sesat sudah pijakkan kakinya ke tanah, sehingga yang
menjadi sasaran adalah dahan pohon yang segera retak
dan jatuh berdebum dalam jarak dua langkah dari tempat
duduk Pendekar Mabuk.
Brruk...! Suto tersentak kaget, namun tak ada kata
yang keluar dari mulut Suto selain suara cegukan. Di
dalam hatinya Suto berkata,
"Kurasa Perawan Sesat akan tumbang di tangan salah
satu dari kedua perempuan lawannya itu. Bila Perawan
Sesat tak mampu menghadapi dua lawannya, bisa-bisa
aku tak jadi ditemukan dengan Dyah Sariningrum. Tapi,
haruskah aku ikut campur tangan dalam urusan mereka?
Atau sebaliknya kutinggal pergi saja?"
Dugaan Pendekar Mabuk itu ternyata benar. Dalam
satu kesempatan Putri Alam Baka tahu-tahu menyerang
Perawan Sesat yang sedang menghadapi Maharani.
Sungguh di luar dugaan Perawan Sesat, bahwa Putri
Alam Baka sampai hati melawan teman dengan
menggunakan seruling pusakanya. Seruling itu
disentakkan dari jarak jauh. Lubang di bagian ujung
bawah seruling mengeluarkan cahaya biru berkilap bagai
lidah-lidah petir.
Dalam sekejap, tubuh Perawan Sesat bagaikan
dikurung oleh kilauan-kilauan cahaya biru yang
berbentuk mirip ranting-ranting pohon. Perawan Sesat
terjerat. Tubuhnya mengeras dan akhirnya jatuh
berdebum ke tanah. Ketika kilatan-kilatan cahaya biru
itu berhenti mengelilingi tubuhnya, Perawan Sesat
berusaha bangkit dalam keadaan mulut berdarah dan
kulit mengelupas kecil-kecil.
"Habiskan saja dia, Maharani!" perintah Putri Alam
Baka.
Maka, perempuan berbaju merah itu menutupkan
kipasnya dan menebaskan kipas itu ke depan. Cahaya
merah menyembur bagai semburan dari dasar gunung
berapi. Woos...! Bukan tak mungkin tubuh Perawan
Sesat akan terbakar habis oleh jurus maut itu.
Tetapi, pada saat itu jari telunjuk Pendekar Mabuk
melakukan gerakan menyentil dari depan lututnya.
Tuus...! Tak ada yang melihat gerakan jari menyentil itu.
Tetapi ternyata jurus 'Jari Guntur' itu telah membuat
tubuh Maharani terpental keras bagai ditendang kuda.
Mulutnya sampai memperdengarkan suara, "Heeegh...!"
Dan tubuhnya segera melayang ke belakang, jatuh dalam
jarak tiga langkah di samping Perawan Sesat.
Tentu saja jatuhnya Maharani membuat Putri Alam
Baka menjadi tercengang kaget, ia menyangka kekuatan
tenaga dalam itu datang dari tubuh Perawan Sesat.
Maka, dengan semangat membunuh lebih menyala-nyala
lagi, Putri Alam Baka segera sentakkan tangan kanannya
dengan telapak tangan terbuka, ia bagai mendorong
sesuatu dari samping ke depan dengan keras. Pukulan
jarak jauh itu akan menghancurkan kepala Perawan
Sesat yang sudah tak berdaya itu.
Tetapi, Suto segera melakukan gerakan kecil. Jempol
tangannya dirapatkan dengan jari telunjuk. Lalu, ia
sentakkan kedua jari itu seperti memanggil ayam atau
burung, triik...!
Gerakan tangan Putri Alam Baka hampir mencapai
ujungnya, tahu-tahu kedua kakinya bagai ada yang
menyepak dari belakang. Wuus...! Kedua kaki itu
terangkat kuat-kuat, tubuh Putri Alam Baka terpelanting
jatuh. Bruuk...!
Pukulan pamungkasnya tidak jadi dilancarkan. Tetapi
pada saat itu, Suto menangkap kelebatan sosok tubuh
yang menyambar Perawan Sesat. Wesss...! Cepat sekali
gerakannya. Tahu-tahu orang tersebut telah
menggendong tubuh Perawan Sesat di pundak kirinya,
berdiri agak jauh dari kedua lawan, juga agak jauh dari
Suto sendiri. Melihat keadaan tubuh orang yang baru
datang berbadan kurus kering, tak salah lagi penglihatan
Suto, bahwa orang itu adalah Peramal Pikun.
"Suto, uruslah kedua perempuan itu! Aku akan
membawa Perawan Sesat ke pondokku. Dia terluka
parah!"
"Hei...!" Suto hanya bisa memanggil tak bisa berkata
apa pun karena Peramal Pikun segera melesat pergi
meninggalkan tempat itu.
"Kejar...!" perintah Putri Alam Baka kepada
Maharani.
Tapi sebelum Maharani bergerak mengejar, Suto
melentingkan tubuh ke udara dengan menggunakan
tumitnya untuk menjejak tanah. Dalam satu gerakan
jungkir balik, Pendekar Mabuk sudah berada di depan
Maharani. Ia terkekeh-kekeh dengan suara sumbang.
"Tak perlu dikejar. Ada baiknya kalau kalian segera
bawa aku menghadap nyaimu itu. Aku sendiri ingin
segera bertemu!" kata Pendekar Mabuk kemudian karena
ia menyangka nyai mereka adalah Dyah Sariningrum.
*
* *