Chereads / Pendekar Mabuk / Chapter 40 - 005.Pendekar Mabuk - Murka Sang Nyai Eps40

Chapter 40 - 005.Pendekar Mabuk - Murka Sang Nyai Eps40

Episode 40

TANGAN Perawan Sesat hendak mencabut senjata

rahasia berbentuk bintang segi enam. Tapi dengan cepat

kaki Pendekar Mabuk menendang tangan Perawan Sesat.

Plakk...! Cepat sekali Perawan Sesat menarik tangannya

kembali, tapi gerakan itu terlambat. Mata liar Perawan

Sesat memandang lurus ke arah Suto yang bermata sayu.

"Apa maksudmu menendang tanganku?!" geram

Perawan Sesat.

"Senjata itu beracun. Hanya pemiliknya yang bisa

memegang dan tidak terkena racunnya!"

"Aku lebih tahu daripada kau, Suto!" sentak Perawan

Sesat. "Senjata bintang persegi enam seperti itu adalah

senjata milik temanku sendiri. Itu senjatanya Putri Alam

Baka! Senjata itu tidak beracun dan tidak berbahaya.

Hanya sebagai senjata peluka saja, Suto!"

"Lantas mengapa daun-daun pohon ini menjadi layu

semua. Lihatlah ke atas! He he he...!"

Terkesiap mata Perawan Sesat setelah memandang ke

atas. Daun-daun pohon itu benar-benar menjadi layu

berkeriput. Bahkan sebagian besar langsung berubah

menjadi kuning. Dalam hati Perawan Sesat membatin,

"Gila! Apa yang dikatakannya memang benar. Senjata

itu memang beracun. Jika begitu, senjata itu pasti bukan

milik Putri Alam Baka. Setahuku, senjata Putri Alam

Baka tidak beracun! Dan lagi, jika benar senjata itu milik

Putri Alam Baka, dengan maksud apa ia menyerangku

menggunakan senjata berbahaya itu?"

Sebelum Perawan Sesat ucapkan kata, Suto lebih dulu

bertanya, "Apakah kau yakin bahwa kedua senjata itu

milik temanmu?"

"Aku jadi sangsi. Aku tak bisa mengenalinya.

Seingatku, senjata milik Putri Alam Baka mempunyai

goresan gambar panah cakra pada bagian sisi

pinggirnya."

Perawan Sesat mencoba mengamat-amati kedua

senjata itu, tapi ia merasa kesulitan mengenalinya,

karena kedua senjata itu melesak masuk ke batang pohon

hampir seluruhnya. Tinggal sedikit sisa yang terlihat

belum masuk ke batang pohon. Perawan Sesat kembali

berkata dalam hatinya,

"Aku jadi sangsi juga, apakah senjata ini berbentuk

bintang segi enam atau segi berapa? Jika melihat ukuran

runcing pada bagian yang tak masuk ke dalam batang,

kelihatannya bintang segi enam. Tapi siapa tahu dia

bersegi lima atau delapan?"

"Minggirlah, Perawan Sesat. Biar kukeluarkan senjata

itu dari batang pohon!" kata Pendekar Mabuk lalu ia

tersentak satu kali karena cegukan. Kejap berikutnya ia

sentakkan tabung bambunya itu ke batang pohon dengan

pelan. Dugh...! Hhrrr...! Daun-daun pun rontok banyak

akibat sodokan bambu tabung itu. Jika bukan dialiri

tenaga dalam cukup besar, tak mungkin pohon sebesar

itu terguncang dan daunnya berguguran hanya dengan

gerakan sepelan itu. Perawan Sesat menyimpan kagum

sambil mengibaskan tangannya menghindari rontokan

daun di kepala.

Sodokan itu membuat dua senjata berbentuk

lempengan bintang dari logam baja putih itu tersentak

keluar dari batang pohon, jatuh tepat di kaki pohon

depan yang tak berumput. Perawan Sesat pun segera

menghampiri dan memeriksanya dengan sebatang

ranting kayu kering. Dan ternyata kedua senjata itu

memang mempunyai goresan gambar panah cakra.

"Hmmm... jelas ini milik Sumbi, atau Putri Alam

Baka!" gumam Perawan Sesat tanpa memandang Suto.

"Apa benar itu milik temanmu?"

Perawan Sesat menjawab jujur, "Ya. Ini milik

temanku."

"Apa temanmu itu suka memakai baju kuning?"

"Ya. Dari mana kau tahu?" Perawan Sesat kerutkan

dahinya.

Suto tertawa dalam tawa mabuk, ia segera garuk-

garuk kepalanya sambil berkata, "Sebentar lagi ia akan

muncul!"

Tiba-tiba Suto bergerak cepat memutar dan kakinya

menendang pohon yang tadi terkena senjata bintang itu.

Duugh...!

Pohon tidak bergerak, seperti kena tendangan tanpa

tenaga sedikit pun. Bahkan satu daun pun tak ada yang

jatuh, padahal daun pohon itu telah layu. Perawan Sesat

juga merasa heran melihat tendangan cepat Pendekar

Mabuk itu tidak mengguncangkan daun pohon sedikit

pun.

Tetapi kejap berikutnya empat pohon yang berjejeran

sederet dengan pohon yang ditendangnya itu mulai

tergucang bagai dihembus badai. Perawan Sesat

terkesima melihat pohon yang keempat dari jajaran

pohon itu saja yang berguncang kuat, hingga dahan-

dahannya meliuk terombang-ambing. Dan dari atas

pohon berdaun rimbun itu melesatlah dua sosok manusia

turun dalam gerakan bersalto satu kali. Wuuus...!

Wussh...!

Jleg...! Jleg...!

Dua sosok manusia mendaratkan kakinya dengan

tepat di depan Perawan Sesat dalam jarak lima langkah.

Perawan Sesat kembali terkesiap melihat kemunculan

dua perempuan yang sudah dikenalnya. Untuk sesaat

mereka beradu pandang dalam wajah tegang. Pada saat

itu Perawan Sesat sempat berkata dalam hati mengenai

tendangan Suto tadi, "Luar biasa dia menyalurkan tenaga

dalamnya. Pohon yang ditendang tetap tenang, pohon

keempatnya yang terkena sasaran! Jelas hal itu jurus

penyaluran tenaga dalam yang sangat tinggi!"

Perawan Sesat cepat singkirkan bayangan tendangan

Pendekar Mabuk tadi dari otaknya, kembali ia curahkan

perhatian pada kedua perempuan yang masing-masing

mengenakan pakaian ketat merah dan kuning. Bentuk

potongan pakaiannya sama dengan bentuk potongan

pakaian yang dikenakan Perawan Sesat. Hanya berbeda

pada warnanya saja.

Potongan pakaian yang sama menunjukkan bahwa

mereka berasal dari satu perguruan.

Yang berpakaian merah dengan baju tanpa lengan

dan belahan dada sedikit terbuka lebar adalah Maharani.

Rambutnya dikepang dua, ditaruh di depan dada. Di

tangannya tergenggam sebuah kipas warna merah

berbunga-bunga hitam. Perawan Sesat kenal betul,

bahwa Maharani mempunyai tingkat ilmu yang setaraf

dengannya. Maharani juga sering menjadi utusan bagi

Nyai Lembah Asmara.

Perempuan satunya lagi mempunyai rambut dikepang

satu. Cukup panjang rambutnya itu hingga bisa melilit di

sekitar leher, sisanya jatuh di depan dada kanan.

Perempuan berkepang satu itu mengenakan ikat

pinggang tali merah. Di sana terselip sebatang bambu

kuning berukuran satu hasta. Bambu itu adalah seruling

berlilit pita merah di bagian ujung tempat meniupnya.

Perempuan yang mempunyai senjata seruling itulah yang

bernama Sumbi, alias Putri Alam Baka. Tingkat ilmunya

lebih tinggi satu tingkat dari Perawan Sesat ataupun

Maharani. Selain sering menjadi utusan bagi Nyai

Lembah Asmara, Putri Alam Baka juga merupakan

orang kepercayaan Nyai Lembah Asmara yang menjadi

wakil tertinggi dan dikenal sebagai orang kedua di Bukit

Garinda.

Jelas Perawan Sesat sedikit gentar melihat Putri Alam

Baka sampai turun tangan dan menyerangnya dari

tempat persembunyian. Cara memandangnya pun

tampak bermusuhan. Perawan Sesat semakin curiga dan

waswas. Sekalipun Putri Alam Baka adalah teman

sendiri, tetapi tingkat perbedaan ilmu dan kedudukan,

membuat Perawan Sesat merasa sungkan kepada Putri

Alam Baka. Karena itu, kehadiran Putri Alam Baka

membuat Perawan Sesat ajukan tanya,

"Sepenting apakah keperluanmu hingga datang

menemuiku, Sumbi?"

"Sejak keberangkatanmu, kami memang sudah

membuntuti!" jawab Putri Alam Baka. Tak ada senyum

di bibirnya. Sikapnya pun kelihatan dingin. Dalam

keadaan rambut lebih rapi, Putri Alam Baka dan

Maharani tampak lebih cantik dari Perawan Sesat.

Tetapi kecantikan itu tidak membuat Pendekar

Mabuk tertarik, ia bahkan bersikap sebagai pendengar

dan penonton yang baik. Ia duduk di tanah yang sedikit

lebih tinggi, punggungnya bersandarkan batang pohon,

sambil sesekali menenggak tuak.

Perawan Sesat merasa heran mendengar dirinya

diikuti oleh Maharani dan Sumbi sejak

keberangkatannya dari Bukit Garinda. Tentang

bagaimana cara mereka menguntit hingga tidak

diketahui gerakannya, bukan hal yang dipikirkan

Perawan Sesat, karena ia merasa mampu melakukan

penguntitan tanpa suara. Tapi apa sebab mereka

menguntitnya, itu yang menjadi pikiran Perawan Sesat.

Mengapa mereka harus menguntitnya? Mengapa seorang

wakil Nyai Lembah Asmara sampai turun tangan dan

mau menjadi penguntit? Pasti ada sesuatu yang tak lazim

menurut dugaan Perawan Sesat.

Lalu, hal itu pun ditanyakan oleh Perawan Sesat

dengan nada tetap tegas dan berkesan angker,

"Untuk apa kalian mengikutiku sejak dari

keberangkatan?"

"Nyai menugaskannya!" jawab Putri Alam Baka

dengan sikap berdiri tegap dengan kedua kaki tegak

sedikit merenggang.

"Untuk apa Nyai menugaskan kalian?"

"Kecurigaan, menjaga kewaspadaan, sekaligus

memberikan perlindungan padamu, Perawan Sesat!"

"Omong kosong!" sentak Perawan Sesat

menyanggah. "Buktinya kalian tidak muncul saat lelaki

itu menyerangku di Perguruan Merpati Wingit!" sambil

Perawan Sesat menuding Suto Sinting.

"Ketika kami hendak turun tangan, pemuda tampan

itu sudah lebih dulu membawamu pergi," jawab Putri

Alam Baka lebih berkesan kalem dan berwibawa.

Perawan Sesat melirik Suto sesaat. Pendekar tampan

itu hanya senyum-senyum saja memandang perdebatan

tersebut. Sesekali badannya tersentak karena cegukan.

Tapi agaknya ia sengaja tidak mau ikut campur urusan

ketiga perempuan itu.

Kembali mata Perawan Sesat memandang Maharani

dan Putri Alam Baka, setelah ia mendengar suara

Maharani yang kecil itu berkata,

"Kurasa kau salah arah, Rukmi. Bukit Garinda ada di

sebelah barat, mengapa kau membawa lari pemuda itu ke

arah timur?"

"Itu urusanku, Maharani!"

"Tugas kami adalah meluruskan jalanmu, Rukmi,"

kata Maharani dengan memanggil nama asli Perawan

Sesat.

Putri Alam Baka segera berkata pula, "Aku

menangkap adanya pengkhianatan tugas dalam hal ini!

Pasti kau akan menguasai pemuda itu dan tidak akan

menyerahkannya kepada Nyai Lembah Asmara!"

"Itu pun urusanku, Sumbi!" kata Perawan Sesat

dengan tetap perlihatkan ketegasannya dalam bersikap.

Sambungnya lagi

"Susah payah kucari dan kutemukan pemuda itu,

mengapa ia harus kuserahkan pada perempuan lain,

hah?! Lihatlah sendiri, betapa tampan dan

menggairahkan Suto tanpa pusar itu? Lihatlah...!

Haruskah aku serahkan pemuda setampan itu, kepada

orang lain?!"

Mata kedua teman Perawan Sesat itu melirik ke arah

Pendekar Mabuk. Yang dilirik justru memperlebarkan

senyum sambil melambai kecil penuh goda. Putri Alam

Baka cepat palingkan wajah, memandang ke arah

Perawan Sesat. Tapi Maharani masih menikmati

ketampanan yang begitu mengagumkan hatinya. Tak

sadar hatinya berdebar-debar.

Perawan Sesat berkata lagi, "Kalian pikir aku

perempuan bodoh yang tidak bisa membedakan, mana

lelaki mahal mana lelaki murahan?! Kupertaruhkan

nyawaku untuk mendapatkan dia, wajar kan kalau

sekarang aku memilikinya?"

"Tapi kau mengemban tugas, Perawan Sesat! Kita

selalu dididik untuk tidak mengutamakan kepentingan

pribadi dalam menunaikan tugas dari Nyai!"

"Ya. Lantas siapa yang bisa memenuhi kebutuhan

pribadi kita? Nyai...?! Apakah beliau sanggup memenuhi

kebutuhan pribadi kita, jika pribadi kita menghendaki

seorang kekasih seperti pemuda itu?!"

"Rukmi...!" sentak Maharani. "Jelasnya kau akan

melakukan pembangkangan terhadap perintah nyai kita!"

"Aku hanya menuntut hakku dan perasaanku! Aku

suka pada Suto Sinting itu!"

"Sudah lama kita berteman, Rukmi," ucap Putri Alam

Baka dengan nada rendah dan lebih berkesan tenang dari

Maharani. Lalu ia berkata lagi,

"Jangan sampai aku mengambil tindakan tegas

untukmu. Jangan sampai aku menjatuhkan hukuman

berat untuk teman sendiri, Rukmi. Kuingatkan, jaga

nafsumu. Serahkan Suto kepada Nyai Lembah Asmara

sesuai tugasmu. Kurasa Nyai Ratu punya kebijaksanaan

tersendiri untuk dirimu, Perawan Sesat!"

"Aku tetap tidak akan menyerahkan Pendekar Mabuk

kepada Nyai!"

"Kalau begitu kau menghendaki kami menghajarmu,

Rukmi!" sentak Maharani lagi sambil hentikan gerakan

tangan yang sejak tadi mengipas-ngipas di depan

dadanya yang sekal itu.

Mendengar gertakan itu, Perawan Sesat

menyunggingkan senyum sinis meremehkan, ia berkata,

"Apa pun tindakan yang akan kau ambil, aku sudah

siap menghadapinya, Maharani! Kalian boleh paksa aku

dengan cara apa pun. Tapi aku tetap tidak akan

menyerahkan Suto ke tangan Nyai!"

Terdengar ucapan pelan bernada sinis dari Maharani

kepada Putri Alam Baka.

"Ternyata apa yang dikhawatirkan Nyai Lembah

Asmara memang benar-benar terjadi, Sumbi! Perawan

Sesat melakukan pembangkangan!"

"Cuih...!" Perawan Sesat meludah dengan benci.

"Kau memang layak mendapat julukan penjilat kotor,

Maharani! Sejak dulu kau selalu menjadi penjilat agar

mendapat perhatian dari Nyai Lembah Asmara!"

"Itu urusanku, Rukmi!" jawab Maharani menirukan

jawaban Perawan Sesat tadi. Kini ia maju dua langkah,

berada lebih depan dari Putri Alam Baka. Rupanya ia

ambil alih sendiri perkara itu, sehingga Putri Alam Baka

mundur satu tindak.

"Perawan Sesat!" geramnya dengan mata menyipit

tajam. "Jika kau bersikeras untuk tidak menyerahkan

pemuda itu kepada Nyai Lembah Asmara, kau harus

melangkahi mayatku dulu!"

"Aku tak keberatan!" jawab Perawan Sesat. "Seribu

mayat dirimu akan kulangkahi dalam sekejap,

Maharani!"

"Cabut pedangmu!" sentak Maharani sambil ia mulai

pasang kuda-kuda untuk menyerang.

Perawan Sesat melangkah pelan ke kiri, kembali lagi

ke kanan sambil matanya melirik ke arah Maharani

dengan senyum meremehkan.

"Pedangku tak akan kucabut! Karena untuk

membuatmu menjadi mayat cukup menggunakan

kelingkingku, Maharani!"

"Mulut sombong busuk!" geram Maharani, kemudian

ia kibaskan kipasnya dari kiri ke kanan dalam keadaan

terbuka dan miring. Wuuus...!

Tenaga dalam bagaikan ditebarkan dalam gerakan

cepat, melesat ke arah Perawan Sesat. Dengan lincah

perempuan berambut acak-acakan itu sentakkan ujung

jempol kakinya ke tanah dan tubuhnya melesat naik ke

atas sambil ia sentakkan pula tangan kirinya ke depan.

Wuugh...!

Tenaga dalam dari kipas mengenai tempat kosong.

Sementara itu tenaga dalam dari tangan Perawan Sesat

menghempas ke wajah perempuan berkelabang dua.

Dengan gerakan cepat Maharani menutup wajah dengan

cara bentangkan kipasnya di depan mata. Brett...!

Begggh...!

Pukulan tenaga dalam Perawan Sesat bagai

menghantam lereng sebuah gunung. Hempasannya

membalik ke arah Perawan Sesat, tapi ketika itu Perawan

Sesat sudah pijakkan kakinya ke tanah, sehingga yang

menjadi sasaran adalah dahan pohon yang segera retak

dan jatuh berdebum dalam jarak dua langkah dari tempat

duduk Pendekar Mabuk.

Brruk...! Suto tersentak kaget, namun tak ada kata

yang keluar dari mulut Suto selain suara cegukan. Di

dalam hatinya Suto berkata,

"Kurasa Perawan Sesat akan tumbang di tangan salah

satu dari kedua perempuan lawannya itu. Bila Perawan

Sesat tak mampu menghadapi dua lawannya, bisa-bisa

aku tak jadi ditemukan dengan Dyah Sariningrum. Tapi,

haruskah aku ikut campur tangan dalam urusan mereka?

Atau sebaliknya kutinggal pergi saja?"

Dugaan Pendekar Mabuk itu ternyata benar. Dalam

satu kesempatan Putri Alam Baka tahu-tahu menyerang

Perawan Sesat yang sedang menghadapi Maharani.

Sungguh di luar dugaan Perawan Sesat, bahwa Putri

Alam Baka sampai hati melawan teman dengan

menggunakan seruling pusakanya. Seruling itu

disentakkan dari jarak jauh. Lubang di bagian ujung

bawah seruling mengeluarkan cahaya biru berkilap bagai

lidah-lidah petir.

Dalam sekejap, tubuh Perawan Sesat bagaikan

dikurung oleh kilauan-kilauan cahaya biru yang

berbentuk mirip ranting-ranting pohon. Perawan Sesat

terjerat. Tubuhnya mengeras dan akhirnya jatuh

berdebum ke tanah. Ketika kilatan-kilatan cahaya biru

itu berhenti mengelilingi tubuhnya, Perawan Sesat

berusaha bangkit dalam keadaan mulut berdarah dan

kulit mengelupas kecil-kecil.

"Habiskan saja dia, Maharani!" perintah Putri Alam

Baka.

Maka, perempuan berbaju merah itu menutupkan

kipasnya dan menebaskan kipas itu ke depan. Cahaya

merah menyembur bagai semburan dari dasar gunung

berapi. Woos...! Bukan tak mungkin tubuh Perawan

Sesat akan terbakar habis oleh jurus maut itu.

Tetapi, pada saat itu jari telunjuk Pendekar Mabuk

melakukan gerakan menyentil dari depan lututnya.

Tuus...! Tak ada yang melihat gerakan jari menyentil itu.

Tetapi ternyata jurus 'Jari Guntur' itu telah membuat

tubuh Maharani terpental keras bagai ditendang kuda.

Mulutnya sampai memperdengarkan suara, "Heeegh...!"

Dan tubuhnya segera melayang ke belakang, jatuh dalam

jarak tiga langkah di samping Perawan Sesat.

Tentu saja jatuhnya Maharani membuat Putri Alam

Baka menjadi tercengang kaget, ia menyangka kekuatan

tenaga dalam itu datang dari tubuh Perawan Sesat.

Maka, dengan semangat membunuh lebih menyala-nyala

lagi, Putri Alam Baka segera sentakkan tangan kanannya

dengan telapak tangan terbuka, ia bagai mendorong

sesuatu dari samping ke depan dengan keras. Pukulan

jarak jauh itu akan menghancurkan kepala Perawan

Sesat yang sudah tak berdaya itu.

Tetapi, Suto segera melakukan gerakan kecil. Jempol

tangannya dirapatkan dengan jari telunjuk. Lalu, ia

sentakkan kedua jari itu seperti memanggil ayam atau

burung, triik...!

Gerakan tangan Putri Alam Baka hampir mencapai

ujungnya, tahu-tahu kedua kakinya bagai ada yang

menyepak dari belakang. Wuus...! Kedua kaki itu

terangkat kuat-kuat, tubuh Putri Alam Baka terpelanting

jatuh. Bruuk...!

Pukulan pamungkasnya tidak jadi dilancarkan. Tetapi

pada saat itu, Suto menangkap kelebatan sosok tubuh

yang menyambar Perawan Sesat. Wesss...! Cepat sekali

gerakannya. Tahu-tahu orang tersebut telah

menggendong tubuh Perawan Sesat di pundak kirinya,

berdiri agak jauh dari kedua lawan, juga agak jauh dari

Suto sendiri. Melihat keadaan tubuh orang yang baru

datang berbadan kurus kering, tak salah lagi penglihatan

Suto, bahwa orang itu adalah Peramal Pikun.

"Suto, uruslah kedua perempuan itu! Aku akan

membawa Perawan Sesat ke pondokku. Dia terluka

parah!"

"Hei...!" Suto hanya bisa memanggil tak bisa berkata

apa pun karena Peramal Pikun segera melesat pergi

meninggalkan tempat itu.

"Kejar...!" perintah Putri Alam Baka kepada

Maharani.

Tapi sebelum Maharani bergerak mengejar, Suto

melentingkan tubuh ke udara dengan menggunakan

tumitnya untuk menjejak tanah. Dalam satu gerakan

jungkir balik, Pendekar Mabuk sudah berada di depan

Maharani. Ia terkekeh-kekeh dengan suara sumbang.

"Tak perlu dikejar. Ada baiknya kalau kalian segera

bawa aku menghadap nyaimu itu. Aku sendiri ingin

segera bertemu!" kata Pendekar Mabuk kemudian karena

ia menyangka nyai mereka adalah Dyah Sariningrum.

*

* *