Chereads / Pendekar Mabuk / Chapter 39 - 005.Pendekar Mabuk - Murka Sang Nyai Eps39

Chapter 39 - 005.Pendekar Mabuk - Murka Sang Nyai Eps39

Episode 39

CEPAT sekali Perawan Sesat berlari dalam satu

lompatan demi lompatan bertenaga ringan, ia sengaja

menyuruh Suto mengikuti arah kepergiannya dengan

maksud untuk mengukur kecepatan gerak Suto

dibandingkan dirinya. Perawan Sesat tetap menunjukkan

kekerasan jiwanya, dan tak mau menampakkan rasa

tertariknya kepada Pendekar Mabuk. Bahkan ia sering

unjuk ilmu kepada Suto, yang oleh Suto hanya

ditertawakan dalam hati.

Seperti kali ini, ia berlari cepat sekali bagaikan

kilasan anak panah yang kecepatannya tak mampu

diikuti oleh pandangan mata. Ia sengaja menyuruh Suto

mengikutinya dan ia yakin Suto kebingungan mengikuti

gerakannya.

Pada satu tempat rindang, Perawan Sesat sengaja

berhenti dan berpaling ke belakang, ia tidak melihat Suto

di sana. Ia tertawa sendiri merasa berhasil memperdaya

Suto sehingga pria tampan bertubuh kekar itu tidak

mampu mengikuti kecepatan geraknya. Perawan Sesat

pun berseru,

"Hoi, Suto...! Ayo lekas susul aku! Jangan seperti

pengantin sunat langkahmu, Suto!"

Terdengar jawaban agak jauh, "Aku di sini, Perawan

Sesat!"

Seketika itu juga Perawan Sesat terperanjat kaget. Ia

palingkan wajah ke arah depan. Ternyata Pendekar

Mabuk sudah berdiri di atas sebuah pohon kira-kira dua

puluh langkah lebih dulu darinya. Suto berdiri sambil

bersandar pada sebatang pohon. Senyumnya mekar di

wajah tampannya, yang membuat Perawan Sesat

menggeram gemas sekali.

"Edan! Ternyata dia lebih cepat dariku! Dia sudah

ada di depanku...! Malu aku kalau tidak bisa melecehkan

dirinya!"

Wuuut...! Perawan Sesat melompat satu jejakan kaki.

Tubuhnya sudah mencapai tempat di mana Pendekar

Mabuk berdiri sambil menenggak tuaknya. Mata Suto

sudah mulai memerah, tanda mulai dihinggapi perasaan

mabuk. Tetapi agaknya Suto Sinting tetap mampu

mengendalikan segala rasa dan pikiran, bahkan tampak

lebih tajam dari sebelum ia dikuasai oleh

kemabukannya.

"Apakah arah Bukit Garinda masih jauh?" tanya Suto.

"Masih beberapa hari lagi," jawab Perawan Sesat.

"Kalau kita tempuh dengan kecepatan lari seperti tadi,

mungkin hanya memakan waktu sehari semalam. Kita

harus bisa tempuh dengan kecepatan siluman!"

"Apa itu kecepatan siluman?" Suto kerutkan dahi

mirip orang tolol. Sikapnya membuat Perawan Sesat

tertawa mirip kuntilanak. Tawa bersuara serak itu

terhenti, dan berganti kata-kata yang tetap bersuara

serak-serak basah,

"Kecepatan siluman adalah kecepatan batin yang

tidak menggunakan otot tubuh kita. Seperti misalnya kita

akan mencapai gundukan tanah yang membukit itu, kita

tak perlu berlari cepat seperti tadi. Cukup dengan satu

kedipan mata sudah bisa sampai ke puncak gundukan

tanah itu. Contohnya seperti ini...!"

Perawan Sesat segera tunjukkan kebolehan ilmu

silumannya, ia memejamkan mata sambil menarik napas

panjang-panjang. Dadanya menjadi penuh dengan

gumpalan napas. Tangannya bergerak memutar di depan

wajah bagai orang menari lemah gemulai. Jika napas

dihentakkan lewat hidung, maka tubuhnya akan lenyap

dan muncul di puncak gundukan tanah yang membukit

itu.

Sebelum ia hentakkan napas lewat hidung, tiba-tiba ia

mendengar suara Suto Sinting berseru, "Hoii... lekas!

Jangan lama-lama!"

Napas tak jadi dihentakkan. Begitu mata dibuka

Perawan Sesat kembali terperangah melihat Suto sudah

lebih dulu ada di atas gundukan tanah yang membukit

itu. Ia melambai-lambaikan tangan memanggil Perawan

Sesat.

Geram Perawan Sesat semakin menjadi. "Kurang

ajar! Dia lebih cepat pindahkan diri ke sana! Tinggi juga

ilmu orang itu! Aku kalah cepat dengan ilmu

silumannya. Rupanya ia tadi berlagak bodoh di

depanku!"

Segera Perawan Sesat menyusul Suto ke atas bukit.

Jllig...! Tubuhnya tiba dengan cepat di atas bukit-bukitan

itu. Tetapi ia kehilangan Pendekar Mabuk. Ia mencari-

cari Suto, yang ternyata sudah berada di bawah pohon

rindang, jauh darinya. Gerakan menenggak bumbung

tuak terlihat samar-samar. Sekali lagi Perawan Sesat

menggeram penuh kejengkelan.

"Dasar sinting! Didekati malah sudah kabur sejauh

itu. Edan betul dia! Aku tak bisa mencapai tempat sejauh

itu hanya dengan satu jurus saja. Harus memakai dua

jurus alias dua langkah siluman. Hmmm...! Dia benar-

benar mempermainkan aku! Membuatku malu jika

begini! Sayang sekali dia tampan dan menggairahkan.

Kalau tidak, sudah kuhajar habis dia!"

"Cepat...!" Suto Sinting melambai dengan suara kecil

karena jauhnya.

Perawan Sesat hanya menggeram dalam hati dan

berkata, "Pantas kalau Nyai Lembah Asmara terpikat

pada lelaki tanpa pusar itu, selain tampan dan

menggairahkan, ia juga berilmu tinggi! Ah, sulit sekali

aku menghindari rasa tertarikku kepadanya. Hasratku

sejak tadi menyala-nyala ingin mencumbunya. Tapi

agaknya ia tidak tergiur padaku. Hmmm... aku harus

menggunakan ilmu 'Pelet Sukma' biar dia terpikat dan

mau diajak bercumbu di bawah pohon itu!"

Kejap, berikutnya Perawan Sesat sudah tiba di tempat

Suto duduk santai di bawah pohon rindang. Dengan

cepat ia tatapkan pandangan matanya ke mata Suto.

Senyum Suto mekar ketika dipandang perempuan itu.

Kejap kemudian napas Perawan Sesat disentakkan lewat

hidung. Wusss...! Pelan tapi berbahaya, karena itulah

yang dinamakan ilmu 'Pelet Sukma' yang mampu

membuat setiap lelaki mabuk birahi.

Tetapi ada satu keanehan yang dirasakan oleh

Perawan Sesat. Ketika napasnya terhempas lewat hidung

tadi, tiba-tiba napas itu memantul balik terasa masuk

kembali ke dalam hidung. Namun hati Perawan Sesat

sangsi akan hal itu, karena perasaan seperti itu belum

pernah dialami. Peristiwa berbaliknya hembusan napas

itu belum pernah terjadi. Perawan Sesat tetap harapkan

Suto mulai tergiur dengan kemolekan tubuhnya.

Perawan Sesat mulai memamerkan belahan dadanya

yang sungguh montok itu.

Pendekar Mabuk tertawa kecil dengan mata merah

karena mabuk, ia segera berdiri dan Perawan Sesat ikut

berdiri. Kemudian dalam sekejap Suto melompat pergi

bagai tak peduli.

"Sutooo...!" Perawan Sesat bagai merengek tak mau

ditinggal, ia menyusul Suto dengan gairah cinta yang

meledak-ledak dalam dadanya, ia ingin memeluk Suto

dan mencumbunya habis-habisan. Tapi Suto sukar

ditangkapnya. Suto melesat lagi menjauh sambil

menghamburkan tawa bagaikan menggoda. Perawan

Sesat bertambah penasaran mendengar suara tawa Suto.

Ia mengejar untuk menangkap Suto dalam pelukan. Tapi

Suto melesat ke atas dan hinggap di salah satu dahan

pohon.

"Suto, turunlah! Peluklah aku, Suto!" seru Perawan

Sesat sambil sibuk merayapi tubuhnya sendiri.

Suto Sinting tertawa-tawa sambil duduk di dahan,

menenggak tuak dalam bumbung. Sesekali ia

memandang ke bawah, dan tawanya makin bertambah

melihat Perawan Sesat sibuk sendiri. Perawan Sesat baru

menyadari bahwa ilmu 'Pelet Sukma' yang membuat

seseorang jadi terpancing gairahnya itu telah membalik

dan mengenai dirinya sendiri. Akibatnya, Perawan Sesat

sendiri yang tak bisa mengendalikan gairah birahinya.

Setelah apa yang diinginkan tercapai oleh dirinya

sendiri, barulah Perawan Sesat menyadari hal itu dan

berkata di hatinya "Jahanam orang itu! Ilmu 'Pelet Sukma'-ku membalik

mengenai diriku sendiri. Sebaiknya aku tidak

menyerahkan Suto kepada Nyai Lembah Asmara! Akan

kupakai sendiri orang itu dengan segala caraku

menundukkan hatinya! Aku tak rela dan akan merasa

kehilangan besar jika Suto berada dalam pelukan Nyai

Lembah Asmara. Sebaiknya kubawa lari ke tempat lain

saja Pendekar Mabuk yang benar-benar memabukkan

hatiku itu! Peduli amat dengan tugas ini! Aku tak

sanggup menjalankan tugas, karena aku tak mampu

menghindari godaan hatiku ini!"

Kejap berikutnya, Perawan Sesat mendongak ke atas

dan berseru, "Kita lanjutkan perjalanan kita, Suto!"

"Apakah kau sudah selesai dengan pekerjaan

tanganmu?" ledek Suto membuat wajah Perawan Sesat

menjadi merah. Perempuan itu tidak melayani ejekan

tersebut, ia seolah-olah tidak mendengarnya. Kini ia

berseru kembali,

"Tidakkah kau ingin bertemu dengan kekasihmu;

Dyah Sariningrum?!"

Pancingan ini membuat Pendekar Mabuk turun dari

atas pohon dalam satu lompatan bagaikan terbang.

Rambutnya yang panjang meriap ke atas pada saat ia

meluncur ke bawah. Indah sekali dilihatnya, bagai

seekor rajawali gagah yang siap menerkam mangsanya.

Suto mulai oleng berdirinya karena pengaruh mabuk

tuak itu. Bahkan bicaranya pun mulai mengambang tak

tentu arah.

"Bawalah cepat aku kepadanya! Jangan bikin aku

bertambah rindu lagi kepada Dyah Sariningrum!"

"Ya, aku akan membawamu lekas-lekas ke sana. Dia

juga sudah lama menunggumu! Tapi ada satu

permintaan dariku sebagai syarat!"

"He he he... kamu mulai banyak tingkah, Perawan

Sesat! Apa syarat yang kau inginkan itu, hah?!" hardik

Pendekar Mabuk kemudian.

"Kau telah membuat pedang gadingku lenyap tak

berbekas!"

"He he he... itulah kehebatan ilmu 'Sembur Siluman'

yang kumiliki. Jangan hanya pedangmu, gunung pun

kalau kusembur dengan tuak dalam mulutku mampu

lenyap dalam sekejap. Tapi, itu hanya kekuatan ilmu

siluman yang serupa dengan sihir. Kudapatkan ilmu itu

perpaduan dari ilmu kakek guruku dan bibi guruku! He

he he...."

"Aku tak berani menghadap Dyah Sariningrum jika

aku kehilangan pedang gading itu. Sebab ia akan marah

padaku habis-habisan. Pedang itu adalah pedang

miliknya yang dipinjamkan padaku!"

"O ho ho ho... jadi itu pedang milik kekasihku?"

"Ya! Kalau kau tak bisa mengembalikan, aku tak

berani membawamu ke sana!" bujuk Perawan Sesat

dengan hati berdebar-debar.

"Untuk mengembalikan pedangmu, itu bukan

pekerjaan yang sulit. Tapi untuk menahan niatmu agar

tidak menggunakan pedang gading sebagai alat

pengumbar nafsu amarah, itu yang sulit! Aku tak berani

membuat pedang itu kembali lagi."

"Jika begitu, kita tak jadi menemui Dyah

Sariningrum. Karena Nyai Lembah Asmara akan murka

jika pedang gadingnya hilang."

"Nyai...?! O, jadi Dyah Sariningrum itu seorang

Nyai?"

"Ya!"

"Pantas Peramal Pikun tak berani menyebutkannya,"

kata Suto dengan suara mengayun bergelombang.

"Lekas wujudkan pedang itu!" kata Perawan Sesat

sambil serahkan gagang pedang yang masih dibawanya

dengan tujuan digunakan sebagai bukti kepada teman

atau gurunya tentang kehebatan ilmu Suto.

Gagang pedang dengan benang sutera merah di

bagian ujung bawahnya digenggam kuat oleh Pendekar

Mabuk. Matanya yang mulai seperti orang mengantuk

itu sebentar waktu melirik Perawan Sesat. Ia nyengir dan

berkata,

"Janjilah padaku, kau tidak akan mengumbar

amarahmu dengan menggunakan pedang ini!"

"Iya, iya! Aku berjanji! Cerewet kamu!" sentak

Perawan Sesat.

"O, kalau kamu katakan aku cerewet aku akan isi

pedang ini dengan sebuah pisang!"

"Sudahlah!" sentaknya lagi tak sabar. "Kau tidak

cerewet! Tapi cepat kembalikan pedangku itu!"

"Hei, kau bilang ini pedang milik Nyai Dyah

Sariningrum! Tapi sekarang kau bilang pedangku?!

Mana yang benar?!"

"Maksudku, itu pedang dalam tanggung jawabku.

Jadi sudah kuanggap seperti pedangku sendiri!"

"O ho ho ho... begitu rupanya!" Suto manggut-

manggut.

"Iya. Lekas, jangan banyak bicara lagi!" bentak

Perawan Sesat.

"Aih, kau bentak-bentak aku?! Aku tak mau!"

"Tidak, tidak! Aku tidak bentak kamu lagi!"

"Aku tidak mau!" Suto Sinting menggeleng dan

membuang pedang itu ke semak belukar.

"Jahanam kau! Kenapa kau buang gagang pedang

itu?! Dasar sinting!" Perawan Sesat bergegas ke semak

belukar untuk mengambil gagang pedangnya. Suto

hanya tertawa-tawa sambil buka tutup bumbung dan ia

kembali tenggak tuak di dalamnya.

"Benar-benar edan orang itu!" gerutu Perawan Sesat

sambil mencari gagang pedang yang tadi dibuang Suto.

"Habis ini kuhajar sebentar dia, biar tahu adat sedikit

terhadapku! Seenaknya saja dia buang gagang pedang

itu. Dia tidak tahu kalau di dalam gagang pedang masih

tersimpan racun yang mematikan dan bisa kugunakan

untuk membunuh dirinya!"

Langkah kaki menyusuri semak terhenti. Mata

Perawan Sesat terbelalak lebar, ia melihat gagang

pedangnya tergeletak di antara rerumputan ilalang. Tapi

kali ini mata pedangnya sudah kembali utuh seperti

sediakala. Rupanya Pendekar Mabuk telah

mengembalikan mata pedang gading yang lenyap oleh

ilmu 'Sembur Siluman'-nya itu. Tapi ia sengaja membuat

susah Perawan Sesat agar perempuan itu menggerutu

dan bersungut-sungut, ia sengaja permainkan perawan

galak berambut acak-acakan itu. Padahal Suto Sinting

bisa mengembalikan pedang itu seperti sediakala dengan

kekuatan matanya. Tapi ia tidak mau mengembalikan

dan menyerahkan pedang begitu saja kepada perempuan

bermata liar itu.

Melihat mata pedang kembali seperti sediakala, hati

Perawan Sesat merasa girang. Tapi keberaniannya untuk

bertindak semena-mena juga lebih membara. Dengan

bekal Pusaka Pedang Gading itu, Perawan Sesat merasa

sanggup melumpuhkan lawannya.

"Pedangmu sudah kembali, Nona! Alangkah baiknya

jika kita cepat-cepat menemui Nyai yang menungguku!"

kata Suto.

Perawan Sesat berkata, "Tidak sekarang, Suto! Aku

masih punya satu syarat lagi yang harus kau penuhi!"

"Kau punya syarat berapa sebenarnya, Nona?" tanya

Pendekar Mabuk gusar.

"Satu syarat lagi! Hanya satu! Setelah ini kau kuantar

menghadap Nyai! Aku bersumpah, tidak akan minta

syarat lagi!"

"He he he he... apa syarat yang kau inginkan, Nona?!"

"Layanilah cintaku!" Perawan Sesat segera mendekat.

Suto membelalakkan mata ngantuknya. Ia tertawa

keras sambil mundur beberapa langkah, tangannya

menuding-nuding Perawan Sesat.

"Kalau kau tak mau, kau tidak kuajak menghadap

Nyai, Suto!" bentak Perawan Sesat memanfaatkan rindu

di hati Suto sebagai senjata untuk mengancam dan

memperdayai Pendekar Mabuk itu.

Suto gelengkan kepala. "Itu tidak boleh terjadi, Nona

manis!"

"Harus terjadi!" tegas Perawan Sesat. "Dekatlah

kemari, Suto. Peluklah aku, Sayang...!"

"Hua ha ha ha ha... aku dipanggil sayang? Aduh,

Mak... kering darahku, melorot jantungku. Hua ha ha

ha...!" Pengaruh mabuk Pendekar Mabuk semakin tinggi.

Tawanya kian keras membuat Perawan Sesat bertambah

dongkol hatinya. Bahkan ia sempat berniat mencabut

pedang untuk memaksa Suto. Tapi ketika ingat bahwa

Suto Sinting masih bisa membuat lenyap pedangnya itu,

maka niat tersebut dibunuhnya sendiri. Perawan Sesat

hanya bisa membatin,

"Agaknya butuh kesabaran untuk menundukkan

lelaki yang satu ini. Bukan dengan kekuatan ilmu,

melainkan dengan kekuatan hati yang sabar dan tekun!

Percuma saja adu kekerasan dengan dia, tidak akan

membawa hasil apa-apa kecuali suasana yang semakin

lebih kacau lagi. Biarlah kusabarkan hatiku sampai tiba

saatnya ia sendiri membutuhkan diriku."

Segera Perawan Sesat ucapkan kata, "Baiklah, Suto!

Lupakan satu persyaratan itu. Jika kau tak bisa sekarang,

kapan waktu pun masih bisa kau melunasinya. Sekarang

kita pergi dari sini secepatnya, Suto!"

"Tapi aku tidak punya hutang janji padamu, Perawan

Sesat!"

"Terserah anggapanmu saat ini, karena aku tahu kamu

sedang kebanyakan minum tuak! Lupakan dulu

persyaratan satu itu!"

Perawan Sesat segera mengajak Pendekar Mabuk

untuk tinggalkan tempat, menjauhi arah Bukit Garinda.

Perawan Sesat memang bermaksud membawa lari Suto

ke tempat lain, yang sudah ada dalam benaknya.

Tetapi tiba-tiba di depan langkah Perawan Sesat dan

Pendekar Mabuk melesat benda kecil berbentuk bintang

dari lempengan baja tajam. Dan benda kecil itu melesat

cepat menimbulkan bunyi, ziing...! Kemudian benda itu

menancap di pohon persis di depan sebelah kiri Perawan

Sesat.

Juub... jub...!

Tertahan serentak langkah Perawan Sesat. Tertahan

pula tubuh limbung Pendekar Mabuk. Mata mereka

berkilas cepat menyapu sekeliling, tapi si pelempar

senjata rahasia berbentuk bintang itu tidak kelihatan

tempat persembunyiannya. Perawan Sesat segera sigap

dan berdiri dalam posisi siap menyerang. Matanya liar

penuh waspada.

*

* *