Chereads / Pendekar Mabuk / Chapter 34 - 004.Pendekar Mabuk - Perawan Sesat Eps34

Chapter 34 - 004.Pendekar Mabuk - Perawan Sesat Eps34

Episode 34

MANUSIA Sontoloyo sengaja menghajar Peri Malam

dengan tangan kosong. Sebuah tendangan disentakkan

miring ke arah wajah Peri Malam. Tangan perempuan

bertahi lalat di sudut dagu kanannya itu mengibas

sentak ke arah samping. Tendangan itu meleset dari

sasaran. Tapi kejab berikutnya Dirgo Mukti berbalik dan

kaki satunya lagi berkelebat ke belakang.

Plook...!

Wajah Peri Malam telak-telak terkena tendangan

keras itu. Walau tak bertenaga dalam, namun sempat

membuat Peri Malam terhuyung-huyung tiga tindak.

Setelah berhasil menendang wajah Peri Malam, Dirgo

segera hentikan gerakan. Napasnya tetap teratur walau

ia telah lakukan banyak gerakan.

"Ini sebuah pelajaran berharga untukmu, Peri

Malam!" kata Dirgo Mukti dengan menahan kedongkolan

hatinya. "Lain kali, jangan suka ikut campur urusan

orang!"

"Aku tidak rela kau mengaku-ngaku sebagai Suto!"

"Apa urusanmu?!" sanggah Dirgo dengan kerutkan

dahi.

"Nama itu nama terhormat. Tak pantas dipakai oleh

orang berpenyakit kudis seperti kamu!" ejek Peri

Malam.

"Heh...," Dirgo tertawa satu sentakan. "Nama Suto

Sinting kok dikatakan nama terhormat! Menurutku

namaku lebih terhormat daripada nama Suto Sinting!"

"Tutup bacotmu!" sentak Peri Malam dengan kasar.

Serta-merta ia jejakkan kaki dan melayang menyerang

dengan tendangan bertenaga dalam. Tendangan itu

dihindari oleh Dirgo Mukti dengan cara merundukkan

kepala. Tubuh Peri Malam lewat di atas kepala Dirgo,

dan tangan Dirgo bergerak nakal ke atas bagai

mencomot buah jambu.

"Aaauw...!" jerit Peri Malam kaget karena sesuatu

yang disembunyikan selama ini tercomot oleh tangan

Dirgo.

"Sontoloyo kotor!" sentaknya marah.

Kemudian tangan kirinya disodokkan ke depan

dalam keadaan menggenggam. Pukulan bertenaga

dalam melesat tanpa menyentuh sasaran. Gelombang

tenaga itu meluncur kuat ke arah Dirgo. Secepatnya

Dirgo melompat menghindari, tapi sentakan tangan

kedua dari Peri Malam berhasil mengenai sasaran.

Beegh...!

Tubuh Dirgo Mukti tersentak ke belakang dan kedua

kakinya sempat terangkat sedikit dari tanah. Ia merasa

seperti diseruduk seekor banteng mabuk. Dadanya

sedikit terasa sesak dan tubuhnya jatuh terhempas di

pasir pantai.

"Ini sebuah pelajaran berharga untukmu, Dirgo,"

kata Peri Malam mengutip kata-kata Dirgo tadi. "Lain

kali jangan coba-coba berani memegang bagian

terlarang dari tubuhku!"

Dirgo bangkit dengan menarik napas panjang-

panjang. Ia sunggingkan senyum meremehkan dan

berkata,

"Kalau begitu, aku boleh pegang tubuhmu yang

tidak terlarang!"

"Semua tubuhku terlarang dipegang oleh

tanganmu!" sentak Peri Malam dengan bersungut-sungut

cemberut. Ia palingkan wajah kembali menatap Dirgo

dan berkata,

"Hanya Suto yang boleh memegangnya!"

Benci sekali Dirgo jika mendengar nama murid

sinting si Gila Tuak itu disebutkan oleh Peri Malam.

Rasa-rasanya ia menjadi sangat rendah jika

dibandingkan dengan Suto. Panas hati mendengar

ucapan Peri Malam tadi membuat Dirgo ucapkan kata

pedas,

"Lelaki hina macam dia tak patut disebut namanya

di depanku!"

"Aku akan menyebutnya setiap saat. Karena Suto

memang seorang pendekar tanpa tanding yang layak

namanya diagungkan!"

"Dia tidak pantas bergelar pendekar!"

"Dia lebih pantas dari pada kamu!" bantah Peri

Malam dengan nada makin tegas dan keras.

Mulut Manusia Sontoloyo mencibir, "Hanya

kebetulan saja dia pernah belajar silat dari si Gila

Tuak, lantas orang kasih gelar pendekar padanya!

Sebenarnya dia tidak punya isi apa-apa! Kosong

melompong seperti rumah keong!"

Peri Malam tidak suka mendengar Suto diremehkan.

Ketus nadanya ia bicara pada Dirgo Mukti.

"Kau bilang dia kosong, tapi kau tak bisa

memukulnya! Hmm...! Pendekar tidak bisa memukul

lawan, itu namanya bukan pendekar, pendekar, yang

kerjanya tarik dokar ke mana-mana!"

"Aku bukan kusir!"

"Iya. Tapi kau kudanya!" sentak Peri Malam.

Wuug...! Sebuah tendangan bertenaga dalam kali

ini dilancarkan oleh Dirgo. Secepatnya Peri Malam

sentakkan tangan kanan menyamping dengan kekuatan

tenaga dalam juga.

Breeg...!

Kedua tenaga dalam itu bentrok. Peri Malam

berhasil membuang ke arah samping kanannya. Di sana

ada batu, dan batu itu pecah menjadi empat bagian.

Peri Malam palingkan pandang ke arah Dirgo.

Ternyata kedua tangan Dirgo sudah angkatkan sampai

batas pundaknya. Jari-jarinya mekar mengeras, kedua

kakinya merendah. Lalu tangan kanan berkelebat ke

depan dengan membengkokkan pergelangan tangannya.

Melalui punggung telapak tangan itu, Dirgo lepaskan

pukulan bertenaga dalam yang lebih besar lagi.

"Haiit...!" Peri Malam sentakkan tangannya ke

depan dada dalam keadaan jari-jari lurus ke atas. Dari

sisi telapak tangan keluar cahaya kebiru-biruan. Cahaya

itu melesat dan meledak di pertengahan jarak.

Duaaar...!

Dirgo Mukti berguncang tubuhnya akibat sentakan

ledakan tadi. Tapi Peri Malam terlempar dua langkah

jauhnya akibat sentakan ledakan tersebut. Ia jatuh

dalam posisi miring, lalu segera berguling.

Kemarahan Dirgo Mukti karena dibandingkan oleh

Suto belum habis. Ia masih ingin menghajar Peri Malam

yang menurutnya dianggap sebagai perempuan lancang

mulut.

Pada saat Peri Malam bergegas bangkit, sebuah

pukulan bertenaga tinggi melesat melalui dua totokan

jari tangannya. Pukulan itu mempunyai cahaya sinar

merah api. Wuuusss...!

Slaaap..! Duaar...!

Peri Malam terkesiap mendapat serangan sinar

merah api. Ia baru saja ingin melompat menghindari.

Tapi sinar api itu meledak di pertengahan karena

datangnya sinar hijau bening dari arah pepohonan tepi

pantai.

Dirgo Mukti cepat palingkan wajah memandang ke

arah pepohonan, begitu pula halnya dengan Peri

Malam. Lalu, keduanya sama-sama lihat kemunculan

seorang lelaki berpakaian serba coklat dengan

menenteng bumbung tuaknya. Siapa lagi dia kalau

bukan Suto Sinting, murid si Gila Tuak?

"Suto...!" pekik Peri Malam kegirangan.

Suto melangkah dengan santai dan tersenyum-

senyum kepada Dirgo. Tapi arah langkahnya menuju ke

Peri Malam, membuat Dirgo menjadi semakin dongkol.

"Suto...! Syukurlah kau tahu aku di sini..!" Peri

Malam memeluk tanpa canggung-canggung lagi. Suto

pun memeluk Peri Malam karena ingat perjuangannya

mempertahankan Tuak Setan dari tangan si Mawar

Hitam.

"Jahanam!" geram Dirgo Mukti dengan pelan.

Kemudian ia segera kirimkan kembali pukulan

bertenaga tinggi melalui kedua jari tangan yang

disentakkan ke depan. Sinar merah api menyala lagi

dan melesat ke arah Suto dan Peri Malam yang masih

berpelukan hangat.

Walau dalam keadaan sedang berpelukan, namun

mata Suto bisa melihat kilasan sinar merah api menuju

ke arahnya. Ia tidak melepaskan pelukan itu, melainkan

hanya menggeser bumbung tuaknya ke samping kiri Peri

Malam, dan sinar merah api itu menghantam bumbung

tuak dengan suara lirih, deeg...! Lalu, melesat kembali

ke arah semula tanpa padamkan sinarnya.

Melihat sinar merah api kembali ke arahnya, Dirgo

tercengang kaget dan buru-buru melompat ke arah

samping dengan satu sentakan ujung jempol kakinya.

Wuuttt...!

Sinar merah api itu lewat ke tempat kosong. Tapi

pada akhirnya membentur tebing karang yang agak

jauh dari tempat mereka. Benturan itu membuat

karang meledak.

Blaarr...!

Sebagian tebing karang menyembur dalam

pecahan, sisanya berguguran jatuh di perairan laut.

Ombak menelan guguran karang tersebut, membuat

mata Dirgo masih terasa memandanginya.

"Dari mana kau tahu aku di sini?"

"Ada kemungkinan kau rindu pada gurumu dan

berusaha menatap Pulau Hantu dari sini," jawab Suto

dengan tenang, seakan ia tidak melihat keberadaan

Dirgo Mukti di sebelah sana, dalam jarak tujuh langkah.

"Memang aku rindu pada guruku, tapi aku tak

berani pulang ke sana. Itu sama saja aku menyerahkan

nyawa kepada Guru!"

Makin panas hati Dirgo melihat tangan Peri Malam

merapi-rapikan pakaian Suto. Ia segera mengirim

pukulan bertenaga tinggi dari jarak jauh tanpa rupa.

Pukulan itu diarahkan ke bagian kaki. Karena Dirgo

Mukti sengaja ingin membuat kemesraan itu jadi

berantakan dengan tubuh berjungkir balik tak karuan.

Maka, tangan kirinya pun menyentak ke depan dengan

telapak tangan terbuka dan jari-jarinya mengarah ke

bawah.

Gelombang pukulan jarak jauh itu bagai merayap di

atas permukaan tanah. Pada saat itu, Suto sedang

mencubit pipi Peri Malam dan berkata,

"Kupikir kau mati kena pukulan gurumu sendiri.

Ternyata kau masih hidup dan semakin nakal!"

Duug...! Kaki Suto menghentak pelan ke tanah.

Gelombang pukulan jarak jauh milik Dirgo itu berbalik

arah dan lebih cepat serta lebih besar kekuatannya.

Dirgo Mukti merasakan kembalinya pukulan itu, hingga

ia perlu secepatnya berkelit pindah tempat.

Namun ia terlambat bergerak. Pukulan itu sudah

lebih dulu menghantam bagian kakinya hingga

membuat tanah menyembur naik. Dirgo Mukti

terpelanting bagai dilemparkan ke atas. Ia kurang

menjaga keseimbangan tubuhnya akibat rasa kagetnya

tadi. Maka, mau tak mau ia pun jatuh bergedebuk di

atas tanah berpasir.

Suara bergedebuk itulah yang membuat Peri Malam

sadarkan diri dan cepat palingkan wajah ke arah Dirgo.

Suto pun palingkan wajah ke sana sambil tersenyum.

Peri Malam merasa heran melihat Dirgo bagai orang

pontang-panting tanpa sebab. Perempuan itu pun

bertanya pelan, tujuannya kepada Suto.

"Kenapa dia?"

"Entahlah! Mungkin encoknya kambuh!"

Dirgo yang mendengar jawaban itu segera

menyentak dengan segunung kedongkolan di dalam

hatinya.

"Encok gundulmu!"

"Hei, sopan sedikit bicara dengan seorang

pendekar!" Peri Malam bernada galak mengingatkan

Dirgo Mukti. Makin panas hati Dirgo jadinya.

"Kalian yang tidak tahu sopan! Main peluk di

depanku!"

Peri Malam maju setindak dengan tolak pinggang

kiri, "Ih, kami mau main peluk atau main mata itu hak

kami? Tak perlu harus hiraukan kamu! Kenapa kamu

marah? Kalau merasa kurang terima, majulah sini...!

Biar kuremukkan seluruh gigimu itu!"

Dirgo mendengus kesal dan membatin "Hmmm...!

Terang saja dia berani bilang begitu karena di

belakangnya ada Suto. Pemuda itu benar-benar

bangsat! Kuserang dua kali dengan sembunyi-sembunyi

masih juga bisa membalikkan seranganku. Kurasa

memang dia punya ilmu sedikit lebih tinggi dariku.

Rasa-rasanya aku perlu memperdalam juru jurusku lagi,

dan mempelajari jurus 'Cakar Naga' secepatnya. Akan

kulawan ilmunya dengan 'Cakar Naga'-ku pada

pertarunganku kelak di Bukit Jagal!"

Tanpa mau bikin perkara lagi, Dirgo segera angkat

kaki dari tempat itu. Ia melesat tanpa pamit dengan

cepatnya. Peri Malam mau mengejar, tapi tangannya

ditahan oleh Suto. Dan ia senang sekali mendapat

sentakan menahan dari Suto. Hatinya bangga, seakan

dirinya sangat dikhawatirkan oleh Suto.

"Biar kukejar dia!" Peri Malam memancing sikap.

"Jangan. Tak perlu!" kata Suto dengan kalem.

"Kalau tidak kukejar dan kuremukkan dia masih

tetap akan menggangguku terus!"

"Jauhi dia supaya tidak diganggu olehnya," kata

Suto yang kedengaran lebih kalem sekarang dari pada

dulu. Sebab sekarang Suto memang menyadari bahwa

di dalam tubuhnya sudah bermukim Pusaka Tuak Setan.

Kalau dia mengumbar nafsu kemarahan, bisa-bisa

napasnya menyemburkan badai yang sangat dahsyat

dan membawa korban tak bersalah.

Sikap tenang dan kalem itu membuat Peri Malam

semakin menyukai Suto. Menurut pandangannya, Suto

semakin menarik saja. Hatinya kian ditumbuhi bunga

rimbun jika bertatap pandang dengan pendekar tampan

itu. Rasa-rasanya pelukan yang tadi dilakukan Suto

akan membekas selamanya dan meresap hangat

sepanjang masa di dalam hati.

Tiba-tiba Manusia Sontoloyo itu tampakkan diri

kembali dengan sebuah seruan dari atas batu karang

berjarak antara lima belas langkah di belakang Suto.

"Sutooo...!"

Peri Malam dan Suto sama-sama memandang. Peri

Malam denguskan napas tanda kesal hatinya.

"Hah...! Dia lagi, dia lagi...!"

"Dengar, Suto...!" seru Manusia Sontoloyo. "Ada

seorang perempuan cantik mencarimu. Dia bernama

Perawan Sesat! Sekarang sedang menuju ke Perguruan

Merpati Wingit karena menyangka dirimu ada di sana!

Dia membutuhkan kamu dan ingin membawamu pergi!"

"Jangan dengarkan omongannya!" sentak Peri

Malam mulai cemburu dan waswas. Ia sentakkan pula

tubuh Suto agar berpaling memandang ke arahnya. Tapi

kepala Suto masih kembali palingkan pandang ke arah

Dirgo Mukti, sebab Dirgo masih lanjutkan seruannya.

"Hati-hati, dia berilmu tinggi! Mungkin akan

membabi buta mengamuk jika kamu tidak mau ikuti

dengannya! Satu lagi, dia adalah perempuan cantik

yang menggairahkan! Dia lebih cantik dari Peri...!"

Wuuus...! Duaar..!

Kata-kata Dirgo tak terlanjutkan karena Peri Malam

mengirimkan pukulan jarak jauhnya yang lebih

bertenaga dalam tinggi lagi. Pukulan itu bersinar biru

dan melesat jauh ke tempat Dirgo. Tapi Dirgo cepat

menghindar dan menghilang, hingga sinar biru itu

mengenai batu yang dipakai pijakan kaki Dirgo Mukti.

Batu itu pun meledak menjadi serpihan-serpihan

lembut.

"Jangan dengarkan celoteh si Gila Sontoloyo itu!"

ucap Peri Malam dengan cemberut kesal.

"Perawan Sesat...?!" gumam Suto dengan kerutkan

dahi.

"Lupakan tentang perempuan itu!"

"Apa kau kenal dia?"

"Tidak. Tapi aku tadi melihat dia bercumbu di

sebelah sana dengan Dirgo. Tadi kudengar Dirgo

mengaku sebagai dirimu. Lalu, aku keluar dan

membeberkan rahasianya. Dirgo ditinggalkan oleh

Perawan Sesat. Aku salah ucap tadi. Untuk meyakinkan

perempuan itu, kukatakan bahwa Suto yang asli ada di

Perguruan Merpati Wingit. Lalu dia bergegas kesana

mencarimu dengan meninggalkan kemarahan kepada

Dirgo Mukti! Sudahlah, jangan pikirkan tentang dia!"

Peri Malam merajuk manja.

"Aku tidak memikirkan dia, tapi memikirkan orang-

orang Perguruan Merpati Wingit! Mereka bisa jadi

korban tak bersalah jika benar perempuan itu

mengamuk karena tidak menemukan aku di sana!"

"Itu urusan orang-orang Merpati Wingit! Bukan

urusanmu!"

"Aku pernah ditolong oleh mereka. Kau pun

diselamatkan dari luka dalammu oleh mereka! Tak bisa

kita berdiam diri begini saja!"

"Aku tak setuju kalau kau kembali ke Merpati

Wingit!"

"Aku harus kembali ke sana!" Suto bergegas

melangkah, tapi segera Peri Malam melompat dan

cepat menghadang langkah Suto.

"Jangan ke sana, Suto!"

"Aku hanya ingin melihat apa yang dilakukan

perempuan yang tak kukenal itu!"

"Kau pasti akan kembali kepada Betari Ayu!" nada

cemburu makin tampak jelas dari raut muka Peri

Malam.

"Aku memang harus kembali kepada Nyai Betari Ayu

untuk menjelaskan bahwa aku tidak ada hubungan apa-

apa dengan perempuan yang bernama Perawan Sesat

itu!"

"Tidak! Kamu tidak boleh ke sana! Betari Ayu akan

semakin kegirangan jika kau datang. Aku tahu dia

mencintaimu, Suto!"

"Itu hak dia! Aku tak bisa melarang!"

"Tapi kau melayaninya! Kau tidur dengannya

dan...."

"Cukup! Urusan itu kita bicarakan nanti saja!

Sekarang aku mau ke sana dan jangan halangi aku!"

"Tidak boleh!" Peri Malam rentangkan kedua

tangannya.

Suto nekat sentakkan kaki dan melesat pergi

menabrak tubuh Peri Malam. Akibatnya perempuan itu

terjengkang ke belakang dan jatuh di atas tanah

berpasir. Ia segera bangkit begitu melihat Suto sudah

lenyap dari pandangan matanya. Ia berseru,

"Sutooo...! Tunggu! Aku ikut...!"

Karena pada saat itu terlintas dalam pikiran Peri

Malam, jika ia tidak ikut mengawasi Suto, bisa-bisa

hubungan Suto dengan Betari Ayu semakin lengket. Ini

membuat ia kehilangan kesempatan untuk

menempatkan cintanya di samping hati Suto. Ia harus

mencegah hubungan itu agar tidak selengket karet.

Kelebatan Suto memang susah diikuti. Tapi Peri

Malam masih bisa menggunakan penciumannya melalui

udara. Bau keringat Suto telah melekat dalam

ingatannya. Bau keringat Pendekar Mabuk yang

mengandung tuak itulah yang menjadi penuntun Peri

Malam untuk menyusul kepergian Suto.

Suto sendiri tidak peduli apakah dia diikuti Peri

Malam atau tidak. Tetapi yang jelas firasatnya

mengatakan ada yang tak beres di Perguruan Merpati

Wingit. Firasat itu semakin kuat setelah di perjalanan

Suto menemukan tiga kuda tanpa penunggang. Bahkan

ia menemukan mayat Murbawati dan Widarti terkapar

di sekitar kuda itu.

"Gila! Ini pasti perbuatan Perawan Sesat. Mungkin

mereka bertemu dan didesak mengenai tempat

perguruan mereka namun tidak mengaku, akibatnya

mereka dibunuh secara keji! Hmmm...! Siapa

perempuan yang mengaku berjuluk Perawan Sesat itu?

Tak pernah kudengar namanya!" kata Suto sambil

matanya memandang ke sana-sini.

Saat itu Peri Malam datang menyusul. Ia ikut

terperanjat kaget melihat dua nyawa amblas dari raga

dua orang dari Merpati Wingit yang kala itu dikenal pula

olehnya. Peri Malam memandang Suto dan berkata

dengan nada pelan.

"Ada tiga kuda. Tapi mengapa hanya ada dua

mayat? Pasti ada satu lagi yang menjadi korban!"

"Ya. Benar. Lihatlah ke arah bawah pohon sana...!"

Peri Malam terkejut melihat mayat Sungko dalam

keadaan tanpa selembar benang di tubuhnya. Mayat

Sungko biru legam sekujur tubuhnya, pertanda

dihantam dengan pukulan tenaga dalam cukup tinggi.

*

* *