Episode 32
ORANG yang dicari Dirgo muncul di belakangnya.
Kehadirannya tanpa hawa dan tanpa suara, Dirgo
sempat terperanjat sebentar melihat munculnya
perempuan jabrik berpakaian ungu muda ketat. Bukan
rambut yang bikin Dirgo kaget, tapi bentuk tubuh yang
begitu menggiurkan yang bikin Dirgo terkesiap tak
berucap.
Hati Dirgo jadi berdebar-debar memandang belahan
dada perempuan itu yang tampak mulus, menonjol dan
sekal-sekal montok. Sungguh suatu pemandangan yang
harus diperhatikan tanpa kedipan mata barang sejenak.
Tapi wajah perempuan itu tetap tanpa senyum.
Kecantikan itu bagai gunung batu tersaput gumpalan
es. Dingin sekali. Walaupun Dirgo sunggingkan senyum,
perempuan berhidung kecil bangir dan bermata bundar
itu tak tertarik untuk membalas senyuman Dirgo.
"Luar biasa...," gumam Dirgo di dalam hatinya. Ia
pandangi perempuan yang berpinggul meliuk indah
dengan pantat menonjol sekal itu. Ia nikmati
kemolekan yang begitu langka itu sambil langkahkan
kaki kelilingi tubuh perempuan tersebut. Yang di
pandang tak bergerak sedikit pun kecuali matanya yang
melirik dengan liar. Wajah bekunya sedikit tegak
terdongak naik dagunya, menampakkan sebentuk
keangkuhan yang angker.
"He he he...!" Dirgo perdengarkan tawanya yang
pelan mirip orang menelan minuman. Tiba di depan
perempuan cantik berambut jabrik, Dirgo Mukti
hentikan langkahnya. Jarak mereka hanya tiga langkah.
"Kaukah yang rubuhkan pohon itu?" tanya Dirgo
dengan kedua tangan selipkan jempol ke ikat pinggang
di depan perutnya. Perempuan itu sedikit miringkan
wajah dalam pandang sipitnya. Semakin tajam mata itu
bak ujung tombak yang baru diasah dengan gerinda.
"Kaukah yang tumbangkan pohon untuk
menghadang langkahku?" ulang Dirgo.
Perempuan itu menjawab dengan suara serak-serak
angker namun menggairahkan.
"Ya. Aku yang lakukan! Mau apa kau?!"
Dirgo Mukti lebarkan senyum. "Justru aku yang
seharusnya bertanya begitu mau apa kau menghadang
langkahku dengan cara begitu?"
"Mau memastikan dirimu!" jawab perempuan yang
kemudian mengaku bernama Perawan Sesat itu.
"Apa yang perlu kau pastikan dari diriku, Perawan
Sesat?"
"Apakah benar kau yang bernama Suto Sinting,
murid si Gila Tuak itu?!"
"Mengapa kau tanyakan hal itu?"
"Aku mencarinya."
"Untuk apa?"
"Suatu keperluan penting."
"Menyenangkan atau menyusahkan?!"
"Sangat menyenangkan."
Dirgo manggut-manggut dalam senyuman,
melangkah ke samping tiga pijak sambil membatin,
"Perempuan ini boleh juga. Cantik tapi berkesan
liar. Merangsang tapi berkesan angker. Perempuan
seperti ini pasti punya gairah besar dalam bercinta.
Tubuhnya serba kencang dan itu menunjukkan jaminan
kenikmatan yang luar biasa. Perempuan ini jauh lebih
menggiurkan dari Selendang Kubur atau pun Peri
Malam. Hmmm... dia mencari Suto Sinting. Dia punya
kepentingan yang menyenangkan. Apakah dia punya
kencan dengan Suto Sinting? Atau barangkali dia ingin
membuat kencan dengan murid si Gila Tuak itu?"
Perawan Sesat ikuti gerakan langkah Dirgo.
Matanya bagai tak mau lepas dari wajah Dirgo Mukti. Ia
membatin pula di dalam hatinya,
"Kurasa memang ini orangnya. Peramal Pikun itu
memberi ciri ketampanan. Suto orang yang tampan,
gagah, dan perkasa. Orang ini punya ciri seperti itu.
Tapi apakah benar dia yang bernama Suto?"
Kejap berikutnya keduanya saling pandang lagi.
Lalu, Dirgo Mukti lontarkan tanya,
"Dari mana asalmu, Perawan Sesat?"
"Jawab dulu pertanyaanku tadi, kaukah yang
bernama Suto?!" sentak perempuan berpedang gading.
"Ya. Aku Suto Sinting!" jawab Manusia Sontoloyo
dalam tipuannya.
Perawan Sesat hembuskan napas lepas, seperti
mengalami perasaan lega. Wajah dinginnya sedikit
mencair. Keangkerannya mulai surut. Keangkuhannya
kian menipis. Kekakuan sikapnya pun menjadi berubah
sedikit santai.
"Ada kepentingan apa kau mencariku?!" tanya Dirgo.
"Aku harus membawamu ke Bukit Garinda, Suto!"
"Untuk apa aku ke sana?"
"Guru ingin menemuimu."
"Perlu apa gurumu menemuiku?" Dirgo ganti
berlagak angkuh.
"Itu urusan pribadi Guru. Sebaiknya ikut saja
perintahku, jangan bikin aku paksa dirimu dengan
kekerasan."
"Bagaimana jika aku ingin kekerasan itu?" goda
Dirgo Mukti.
"Kau akan menyesal nantinya, Suto!"
"Bagaimana jika aku ingin menyesal lebih dulu?"
sambil Dirgo mendekati Perawan Sesat. Senyumnya
makin mekar, membuat Perawan Sesat menganggap
kata-kata Dirgo tadi tidak bersungguh-sungguh.
Karenanya perempuan itu tidak cepat tunjukkan
kekerasan sikapnya, ia diam saja ketika Suto palsu
berdiri jarak satu langkah di depannya. Ia pandang
terus lelaki tampan itu.
"Aku mau kau bawa menghadap gurumu, tapi aku
inginkan sesuatu darimu sebagai syarat utama."
"Apa yang kau inginkan?"
"Kemesraan." jawab Manusia Sontoloyo itu.
Perempuan berbibir menggemaskan itu tampak
gelisah. Dirgo pegang kedua pundak Perawan Sesat.
Hati perempuan itu makin resah. Dirgo melihat sikap
pasrah yang bergumul rasa gelisah. Dirgo gunakan
kesempatan itu untuk mencium pipi Perawan Sesat.
"Jangan...," bisik perempuan itu. Tapi Dirgo nekat
lakukan.
Ciumannya mendarat penuh semangat di wajah
kanan Perawan Sesat. Perempuan itu berusaha
mengelak walau tak banyak.
"Jangan, Suto...."
Perempuan itu menggelinjangkan kepala samping.
Lehernya terbuka, dan Manusia Sontolo merenggut
leher itu dengan sebuah kecupan memburu.
"Jangan...," bisiknya lagi, lalu berlanjut, "Jangan di
sini, Suto!"
Mendengar lanjutan kata Perawan Sesat, Dirgo
justru hentikan ciumannya. Ia tarik kepala ke belakang
dan pandang mata perempuan itu sambil tersenyum
dalam tawa terkulum.
"Apakah syarat itu harus kupenuhi?" bisik Perawan
Sesat sambil biarkan tangan Dirgo menelusuri masuk ke
belahan dadanya.
"Ya. Harus kau sendiri yang penuhi. Kalau kau tidak
penuhi syarat itu, aku tak mau menghadap gurumu."
"Aku takut kau laporkan pada Guru."
"Aku tak akan bilang apa pun padanya nanti."
"Kau berani berjanji?"
"Aku berjanji dengan berbagai sanksi."
"Apakah kau berani kehilangan nyawa jika sampai
bocorkan rahasia?"
"Ambillah nyawaku jika aku dusta padamu!"
Tap ..! Tangan Dirgo ditangkapnya kuat, lalu
disentakkan lepas dari belahan dadanya yang
membengkak itu. Tanpa berucap kata apa pun,
Perawan Sesat sentakkan ujung kakinya. Tubuhnya
melenting ke udara dan bersalto dua kali untuk
mencapai bawah pohon rindang. Dirgo pun
mengikutinya dengan satu lompatan ringan dan bersalto
dua kali di udara.
Kejap berikut tubuh mereka sudah saling
berhadapan. Tangan Dirgo mulai meraih lengan
Perawan Sesat. Tubuh itu tertarik ke depan dan
terpeluk Dirgo. Kepala perempuan itu sengaja tengadah
dengan bibir yang merekah. Dirgo segera melumat bibir
itu dengan tangan meremasi punggung Perawan Sesat.
Mulut perempuan itu terlepas dan lontarkan desah
bersuara serak. Ia biarkan Dirgo menjamah sekujur
tubuhnya. Karena ia sendiri merasa tidak bisa
menghindar dari gairah yang kian memberontak dan
melonjak-lonjak itu.
Kejap berikut, keduanya sama-sama berpeluh.
Kejap lain lagi, mereka telah siap berdiri untuk
tentukan langkah. Pakaian mereka sudah kembali rapi.
Dan saat itu senyuman manis Perawan Sesat tampak
mekar disuguhkan di depan Dirgo Mukti dengan sinar
kepuasan.
"Sudah kuduga, kau memang galak dalam bercinta,"
kata Manusia Sontoloyo dengan senyum kemenangan.
Perawan Sesat tersipu malu, namun ia lontarkan
kata lirih.
"Memang begitulah aku. Tak boleh tersenggol
kemesraan sedikit saja."
Manusia Sontoloyo serukan tawanya, membuat
Perawan Sesat makin tersipu namun penuh bangga diri.
Tanpa terpikir oleh mereka, sepasang mata
mengintai sejak lompatan tubuh mereka mencari
tempat bercumbu tadi. Sepasang mata itu mengikuti
terus gerak-gerik dan suara mereka dari balik semak
belukar. Sepasang mata itu menahan napasnya kuat - kuat agar tidak didengar oleh kedua pasang insan yang
tadi dilihatnya begitu bergelora mencapai puncak
birahinya.
"Syarat sudah kupenuhi," kata Perawan Sesat
"Sekarang kau harus mau menghadap Guru, Suto."
"Ya. Aku akan menghadap gurumu!"
"Guru akan senang melihat aku datang bersamamu
Suto Sinting!"
"Karena kau telah menyenangkan hatiku, maka aku
harus menyenangkan dirimu, juga menyenangkan
gurumu!"
"Aku kagum pada sikap ksatriamu, Suto. Dan...,"
ucapan itu terhenti. Menandakan adanya sesuatu yang
membuatnya ragu. Dan mendadak tangan perempuan
berambut makin awut-awutan itu berkelebat ke
belakang sambil balikkan badan. Rupanya lemparkan
selembar daun yang tadi sempat dipetiknya sebelum
melangkah pergi dari ranjang alamnya. Daun itu kini
melesat terbang bagaikan lempengan logam dan
menancap tepat di batang sebuah pohon bersemak
bawahnya.
Jruub...!
"Ada apa?!" tanya Dirgo Mukti kaget.
Pertanyaan itu belum terjawab, tiba-tiba dari
semak bawah pohon yang tertancap daun itu melesat
sesosok bayangan kuning. Kejap berikutnya telah
berdiri seorang perempuan berpakaian kuning kunyit
dengan dada yang sekal juga, walau kalah montok
dengan Perawan Sesat.
Perempuan yang baru hadir dan keluar dari
persembunyiannya itu berambut lurus sebatas pundak
lewat sedikit. Rambutnya itu dililit rantai emas kecil
melingkar kepala. Di bagian tengah kening rantai itu
mempunyai batuan hias merah delima sebesar kacang
tanah. Perempuan itu mempunyai tahi lalat di ujung
dagu kanannya. Siapa lagi dia jika bukan Peri Malam,
murid si Mawar Hitam yang sudah dianggap murtad itu.
"Peri Malam...!" desis Manusia Sontoloyo mulai
cemas.
Perawan Sesat tatap wajah Peri Malam dengan
sikap bermusuhan. Sedangkan yang ditatap hanya
senyum-senyum sinis dengan lagak berkesan
meremehkan keangkeran wajah cantik Perawan Sesat.
"Apa maksudmu mengintip dari semak sana?!"
geram Perawan Sesat.
"Hanya ingin melihat orang bodoh bercinta!" jawab
Peri Malam.
"Sekali lagi kau bilang begitu, tak kuberi ampun
dirimu!" sambil si jabrik sipitkan mata.
Peri Malam tertawa lepas terkikik-kikik. "Lucu
sekali kau ini. Kudengar namamu Perawan Sesat.
Pantas jika kau bernafsu besar hanya karena tersesat
kemesraan lelaki dungu di sampingmu itu, sebab kau
berotak udang, alias bodoh!"
Wuuttt...! Tangan Perawan Sesat sentakkan ke
depan dengan gerakan cepat. Pukulan tenaga dalam
jarak jauh melesat ke arah Peri Malam. Namun Peri
Malam sempat hantamkan tangan kanan ke kiri sambil
liukkan badan menyamping. Wuusss...! Greebb...!
Kedua pukulan tenaga dalam saling beradu dan
terbuang ke gundukan tanah dekat pohon rindang yang
tadi dipakai payung kencan.
"Perawan Sesat, jangan layani dia!" kata Dirgo
Mukti dalam kecemasan yang tersimpan. Ia berusaha
menarik lengan Perawan Sesat, tapi dikibaskan oleh
perempuan itu.
"Aku harus menghajar perempuan itu biar tahu
sopan!" geram Perawan Sesat sambil angkat kedua
lengan ke atas dengan tenaga terkerahkan.
Peri Malam segera serukan kata, "Jangan salah
sangka! Aku datang hanya untuk mengatakan bahwa
kau salah memilih orang!"
Cepat-cepat Dirgo kembali menarik lengan Perawan
Sesat dan berkata, "Lekaslah, jangan buang-buang
waktu! Gurumu pasti sudah menunggu lama!"
"Tunggu!" Perawan Sesat sentakkan lengan, mata
tetap arahkan tajam ke arah Peri Malam. Lalu ia
serukan tanya,
"Apa maksud kata-katamu, Perempuan Burik?!"
"Kau sangka lelaki di sampingmu itu Suto Sinting?"
Peri Malam segera tertawa lepas.
Dirgo cepat hentakkan suara, "Tutup mulutmu, Peri
Malam!"
"Oh, oh... lihat, dia ketakutan! Dia bentak aku
karena dia takut aku bocorkan siapa dirinya di
depanmu! Lihat...! Hi hi hi...!"
Tangan Peri Malam menuding ke arah Dirgo Mukti,
membuat Perawan Sesat memperhatikan wajah Dirgo
dengan curiga. Dirgo jadi gemas dan segera lancarkan
pukulan jarak jauhnya. Wuugh...!
"Woww...!" teriak Peri Malam sambil tertawa ia
lompatkan badan, melesat tinggi dan kembali jatuh
berpijak kaki tegap. Tawanya dilanjutkan seraya ia
serukan kata,
"Suto Sinting bukan dia! Suto Sinting sekarang ada
di Perguruan Merpati Wingit! Dia dalam perawatan
lukanya di sana. Sedangkan orang yang ada di
sampingmu itu adalah Dirgo Mukti, alias Manusia
Sontoloyo!?"
"Bohong! Aku Suto Sinting!" sentak Dirgo dengan
mata melotot.
Perawan Sesat kian kerutkan dahi dalam tatap
matanya ke arah Dirgo. Sementara itu, Dirgo masih
tampakkan kegusarannya seraya membentak Peri
Malam.
"Jangan turut campur urusanku, Peri Malam! Jangan
kau fitnah Perawan Sesat dengan kelicikanmu. Akulah
Suto Sinting!"
"Dirgo...!" seru Peri Malam. "Setahuku, Suto Sinting
lebih tampan dan lebih memikat daripada dirimu. Suto
Sinting tidak mau bertindak ceroboh kotor seperti yang
kau lakukan di bawah pohon tadi. Setahuku, Suto
Sinting itu lelaki tanpa pusar yang bergelar Pendekar
Mabuk, murid sinting si Gila Tuak. Sedangkan kau,
hmm... murid siapa kau? Gelar mu saja Manusia
Sontoloyo! Jangan mengaku-aku nama Suto Sinting
hanya untuk memperoleh kemesraan dan kenikmatan
tubuh seorang perempuan. Kau bisa mati di tangan
Perawan Sesat itu!"
"Diam...!" teriak Dirgo. Ia hendak lepaskan pukulan
jarak jauh kepada Peri Malam. Tapi, dengan kasar
pundaknya ditarik ke belakang oleh Perawan Sesat
hingga ia tersentak dan berpaling ke arahnya.
"Sontoloyo...!" geram Perawan Sesat. Tajam
matanya memandang.
"Jangan hiraukan kata-kata itu. Aku Suto Sinting
murid sinting si Gila Tuak. Akulah orang yang kau cari,
Perawan Sesat!"
Tiba-tiba tangan Perawan Sesat bergerak cepat
bagaikan kilat. Tak mampu terlihat oleh mata Dirgo.
Wuusss...! Bret, breett...!
Perawan Sesat membuka baju Dirgo. Tampak ada
pusar di perut lelaki itu yang tadi tak sempat
diperhatikan Perawan Sesat. Seketika itu, Dirgo cepat
raih bajunya dan dekap pusarnya sambil sedikit
membungkuk malu.
"Apa-apaan ini...?!" Dirgo berlagak sewot.
"Jahanam kau!" geram Perawan Sesat.
"Aku Suto Sinting. Bukan jahanam!"
"Dusta! Di perutmu ada pusar. Aku tahu itu pusar
bukan kerupuk mentah! Dan itu berarti kau bukan Suto
Sinting!"
Plookkk...!
Begitu cepat dan kuat tangan Perawan Sesat
menghantam telak wajah Dirgo Mukti. Pukulan itu
membuat Dirgo menggeragap sambil terhuyung mundur
tiga tapak.
Wuuut...! Plokkk...!
Sebuah tendangan samping dilancarkan ke depan
oleh Perawan Sesat. Dirgo tak sempat menangkis
karena kecepatannya yang luar biasa. Akibatnya, wajah
yang belum sempat menemukan titik sakitnya akibat
tonjokan tadi, sekarang menjadi semakin panas sekujur
kepala.
Tendangan dan pukulan itu kosong tanpa kekuatan
tenaga dalam. Tapi sudah cukup bikin pandangan mata
Dirgo berkunang-kunang. Ia cepat kibaskan kepala
untuk membuang kunang-kunangnya. Sedangkan
Perawan Sesat kali ini siap hantamkan pukulan jarak
jauhnya bertenaga dalam. Dirgo pun bergegas bangkit
dan siap menghadapi pukulan itu. Dengan satu gerakan
jarinya ia sentakkan gelombang pelapis yang tak mudah
ditembus oleh pukulan siapa pun, kecuali pukulan dari
Suto Sinting.
Tetapi, ketika pukulan Perawan Sesat dihantamkan,
ternyata Dirgo terpental ke belakang dengan mata
terpejam. Jatuh telentang setelah mendengar suara
ledakan keras. Blarrr...! Itu pertanda gelombang
pelapisnya mampu didobrak oleh pukulan tenaga dalam
Perawan Sesat.
Dirgo Mukti berdarah di bagian hidungnya. Ia
bergegas bangkit lagi. Perawan Sesat sudah siapkan
pukulan kembali. Tapi Peri Malam segera berseru,
"Tahan! Dia punya urusan pribadi dengan Suto
Sinting pada dua purnama mendatang. Mereka akan
bertarung sampai mati di Bukit Jagal! Beri kesempatan
dia hidup biar buktikan kehebatannya dalam
pertarungan nanti! Sebaiknya...," kata-kata itu henti,
karena tiba-tiba tubuh Perawan Sesat bagaikan lenyap
karena kecepatan lompatnya yang begitu tinggi.
Dirgo tak sempat berseru menahan kepergian
perempuan yang liar dalam bercinta itu. Ia hanya
mengeram dongkol pada Peri Malam. Peri Malam
tertawa cekikikan melihat wajah Dirgo bonyok.
*
* *