Alecta yg baru saja kembali dari pantai yg lumayan jauh itu kelelahan dan berbaring diatas kasurnya. Sembari memandang langit-langit kamar, ia asik mengingat momen saat ia menjadi naga laut selama 3 jam dan bersenang-senang bersama Nicholas dan teman naga laut barunya, Maui. Namun Alecta dikejutkan oleh suara bantingan pintu dari ibunya.
"Darimana saja kau?!" Bentak Liliana.
Alecta meneguk salivanya dan terbatah-batah. "A-aku.. aku.. pergi keluar untuk bermain." Jawabnya, ia mulai merasa gelisah saat melihat ekspresi ibunya yg sepertinya sangat marah.
"Jangan bilang kau pergi menemui temanmu itu? Ibu sudah mencarimu kemana-mana, tapi kau tidak ada. Kau pikir ibu bisa dibohongi semudah itu?" Tekannya.
"Sungguh.. a-aku.. tidak bertemu dgn Nicholas, bu." Geleng Alecta panik.
"Alecta, jika kau terus berbohong pada ibu... maka ibu akan memberimu hukuman. Jadi katakan kemana dan siapa yg kau temui?" Liliana menunjuk jubah usang yg tergantung dikamar mandi dan beberapa bungkus makanan ringan yg ada disaku pakaiannya, jelas Liliana tau bahwa anaknya pergi menemui seseorang.
"Tapi aku.. tidak..."
"Alecta..." Potong Liliana dgn nada menuntut.
Gadis kecil itu menunduk dan menghela nafas. Sembari memainkan jarinya, ia mulai membuka mulut. "Aku pergi ke pantai... untuk mencari Nicholas." Lanjutnya. Ya, dia enggan mengatakan semua kebenaran.
Liliana menaikkan alis sebelah dan menatapnya tajam. "Mencari Nicholas.. atau bertemu Nicholas?" Ucapnya dgn nada kecurigaan.
"A-aku mengatakan yg sebenarnya, aku dengar kisah tentang naga air yg dulu suka keluar dari pantai jadi aku pergi kesana... dan jubah itu diberikan oleh nenek nelayan yg memberitauku utk tidak keluar dgn pakaian mewah atau aku akan dirampok. Itu saja, sungguh." Jelas Alecta.
"Untuk apa kau mencuri makanan ringan dari dapur istana?"
"Yah.. u-untukku. Aku tau kalo aku pasti akan lama mencari Nicholas, jadi aku membawa makanan utk jaga-jaga."
"Bohong."
"Ibu.. aku sudah mengatakan yg sebenarnya!" Ucap Alecta bersikeras.
Liliana menghela nafas dan menunduk, ia memegang kedua tangan anaknya dgn mata sayu. "Itu tidak penting sekarang, tapi... ibu mohon padamu untuk mengatakan yg sebenarnya tentang kalung putri Glacia?"
"Kalung? Me-memangnya ada apa bu?" Ucap Alecta tersenyum rengkuh dgn mata yg menoleh kemana-mana.
"Putri Glacia mengamuk siang tadi, dia bilang kalungnya palsu dan dia marah besar. Kenapa kau tidak bilang bahwa kalung itu palsu, apa kau menyimpan yg aslinya?"
Alecta menunduk.
"Alecta.. kau tidak perlu menyembunyikan banyak hal dari ibumu. Setidaknya ibu bisa melakukan sesuatu utk menyelesaikan masalah ini. Kau membuat ibu cemas."
"Kami hanya menukar mainan kalungnya." Ucap Alecta dgn nada rendah.
"Apa? Tapi kenapa?" Tuntut Liliana.
"Putri Glacia mencuri giok biru dari pangeran Nadish. Jadi aku menukarnya dgn giok biasa dari pasar bawah laut dan mengembalikan yg asli ke kerajaan naga air."
Liliana duduk diatas kasur dan menepuk pelan dahinya. "Apa yg sudah kau lakukan Alecta..." Gumamnya.
"Ibu.. itu tubuh seorang pangeran naga laut yg terhormat dan dicari oleh rakyat naga air sejak lama, dia punya keluarga yg menunggunya, dan putri Glacia malah memakainya sebagai kalung? Tidakkah ibu pikir dia sangat ja-"
"Itu bukan urusan kita, Alecta!" Liliana sekali lagi mencengkram kedua lengan anaknya. "Saat ini.. kita tidak punya waktu utk mengurus persoalan tentang bangsa naga laut. Yg penting sekarang adalah.. bagaimana caranya kau bisa menjadi seorang putri dan membalaskan dendam putri Alecta. Apa kau mengerti?"
"Tapi bu, bagaimana dengan-"
"Nanti.. saat kita sudah berhasil mencapai tujuan kita dan putri Glacia sudah disingkirkan.. barulah kau bisa memperbaiki hubungan dgn bangsa naga laut dan berteman dgn Nicholas. Tapi saat ini jangan mencari masalah dan turuti apa kata ibumu." Tekan Liliana.
Alecta terdiam, bibirnya sedikit bergetar terlihat ragu utk mengatakan sesuatu. Dia sangat ingin bilang bahwa pangeran Nadish sendirilah yg terus menghantuinya utk mengambil kalung Glacia dan dia juga sangat tertarik dgn dunia naga laut. Tapi dia mengerti bahwa semua ini dilakukan demi kebaikannya sendiri.
"Baik, ibu." Jawab gadis itu dgn nada yg pelan.
Liliana sekali lagi menghela nafas berat dan mengusap wajahnya. "Jangan sampai putri Glacia tau bahwa kau yg sudah menukar kalungnya, mungkin dia tidak akan mencurigaimu karna kau masih anak-anak, tapi jangan pernah mencari masalah dgnnya ataupun berpapasan dgnnya. Kau mengerti?"
"Iya bu, aku tidak akan mondar-mandir di istana terlalu sering." Jawab Alecta.
***
"Boleh aku tau bagaimana ciri kalungmu yg asli?" Tanya Riven. Ia mendengar laporan dari Liliana tentang kalungnya yg hilang, Riven ingin membantu dan mengeceknya sendiri.
"Ini tidak penting, urus saja urusanmu sendiri. Kau punya banyak pekerjaan." Ketus Glacia.
Riven hanya tersenyum tipis dan menghela nafas. "Jika kau sampai mengamuk dan menangis keras seperti tadi, ini pasti kalung yg sangat berharga. Lebih banyak orang yg membantu, lebih cepat kalungnya ditemukan."
Glacia terlihat ragu untuk mengatakannya, karna Riven ada saat putri Alecta dan Nadish masih hidup, dia juga tau tentang rumor tubuh naga laut yg menjadi giok cantik saat meninggal. Dia hanya takut bahwa kapten kerajaan tersebut mengetahui tentang hal ini.
"Sudah kubilang kan... ini bukan hal yg penting. Hanya kalung liontin biasa yg aku dapatkan sebagai hadiah dari negeri.. ehh.. negeri China. Itu kalung yg bercahaya yg sangat-"
"Tunggu dulu.. apa itu kalung yg jatuh ke lantai saat kau hendak memukul Elina?" Potong Riven.
"Oh.. i-iya.. benar, kalung itu." Ucapnya terbatah.
Riven berpikir sejenak, berusaha mengingat kejadian waktu itu. "Liontinnya memang sangat indah, aku tau bagaimana rupanya. Nanti aku akan menyuruh beberapa prajurit juga utk mencari kalungmu disekitar istana, jangan khawatir."
"Ya terima kasih. Kalo begitu, silahkan keluar.. A-aku mau istirahat." Usir Glacia, ia mendorong tubuh pria tinggi tersebut dan membanting pintunya.
Riven yg dipaksa keluar itu hanya menghela nafas dan tersenyum simpul. "Kenapa putri Glacia terlihat sedang menyembunyikan sesuatu?" Gumamnya. Ia mengelengkan kepalanya dan memilih utk mengabaikan hal itu.
Sementara dikamar putri Glacia menggigit jarinya diatas kasur sembari memikirkan banyak hal. "Bagaimana jika semua orang tau... bagaimana jika naga laut tau bahwa selama ini akulah yg menyimpan tubuh pangeran mereka. Jika mereka menyerang Nocturnus lagi, aku pasti akan hancur... ka-kami pasti tidak akan menang dalam kondisi seperti ini..."
***
Disisi lain, Liliana sedang memikirkan cara agar putri Glacia melupakan soal kalung itu, dia berusaha membuat Glacia sibuk agar dia tidak punya kesempatan utk menyelidiki soal pencuri kalungnya. Selain itu, dia juga sudah membuat rencana utk membuat keadaan istana sibuk dgn para tamu yg datang dari berbagai kerajaan.
"Ini jadwalmu untuk hari ini, tuan putri." Ucap Liliana.
Glacia melotot melihat catatan yg sangat panjang disebuah kertas gulung. "Apa semua ini jadwalku.. atau ini-"
"Ya putri, itu jadwal yg harus kau lakukan. Akhir-akhir ini banyak masalah dan keluhan dari tamu kerajaan tentang kamar dan pelayanan yg mereka dapatkan, selain itu mereka merasa bosan di istana karna kita tidak mengadakan tur, mereka yg belum pernah ke Nocturnus sangat ingin berkeliling dan melihat-lihat." Jelas Liliana.
"Pertemuan dan diskusi, memimpin acara tur istana, menghadiri pesta minum teh, memilih buah tangan untuk para tamu yg akan pulang, persiapan pernikahanku bulan depan, dan blablabla... kau serius?!" Ucap Glacia.
"Kita mengundang banyak pangeran dari berbagai kerajaan, mereka dgn rombongannya datang utk mengikuti acara selama 3 hari dan menginap selama 1 minggu untuk perkenalan dan promosi kerajaan kita. Sesuai dgn yg kita sepakati dipertemuan waktu itu, acara sayambara ini akan menjadi kesempatan utk memperbaiki krisis kerajaan kita jadi putri tidak boleh menggagap remeh semua ini." Jelas Liliana.
"Aku tau, aku tau.. tapi aku harus mencari kalungku Liliana.."
"Biarkan pihak berwajib istana dan Riven yg mencarinya, aku yakin kalungmu akan ketemu. Tapi saat ini kita harus menyenangkan hati para tamu kerajaan dan mempersiapkan pernikahanmu dgn anak Raja Cloude. Jika mereka suka dgn hal-hal yg ada dinegeri kita, mereka bisa berinvestasi atau membantu menaikkan perekonomian kita, selain itu Raja Cloude pasti akan memberikan banyak hadiah untukmu setelah pesan kemenangan anaknya sampai ke telinganya... pikirkan kerajaan kita dulu Putri, kalungmu bisa menunggu."
Glacia terdiam dan mengangguk. Masih dgn wajah gelisah, Glacia menuturi kata Liliana dan mulai mengerjakan semua yg ada di jadwal.
Sebenarnya, Liliana sudah menyuruh beberapa orang utk membuat masalah dikamar beberapa tamu dan mengurangi pelayanan yg seharusnya diberikan utk tamu istana, seperti tidak menyuruh pelayan membersihkan kamar tamu, menyiapkan bak mandi/keperluan mandi, menolak perintah, dan lain-lain. Semua itu dilakukan diam-diam dan semulus mungkin. Oleh sebab itu ada beberapa tamu yg mengeluh dan mengajukan protes pada Glacia, hal ini adalah kesempatan agar Liliana bisa membuka pertemuan utk keluhan dan hal lainnya utk menyibukkan Glacia dan kondisi istana. Pelayan yg disuruh Liliana tentu saja bukan pelayan asli istana, jadi jika mereka dipecat Glacia karna melakukan hal bodoh yg disuruh Liliana.. mereka tidak peduli.
***
"Baik, kapten. Kami akan mencari dan memeriksa semua orang." Hormat seorang prajurit. Sekumpulan prajurit itu mulai menyebar utk melaksanakan tugasnya dalam mencari pencuri kalung putri mereka.
Riven menghela nafas dan mencoret beberapa daftar nama dicatatannya, daftar nama orang penting diistana yg sudah diperiksa dan dinyatakan bersih. Dia bingung harus mencari kemana lagi, sisanya sudah ia serahkan ke para anak buahnya.
Namun, ditengah kerumunan pasar yg mulai kembali ramai karna adanya acara sayambara diistana, Riven melihat seorang gadis kecil yg tidak asing lagi baginya. Ia terus memasati gadis itu sampai seseorang tdk sengaja menyenggolnya dan penutup kepala jubah usangnya terbuka, saat itulah Riven tersenyum dan geleng kepala. "Apa yg dilakukan Elina disini?" Kekehnya.
Ia hendak menghampiri gadis itu utk menegurnya, tapi tiba-tiba dia berlari setelah memasang penutup kepalanya lagi. Alecta terlihat buru-buru utk pergi ke suatu tempat. Gerak gerik Alecta membuat Riven penasaran, dia tidak pernah melihat Alecta keluar dari istana dan memakai jubah usang dgn pakaian sederhana, selain itu dia takut terjadi apa-apa pada gadis itu jadi dia merasa harus menegur Alecta dan mengajaknya pulang.
"Hey! Sudah berapa lama kalian menunggu?" Tegur Alecta.
"Lama sekali.. kami sudah menunggu hampir setengah jam. Kami kira kau tidak akan datang lagi." Jawab seorang anak laki-laki yg berada di air, dgn teman satunya lagi yg sumringah.
Seketika senyum diwajah Riven hilang dan ia mematung ditempat, Riven mengangah tak percaya bahwa dia melihat Alecta yg berteman dgn dua naga laut.
Gadis kecil itu menoleh kanan-kiri untuk memastikan bahwa tak ada orang yg melihat atau membututinya, tepat saat itu Riven langsung berbalik dan bersembunyi dibalik perahu nelayan. Jarak perahu tersebut dgn batu karang tempat mereka sembunyi sangat dekat sehingga telinga Riven yg tajam bisa mendengar percakapan mereka.
"Maaf.. aku tadi ada sedikit bermasalah saat keluar dari istana." Ucap Alecta yg mulai duduk karna merasa disekelilingnya sudah aman.
Nicholas dan Maui naik dan duduk disamping Alecta. "Tidak apa. Aku juga sempat kesulitan mendapat izin keluar dari ibuku." Kekeh Nicholas.
"Oh iya, kemarin aku menunjukkan roti yg kau berikan itu. Mereka bilang akan membawakannya saat mereka pergi ke darat. Ayahku sangat suka roti manusia, haha.." Ucap Maui.
"Benarkan! Aku sudah bilang mereka pasti suka." Kekeh Alecta.
"Hey, tebak apa yg aku bawa untukmu.." Nicholas menarik tas Maui dan mengeluarkan sebuah botol dgn cairan berwarna ungu terang di dalamnya. Alecta sumringah dan langsung merebut botol itu.
"Ramuan naga laut! Wahh.. kau mencurinya lagi dari kakekmu?" Seru Alecta.
"Sudah kubilang ini hanya hal yg biasa bagi kami, ini seperti obat yg dijual dibawah laut. Kakek punya lusinan ramuan dirumahnya." Jawab Nicholas santai.
"Kita akan bermain ke bawah laut lagi?" Ucap Alecta.
"Ya, masih ada banyak hal yg belum kau ketahui.. Aku dan Maui akan mengajakmu ke tempat yg sangat indah dibawah laut."
"Cepat minum dan berubah jadi naga laut, aku tidak sabar utk bermain seperti kemarin." Seru Maui.
Alecta mengangguk sumringah dan membuka tutup botol itu, namun sebelum ia sempat meneguk ramuan itu, seseorang mengejutkan mereka.
"Awas pak!" Teriak seorang nelayan.
Riven yg ditegur tersebut spontan keluar dari tempat persembunyiannya dan menepis serangan tombak kayu runcing dari seseorang berpakaian aneh. "Kenapa kau menyerangku?!" Teriak Riven.
Orang tersebut terjatuh karna tak mampu menandingi kekuatan Riven, ia merapatkan kain yg menutup wajahnya dan kabur. "Hey, jangan lari!" Teriak Riven.
"Kau baik-baik saja pak?" Ucap seorang nelayan yg keliatannya masih muda.
Riven mengangguk. "Ya, terima kasih banyak sudah memperingatiku."
Pemuda tersebut melanjutkan kegiatannya. Namun ia baru menyadari bahwa Alecta melihatnya dgn mata yg terbelalak. "Ka-kak...Riven?" Gumam Alecta.
"Yg menyerangnya tadi naga air, aku kenal orang itu." Ucap Maui. Nicholas langsung menutup mulut teman polosnya itu dgn telapak tangan.
Alecta teringat dgn omongan nenek nelayan yg ia temui kemarin. Disekitar pantai ada banyak kaum naga laut yg bersembunyi, dia benar bahwa mereka sangat membenci orang-orang istana. Tapi ia lega bahwa masih ada rakyat yg peduli pada mereka dan berusaha menyelamatkan kapten perang istana, jika tidak maka Riven pasti akan mati.
Alecta mengerjapkan matanya dan sadar dari lamunannya, ia mundur beberapa langkah saat Riven mulai mendekat.
"Oh tidak, dia dari istana!" Ucap Nicholas panik.
"Apa yg kalian lakukan? Cepat kabur!" Bisik Alecta. Nicholas mengangguk dan menarik tangan Maui dan mereka berdua menyelam ke dalam air.
Alecta yg melihat kedua temannya kabur langsung menghalangi Riven yg hendak meraih pedang dipinggangnya.
"Jangan sakiti mereka, kumohon..." Hadang Alecta.
Riven menatap Alecta dgn alis yg diturunkan dan menghela nafas. "Apa maksud semua ini? Naga laut... ramuan.. dan orang yg hampir membunuhku.. sebenarnya apa yg terjadi Elina?"
Gadis kecil itu menurunkan tangannya saat dirasa keadaan sudah aman dan kedua temannya sudah pergi jauh ke bawah laut.
"Aku akan mengatakan semuanya asalkan kak Riven berjanji untuk tidak memberitau ibu dan memerintahkan prajurit istana utk memburu naga laut." Ucap Alecta.
"Aku dengar anak itu menyebut orang yg menyerangku tadi sebagai naga laut yg menyamar, apa kau tau kenapa dia menyerangku?"
"A-aku.. tidak tau.. tapi aku akan beri tau sesuatu bahwa-"
"Ck. Putri Glacia benar, mereka suka menusuk dari belakang. Bangsa naga laut itu jahat, mungkin sekarang kalian berteman baik.. tapi suatu hari mereka akan mengkhianatimu dan membuatmu dalam masalah. Kenapa kau percaya semudah itu pada mereka?" Potong Riven.
Alecta mempoutkan mulutnya. "Putri Glacia lah yg jahat! Semua yg terjadi pada bangsa naga laut dan kerajaan Nocturnus adalah ulahnya. Aku percaya pada mereka dan mereka juga percaya padaku. Kau tidak tau apapun!" Protes Alecta.
Riven tersentak oleh ucapan gadis kecil dihadapannya. Ia mengusap kasar wajahnya dan sekali lagi memandang air laut yg ada disebelahnya.
"Baiklah... aku akan mendengarkan penjelasanmu." Ucap pria tersebut.