Chereads / TWINS IN TROUBLE / Chapter 29 - Chapter 29

Chapter 29 - Chapter 29

Sebuah gerobak bakso dengan didorong oleh orang remaja laki-laki yang tidak lain adalah Revan di mana sekarang remaja laki-laki itu tengah berjualan di sekeliling kampungnya.

Revan udah berjualan dari tadi siang sepulang sekolah sampai sekarang menjelang sore, seperti biasanya dagangannya selalu habis laris manis dan dia membawa pulang gerobak yang sudah kosong tidak ada barang dagangan lagi.

Revan sekarang telah duduk di kursi rumahnya sembari membuka beberapa buku pelajarannya dan membacanya. Namun Revan mendadak hati merasa gelisah dan tidak tenang sebab dia memikirkan Anggika sedari tadi bahkan sejak pulang sekolah.

Revan berniat untuk menelepon Anggika namun saat dia ingat bahwa dirinya tidak ingin dekat lagi dengan gadis cantik itu, Revan kembali melalui handphonenya di atas meja dan kemudian melanjutkan membaca bukunya.

Sementara itu di sisi lainnya tepatnya di rumah Rintan, gadis cantik itu sekarang tengah berkumpul mengobrol bersama dengan Devika dan Winda membahas tentang kambing yang akan diadakan dua minggu lagi di puncak.

"Tapi sebelum camping itu dilaksanakan, bukannya pak Mark ulang tahun ya?" tanya Winda pada Rintan.

"Oh iya, tanggal dua belas Desember," jawab Rintan pada Winda sembari mengangguk mengiyakan.

"Buat surprise apa? Buket bunga?" tanya Devika pada Rintan.

"Kok buket bunga sih? Bukanlah," jawab Rintan pada Devika sembari menggelengkan kepalanya.

"Terus apa? Aku kalau ulang tahun sering di beri kado buket bunga sama jajanan," ucap Devika pada Rintan.

"Dia ini cowok dan kamu cewek, jelas beda Devika," sahut Winda pada Devika dan diangguki setuju oleh Rintan.

Mereka bertiga yang sebelumnya membahas tentang camping yang akan diadakan dua minggu yang akan datang, menjadi beralih membahas tentang acara ulang tahun yang akan mereka buat kejutan untuk Mark.

"Kalau kak Mark ulang tahun pasti si cupu diundang," ujar Devika pada Rintan.

"Nggak kalau tahun ini, mereka nggak akan mengundang si cupu itu lagi," sahut Rintan pada Devika dan Winda.

"Bagus kalau begitu," ucap Devika pada Rintan dan Winda sembari mengembangkan senyum liciknya.

"Mendingan di undang aja bagaimana? Nah pas didalam ulang tahunya itu dia kita kerjain aja," sahut Rintan pada Devika dan Winda.

"Nggak. Udah bagus nggak usah diundang daripada kalian undang dia malah tersiksa nantinya didalam acara itu," ucap Winda tidak menyetujui apa yang dikatakan Rintan pada Devika.

"Kamu kalau nggak suka diam aja kenapa sih?" tanya Devika pada Winda.

"Ya aku mengatakan ini semua karena apa yang akan kalian lakukan ke Revan itu salah," jawab Winda pada Devika dan Rintan.

"Dan aku nggak peduli dengan hal itu," ucap Rintan final pada Winda dan sampai kapanpun Winda mengingatkan dirinya tidak akan diperhatikan olehnya.

"Untuk kesekian kalinya aku mengatakan sama kamu bahwa semua yang kamu lakukan dan akan kamu lakukan pada Revan, suatu saat nanti kamu akan menyesali hal itu," ujar Winda pada Rintan dan Rintan yang mendengarkan hal itu dia hanya diam saja.

"Tidak usah memperdulikan apa yang tidak perlu didengarkan," ucap Devika pada Rintan dan lagi-lagi berhasil Rintan percaya serta tidak memperdulikan apa yang dikatan Winda tadi pada dirinya.

*

*

**

Malam yang cerah dan dingin membuat Anggika mengharuskan dirinya untuk berbaring diselimut yang tebal serta badan yang terasa panas. Gadis cantik itu sakit setelah kejadian tadi sepulang sekolah, Anggika berharap kalau Revan akan menghubungi dirinya namun itu tidak akan pernah terjadi fikirnya.

"Andai kamu menelepon aku, pasti aku udah sembuh langsung," ucap Anggika sembari memandangi profil Revan yang kosong.

Sementara itu di sisi lainnya Revan menaruh bukunya diatas meja dan setelah itu kembali membuka handphonenya. Lagi dan lagi Revan terpikirkan oleh Anggika. Akankah dia harus menghubungi Anggika? Apa fikir gadis cantik itu jika dirinya menghubunginya?

"Dia pasti senang," gumamnya sembari mengambangkan senyum sangat tipis dan hanya dirinya dan tuhan yang tau akan senyumannya itu.

Revan ragu bahkan saat ini dirinya tengah memegang handphone dan ingin memencet tombol panggilan yang tertera jelas di layar handphonenya itu.

Tanpa sengaja Revan memencet tombol itu dan disebrang sana Anggika terkejut saat mengetahui Revan menghubungi dirinya.

Anggika tidak berfikir panjang dia langsung menerima panggilan telepon dari Revan.

"Hallo Revan," ucap Anggika mengawali pembicaraan didalam telepon.

Revan terdiam seribu bahasa dan bingung harus menjawab apa, bisa-bisanya dia memencet tombol panggilan itu dan sekarang gadis yang sedari tadi dia fikirkan memanggil namanya.

"Revan kamu disana kan?" tanya Anggika pada Revan.

"Iya," jawab Revan singkat.

Anggika mengembangkan senyumannya karena Revan menyahut ucapannya.

"Kenapa telepon aku? Udah mau baikan dan berteman sama aku lagi? Aku senang sekali Revan, dan aku udah menunggu hal ini beberapa hari yang lalu, aku berharap kamu akan telepon aku dan mau berteman sama aku lagi," jelas Anggika panjang lebar pada Revan dan didengar baik-baik oleh Revan.

"Kamu pasti ogah mau ngobrol sama aku kan? Tapi kenapa kamu telepon aku kalau nggak mau bicara sama aku?" tanya Anggika pada Revan.

"Kapan aku ngomong begitu?" tanya balik Revan pada Anggika.

Anggika terdiam dan kemudian mengeluarkan suara lagi didalam sambungan telepon itu.

"Tapi sebelumnya bilang nggak mau berteman sama aku lagi sejak kejadian disekolah beberapa hari yang lalu," jawab Anggika pada Revan.

Sekarang Anggika mendudukkan dirinya dari sebelumnya berbaring dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut tebalnya padahal badannya tengah panas.

"Aku sakit loh Van," tambah Anggika memberitahu Revan tentang dirinya yang sekarang sakit panas.

Revan sudah menduga pasti terjadi apa-apa pada Anggika dan sekarang gadis itu tengah sakit.

"Tapi kamu jangan khawatir aku udah minum obat dan sudah kamu telepon sekarang aku sudah sembuh setelah mendengar suara kamu walaupun sebentar," ucap Anggika pada Revan apa adanya sembari mengembangkan senyumnya.

Revan yang di seberang sana hanya mengembangkan senyumannya setelah mendengar celotehan yang keluar dari mulut gadis cantik itu dan itu menandakan bahwa Anggika sudah baikan dan sakitnya sudah mereda.

"Andai kamu nggak telepon aku, pasti besok surat izin sakit udah ada dimeja guru," ucap Anggika pada Revan sembari memajukan bibirnya satu senti.

Revan hanya terdiam mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut Anggika.

"Dari tadi diam kamu masih ada di sana kan?" tanya Anggika pada Revan, memastikan bahwa remaja laki-laki itu mendengarkan ucapannya sedari tadi.

"Semoga lekas sembuh," jawab Revan singkat dan kemudian menutup sambungan telepon sepihak.

Anggika yang mendengar hal itu senang dan disisi lainya merasa sedih sebab Revan mematikan sambungan telepon begitu saja. Anggika memaklumi hal itu sebab dirinya berfikir bahwa Revan belum seratus persen menerima dirinya kembali setelah apa yang dia lakukan pada Revan.

"Sampai ketemu subuh dan subuh lagi, aku tetap menunggu kamu Revan," ujar gadis itu sembari mengembangkan senyum hangatnya dan kembali membaringkan tubuhnya di kasur.

Kembali ke Revan yang merasa lega dan tidak gelisah lagi, karena dirinya sudah mendengar dari mulut Anggika sendiri bahwa Anggika sudah baik-baik saja setelah mendengar suaranya dan sudah dia telepon.

"Aku kira kamu sudah lebih baik dan jangan sakit lagi," gumam remaja laki-laki itu sembari mengembangkan senyum hangatnya.