"Karena kamu suka sama Rintan." tambah Marklee pada Revan dan membuat remaja laki-laki itu langsung teringat kembali pada Anggika yang menjadi penyebab perasaan sukanya pada Rintan diketahui oleh semua teman-temannya termasuk Marklee yang tidak lain adalah pacar Rintan.
"Diam, nggak bisa jawab kan? Kamu itu salah, dan harusnya tahu diri!" tegas Marklee pada Revan dan kemudian membalikan badannya berjalan melenggang pergi dari hadapan Revan yang sedari tadi hanya mendengarkan apa yang diucapkan tanpa berniat membalas satupun ucapan yang dikeluarkan untuk remaja laki-laki itu.
Revan hanya bisa mengelus dadanya dan menghela nafas pelan menerima semua yang diucapkan Marklee pada dirinya. Laki-laki itu kembali masuk kedalam rumahnya dan melanjutkan makan siang yang sempat tertunda karena kedatangan Marklee.
Beberapa menit kemudian aktivitas makan siangnya telah selesai dan dia langsung mengerjakan tugasnya yang diberikan ayahnya pada dirinya untuk membuat bakso.
Di sisi lainnya tepatnya di rumah Rintan sekarang tengah ada kedua sahabatnya yang membantu dirinya untuk menyelesaikan tugas yang harus dikumpulkan di esok pagi.
Pelajaran seni budaya yang mengharuskan dia harus membuat sebuah kerajinan dari daun kering dan sekarang dia tengah mengumpulkan dedaunan kering dan dia taruh di atas karpet yang dibentangkan di dalam kamarnya.
"Kalau daunnya dibuat bunga bakalan jadi kayak apa?" tanya Rintan pada Winda.
"Jadinya ya bunga lah," jawab Winda pada Rintan sembari mengambil lem yang ada di atas nakas.
"Kita jadikan rumah aja bagaimana?" tanya Devika pada Rintan.
"Harus ada bambu dan lem perekat agar nggak roboh," jawab Winda pada Devika.
"Ribet banget nggak sih?" tanya Rintan pada Devika dan Winda.
"Mudah bunga aja, potnya udah ada kita tinggal susun daunnya dibentuk bagaikan bunga. Udah jadi kumpulkan aja," jawab Winda pada Rintan dan Devika.
"Baiklah, ayo kita buat," ucap Devika pada Rintan dan Winda.
Ketika gadis cantik itu akhirnya membuat kerajinan yang diminta ibu guru seni budaya pada mereka terutama Rintan. Sebelumnya Devika berpikir jika akan lebih mudah jika langsung meminta bantuan pada Revan dan meminta remaja laki-laki itu yang biasa mengerjakan tugas mereka untuk mengerjakan tugas ini juga.
Namun Devika memikirkan dua kali jika harus melakukan hal itu status ini ada sahabat yang selalu membela Revan dan tidak terima jika ada kan selalu dirinya bersalah kan ataupun menjadi bahan pelampiasan saat tugas diminta oleh bapak ibu guru.
Sementara itu seorang paruh baya yang sekarang tengah sibuk di dapur untuk mengambilkan makanan dan juga menyiapkan minuman untuk kedua sahabat putrinya, terutama untuk Rintan yang sekarang tengah belajar kelompok di lantai atas tempatnya di kamar Rintan.
"Bi nanti kalau udah selesai membuat roti tawarnya, bibi tolong langsung antar ke lantai atas ya, anak-anak pasti pada belum makan siang karena langsung belajar kelompok," ujar Rani pada paruh baya yag sudah bekerja selama bertahun-tahun bersama dengan dirinya.
"Baik nyonya," ucap paruh baya itu pada Rani sembari mengangguk mengiyakan dengan sopan.
Kembali lagi di lantai atas tepatnya dimana ketiga gadis cantik yang sekarang tengah fokus mengerjakan tugas Rintan.
"Sebentar lagi ini akan selesai dan kita tinggal mengambil dedaunan yang hijau," ujar Winda pada Rintan.
"Kan nggak boleh pakai daun hijau, harus daun kering," sahut Devika pada Winda.
"Ya udah, kalau begitu tinggal daun ini kita tarus di batangnya, selesai," ucap Winda pada Devika dan Rintan.
"Sebenarnya aku bisa sendiri kalau hanya membuat seperti ini," sahut Rintan pada Winda .
"Semuanya tidak hanya ini. Kamu juga Devika, sebenarnya kamu juga ingat apa yang dikatakan guru bahwa tidak boleh memakai daun hijau, terus kenapa kamu malah sering meminta Revan untuk mengerjakan tugas kamu?" tanya Winda pada Devika dan Rintan.
"Jangan bahas Revan," jawab Rintan pada Winda dengan raut wajah yang terlihat sangat kesal dan tidak suka pada Winda karena menyebutkan nama Revan didepannya.
"Kenyataannya Rintan dan terutama kamu Devika. Selalu memprovokasi Rintan untuk terus membully Revan yang sudah mengerjakan semua tugas-tugas kamu," ucap Winda pada Devika dan Rintan tanpa rasa takut akan dijauhi ataupun diusir dari hadapan Rintan.
Rintan terdiam namun tidak dengan Devika yang selalu menjawab jika mendengar perkataan seperti itu keluar dari mulut Winda.
"Memprovokasi kamu bilang? Bukanya Rintan yang sejak dulu selalu membenci si culun itu?" tanya Devika pada Winda.
"Dia tidak akan berbuat jahat terus-menerus jika kamu tidak selalu memberikan komentar buruk dan memasukkan pikiran jahat ke dalam otak Rintan," jawab Winda apa adanya pada Devika.
"Devika benar, dia tidak memprovokasi aku dan dialah yang selalu membela aku. Tidak dengan kamu yang selalu marah jika aku dan Devika membully anak kampungan itu," sahut Rintan pada Winda.
"Sadar sekali aja, kenapa susah sih? Sudah terlihat jelas padahal, jika Revan sering membantu kalian berdua, dan diam saat kalian bully," ucap Winda pada Rintan dan Devika.
"Dia seperti itu karena suka sama aku," sahut Rintan pada Winda.
"Memang benar, meskipun seperti itu jika Revan tidak sabar dan berani atau bahkan terpaksa berani, dia akan membantah dan akan balik membully kamu kalau perlu," ucap Winda dengan jelas pada Rintan.
Obrolan mereka terhenti ketika pintu kamar Rintan diketuk oleh asistennya dan dia bergegas berdiri dari duduknya untuk membuka pintu kamarnya.
Rintan dengan ramah menerima nampaknya berisi makanan serta minuman untuk dirinya dan kedua sama cantiknya sekarang tengah berada di dalam kamarnya yang baru saja selesai membantu dirinya untuk mengerjakan tugas.
Setelah menerima nampan berisi makanan dan minuman itu, Rintan langsung memberikan makanan dan minuman itu pada Devika dan Winda.
"Ngobrolnya kita lanjutkan setelah makan siang, pasti kalian berdua lapar kan? Jangan sampai perut kalian berdua keroncongan nanti kasihan cacing didalam perut kalian," ucap Rintan pada Devika dan Winda.
Kedua sahabatnya itu pun kemudian mengambil makanan dan minuman yang sudah disediakan dan memakannya. Mereka bertiga kembali akur dan makan siang serta tidak terlihat jika mereka selesai berdebat membahas tentang Revan.
*
*
**
Di sisi lainnya di sebuah rumah yang bisa dibilang cukup megah tidak lain adalah rumah Anggika, gadis-gadis itu sekarang tengah bersantai di ruang tengah rumahnya sembari menonton kartun kesukaannya.
Anggika sedikit berbeda dengan para gadis remaja yang lainnya di mana semuanya suka menonton film ataupun drama dia lebih suka menonton kartun di saat waktu senggang saat pulang sekolah.
Beberapa camilan berjejer di atas meja yang ada di depannya. Tangan kanannya mengambil sala satu camilan yang ada didepannya dan kedua pasang matanya fokus melihat televisi yang menyala didepannya.
"Anggika kalau makan dilihat makanannya jangan televisinya," ujar Siska pada Anggika.
"Iya mah, hehehe," sahut Anggika pada mamanya.